Tabel 5. Prioritas akhir AHP
Keterangan Normalized by
cluster Limiting
PROSES BISNIS
1. Plan
0.26413
0.088043 2. Source
0.24070 0.080233
3. Make 0.19908
0.066359 4. Process
0.20469 0.068230
5. Deliver 0.09141
0.030469
RISIKO RANTAI PASOK
1. Risiko Operasional
0.45410
0.151366 2. Risiko Pemasaran 0.21750
0.072501 3. Risiko Keuangan
0.32840 0.109466
ANGGOTA RANTAI PASOK
1. Petani 0.22492
0.074972 2. PT Saung Mirwan
0.55592
0.185306 3. Ritel
0.21917 0.073055
Gambar 27. Sintesis prioritas Anggota Rantai Pasok pada AHP
4.2.6 Kerangka Umum ANP
ANP terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah jaringan dari kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi. Bagian kedua
adalah pengaruh diantara elemen dan cluster. Gambar 28 menunjukkan kerangka umum dari ANP. Jaringan ini terdiri dari tiga cluster tanpa
tujuan karena pada ANP tidak ada tujuan. Tiga cluster tersebut yaitu: proses bisnis, risiko rantai pasok, dan anggota rantai pasok. Cluster
proses bisnis terdiri dari lima elemen, cluster risiko rantai pasok terdiri dari tiga elemen, dan cluster anggota rantai pasok terdiri dari tiga
elemen.
Gambar 28. Kerangka Umum ANP Pengukuran Bobot Anggota Rantai Pasok
4.2.7 Hasil Analytic Network Process ANP
Setelah mendapatkan hasil AHP, maka dilakukan pembobotan feedback pada masing-masing elemen dari hasil AHP untuk
mendapatkan hasil ANP. Pada ANP terdapat tiga cluster dan terdapat matriks antar kelompok. Hasil dari pembobotan matriks antar kelompok
dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29. Matriks antar kelompok Setelah mendapatkan matriks antar kelompok, maka selanjutnya
supermatriks tidak tertimbang, supermatriks tertimbang, dan supermatriks limit dapat dihitung. Ketiga supermatriks tersebut
disajikan pada Gambar 30, Gambar 31, dan Gambar 32.
Gambar 30. Supermatriks tidak tertimbang
Gambar 31. Supermatriks tertimbang
Gambar 32. Supermatriks limit Prioritas akhir ANP terbesar pada proses bisnis adalah pada
proses Plan perencanaan yaitu sebesar 0,431, pada risiko rantai pasok adalah risiko operasional yaitu sebesar 0.562, dan pada anggota rantai
pasok sayuran Edamame adalah PT Saung Mirwan yaitu sebesar 0,455 Tabel 6. Hasil sintesis ANP dapat dilihat pada Gambar 33.
Tabel 6. Prioritas akhir ANP
Keterangan Normalized by
cluster Limiting
PROSES BISNIS
1. Plan 0.43095
0.271556 2. Source
0.19926 0.125563
3. Make 0.24488
0.154312 4. Process
0.08450 0.053245
5. Deliver 0.04041
0.025464
RISIKO RANTAI PASOK
1. Risiko Operasional 0.56215
0.101335 2. Risiko Pemasaran 0.29934
0.053960 3. Risiko Keuangan
0.13851 0.024969
ANGGOTA RANTAI PASOK
1. Petani 0.33026
0.062616 2.PT Saung Mirwan
0.45540
0.086337 3. Ritel
0.21435 0.040637
Gambar 33. Sintesis prioritas Anggota Rantai Pasok pada ANP Pada analisis AHP dan ANP didapatkan hasil prioritas yang
sama dalam penentuan bobot risiko operasional dan anggota rantai pasok. Akan tetapi bobot pada AHP berbeda dengan bobot ANP
Tabel 7. Bobot pada AHP berbeda dengan bobot ANP disebabkan karena
adanya hubungan timbal balik atau ketergantungan feedback pada ANP yang tidak terdapat pada AHP Saaty, 2008 bahwa salah satu
konsep dari ANP yaitu feedback, inner, dan outer dependence. Oleh karena itu, pada AHP level atas hanya mempengaruhi elemen-elemen
yang ada pada level di bawahnya. Pada AHP level bawah tidak mempengaruhi elemen-elemen yang ada di atasnya karena bersifat
hirarki sehingga penilaian hanya terpaku pada hirarki dari atas ke
bawah, sedangkan pada ANP, elemen-elemen pada level bawah dapat mempengaruhi elemen-elemen yang ada pada level di atasnya sehingga
level dalam ANP disebut dengan cluster karena terdapat hubungan ketergantungan baik antara elemen satu dengan yang lain maupun
antara cluster satu dengan yang lain. Pada ANP tidak hanya membandingkan elemen, tetapi juga membandingkan antar cluster.
Pengukuran dengan AHP dan ANP menghasilkan prioritas tertinggi yang sama, yaitu risiko operasional dan PT Saung Mirwan
memiliki nilai prioritas yang lebih tinggi dibanding dengan anggota lain pada masing-masing level, maka fokus penelitian ini adalah manajemen
risiko operasional sayuran Edamame pada anggota rantai pasok yang memiliki nilai prioritas yang tertinggi yaitu pada PT Saung Mirwan.
Tabel 7. Perbedaan nilai bobot prioritas AHP dan ANP
Keterangan Normalized
by cluster Peringkat
Normalized by cluster
Peringkat AHP
ANP PROSES BISNIS
1. Plan 0.26413
1 0.43095
1 2. Source
0.24070 2
0.19926 3
3. Make 0.19908
4 0.24488
2 4. Process
0.20469 3
0.08450 4
5. Deliver 0.09141
5 0.04041
5
RISIKO RANTAI PASOK
1. Risiko Operasional 0.45410
1 0.56215
1 2. Risiko Pemasaran 0.21750 3 0.29934 2
3. Risiko Keuangan 0.32840
2 0.13851
3
ANGGOTA RANTAI PASOK
1. Petani 0.22492
2 0.33026
2 2. PT Saung Mirwan
0.55592 1
0.45540 1
3. Ritel 0.21917
3 0.21435
3
4.3. Manajemen Risiko Operasional Rantai Pasokan Sayuran Edamame
pada PT Saung Mirwan 4.3.1
Identifikasi Risiko Operasional Rantai Pasokan Sayuran Edamame pada PT Saung Mirwan
Identifikasi risiko, pada tahap ini, analis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan.
Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko tersebut. Tetapi, ada risiko yang dominan dan risiko yang minor. Risiko operasional
merupakan potensi kerugian yang disebabkan oleh lima hal. Risiko operasional merupakan potensi kerugian finansial yang disebabkan oleh
kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar
perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku. Risiko akibat kerugian karena pelanggaran peraturan dan
hukum yang berlaku tidak dibahas dalam penelitian ini, karena PT Saung Mirwan tidak dapat memberikan penilaian terhadap risiko
tersebut. Di bawah ini merupakan empat variabel atau faktor pemicu penyebab risiko operasional pada PT Saung Mirwan yang
menyebabkan potensi kerugian finansial, yaitu antara lain:
1. Kegagalan Proses Internal
a. Kelangkaan bahan baku benih, pupuk yaitu kesulitan untuk
mendapatkan benih, pupuk, dan bahan baku lainnya karena beberapa faktor, antara lain yaitu faktor cuaca dan budidaya benih
yang cukup sukar. b.
Bahan baku terlambat, keterlambatan bahan baku terkait dengan waktu dan jumlah pengiriman
c. Mutu bahan baku tidak sesuai standar, adanya mutu yang
berbeda-beda karena perbedaan pemasok d.
Mutu peralatan alat budidaya pertanian yang tidak sesuai standar, penyalahgunaan dalam memakai alat, tidak ada
standarisasi dalam pemakaian peralatan budidaya