Manajemen Risiko Rantai Pasokan Sayuran Edamame yang diintroduksi Oleh PT Saung Mirwan

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu produk pertanian Indonesia adalah produk holtikultura. Salah satu produk holtikultura adalah sayur-sayuran. Sayuran merupakan sebutan umum bagi hasil pertanian yang berasal dari tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau diolah secara minimal.

Seiring dengan perkembangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia serta kebutuhan industri, maka konsumsi kedelai sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol semakin diminati bagi sejumlah besar masyarakat Indonesia. Sayuran Edamame merupakan salah satu tanaman sejenis kedelai yang berasal dari daerah sub tropika yang telah berhasil dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini dikonsumsi sebagai vegetable soybean (kedelai segar), dengan rasa yang unik dan sangat tinggi nilai gizinya sebagai sumber vitamin, mineral, protein, energi.

Sayuran Edamame masih kurang populer di Indonesia, karena komoditas Edamame sebagian besar diekspor ke luar negeri, khususnya Negara Jepang dan Negara Amerika, sedangkan dalam negeri, produk ini sering dijumpai di restoran Jepang atau restoran berkelas lainnya untuk disantap atau dimasak menjadi sup. Sayuran Edamame menjadi satu-satunya sayuran yang mengandung semua (sembilan) jenis asam amino esensial yang dapat menstabilkan kadar gula darah, meningkatkan metabolisme dan kadar energi, serta membantu membangun otot dan sel-sel sistem imun. Peluang untuk meningkatkan produksi sayuran Edamame dalam negeri masih terbuka luas, jika dikaitkan untuk keperluan industri pakan ternak, industri tempe, tahu, dan kecap di Tanah Air. Selain itu juga permintaan Edamame di luar negeri masih terbuka luas, khususnya Negara Jepang dan Amerika.

Tidak hanya kuantitas sayuran yang harus diperhatikan untuk memenuhi permintaan konsumen, tetapi kualitas dari sayuran sangat perlu diperhatikan juga. Adanya kondisi yang menyatakan bahwa adanya peluang


(2)

permintaan sayuran Edamame yang semakin meningkat, maka peningkatan permintaan tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sayuran Edamame untuk memperoleh keunggulan kompetitif sayuran Edamame. Salah satu cara untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yaitu dengan melakukan manajemen rantai pasokan, karena sayuran mempunyai sifat yang mudah rusak. Secara umum, sayuran cepat mengalami pembusukan, berair, dan rusak apabila tidak segera diolah dan dikonsumsi, sehingga diperlukan penanganan segera untuk mengatasi hal tersebut.

Manajemen rantai pasokan merupakan siklus lengkap usaha produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai aktivitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user. Supply Chain Management (SCM) menegaskan adanya interaksi antar fungsi produksi, pemasaran pada suatu perusahaan. Memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan penurunan biaya yang dapat dilakukan melalui koordinasi dan kerjasama antara pengadaan bahan baku dan pendistribusiaanya (Siagian, 2005). Kegiatan manajemen rantai pasokan sayuran dimulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari pemasok sayuran hingga pengecer sayuran.

Anggota rantai pasok terdiri dari hulu sampai ke hilir, maka diperlukan suatu metode untuk mengurutkan anggota rantai pasok tersebut, yaitu dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP). Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) merupakan suatu teknis analisis keputusan dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan untuk menentukan

prioritas dari risiko sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dan menentukan prioritas dari anggota rantai pasok

sayuran Edamame. Setelah prioritas dari risiko rantai pasokan diketahui, maka dibutuhkan suatu pengelolaan risiko rantai pasokan yang berupa manajemen risiko sayuran pada rantai pasokan. Pengelolaan rantai pasokan adalah pengelolaan secara keseluruhan proses produksi, distribusi, dan


(3)

3

 

pemasaran yang memungkinkan konsumen mendapatkan pasokan produk yang memiliki kualitas yang baik dan layak untuk dikonsumsi.

PT Saung Mirwan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis, yang telah memiliki banyak pengalaman dalam bidang hortikultura, yaitu sayuran dan bunga. PT Saung Mirwan memiliki prestasi yaitu sebagai perusahaan yang memperkenalkan sayuran Edamame di Bogor dan sekitarnya, sehingga tidak heran bahwa komoditas sayuran utamanya di bidang ritel adalah sayuran Edamame. Permintaan sayuran Edamame dalam tiga tahun terakhir (tahun 2009-2011) paling besar dibandingkan dengan Lettuce dan Ceysin, keduanya merupakan komoditas yang diminta juga oleh pihak ritel. Jumlah permintaan sayuran Edamame dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Permintaan Sayuran Edamame, Lettuce, dan Ceysin

Pada PT Saung Mirwan Pada Tahun 2009-2011

Komoditi Tahun

2009 2010 2011

Lettuce 36.505 ton 20.971 ton 6.752 ton

Ceysin 4.717 ton 2.766 ton 1.443 ton

Edamame 165.517 ton 119.953 ton 110.165 ton

Sumber: PT Saung Mirwan (2011)

Perusahaan dituntut untuk memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi sehingga dapat memberikan sayuran Edamame yang berkualitas sesuai dengan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. PT Saung Mirwan selama ini belum melakukan manajemen risiko rantai pasokan sayuran Edamame dengan cara membuat struktur hirarki risiko, sehingga belum memiliki rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko-risiko pada rantai pasokan. Oleh karena itu, diperlukan suatu struktur hirarki risiko dan membuat rancangan sistem penunjang keputusan yang tepat untuk mengelola risiko-risiko pada rantai pasokan, dan pada akhirnya dapat memberikan sayuran Edamame yang berkualitas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Manajemen risiko dengan membuat struktur hirarki risiko sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan, dalam manajemen rantai pasokan diharapkan dapat memperbaiki pembuat keputusan, membantu menghindari kejadian-kejadian yang tidak terduga dan merugikan anggota rantai pasok sayuran Edamame, dan membantu menemukan sebuah


(4)

rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen rantai pasok.

1.2.Perumusan Masalah

Masalah-masalah yang dianalisis, dibahas, dan dipecahkan dalam penelitian ini dirangkum dalam beberapa hal, yaitu:

1. Bagaimana manajemen rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan?

2. Bagaimana prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan?

3. Bagaimana manajemen risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan?

4. Bagaimana rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai

pasokan?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis manajemen rantai pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan.

2. Menganalisis prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan.

3. Menganalisis manajemen risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan.

4. Menganalisis rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang


(5)

5

 

diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan.

1.4.Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai:

1. Saran bagi anggota rantai pasokan sayuran Edamame untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menganalisis risiko sayuran Edamame dalam manajemen rantai pasokan.

2. Tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Tambahan informasi untuk memperluas wawasan para pembaca.

4. Media pengembangan serta penerapan ilmu dari disiplin ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

1.5.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Produk yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah produk sayuran Edamame yang diproduksi secara rutin dan merupakan komoditas utama PT Saung Mirwan di bidang ritel.

2. Anggota rantai pasokan yang akan dikaji secara mendalam dalam penelitian ini adalah anggota primer rantai pasokan komoditas sayuran Edamame.

3. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.

4. Penilaian risiko difokuskan kepada anggota rantai pasok sayuran Edamame yang memiliki nilai prioritas paling tinggi.

5. Manajemen risiko difokuskan pada risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi, yang berkaitan dengan kualitas Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan.


(6)

2.1.Manajemen Rantai Pasokan 2.1.1 Rantai Pasokan

Menurut Hadiguna (2010), rantai pasok adalah jejaring fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi di dalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi, dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan, penyimpanan atau gudang, pengecer, dan konsumen itu sendiri.

Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk suatu physical distribution (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Pola aliran material pada Gambar 1 menunjukkan bahwa bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufacture yang melakukan pengolahan, sehingga menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Permintaan dari customer diterjemahkan oleh distributor dan distributor menyampaikan pada manufacture, selanjutnya manufacture menyampaikan informasi tersebut pada supplier. Rantai pasokan mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen (Siagian, 2005).


(7)

7

 

Gambar 1. Pola Aliran Material (Arnold dan Chapman dalam Maghfiroh, 2010)

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, mekanisme rantai pasok produk pertanian dicirikan dengan lemahnya produk pertanian dan komposisi pasar. Kedua hal tersebut akan menentukan kelangsungan mekanisme rantai pasok. Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang berkualitas, dan memperluas pangsa pasar yang ada.

Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok pertama produk pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung dengan pasar sebagai ritel, sehinggga petani memiliki posisi tawar yang baik (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

S  U  P  P  L  I  E  R  C U S T O M E R Physical Supply S U P P L I E R

MANUFACTURE DISTRIBUTION

SISTEM Manufacturing Planning and Controlling Physical Distribution


(8)

2.1.2 Manajemen Rantai Pasokan

Manajemen rantai pasokan berawal dari konsep Porter tentang value chain (rantai nilai) (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Rantai nilai merupakan konsep yang mengajarkan bahwa tujuan utama usaha bisnis untuk mewujudkan laba diproses dan diwujudkan melalui kerja sama antara para aparatur operasi dan aparatur penunjang. Heizer dan Render (2010), mendefinisikan manajemen rantai pasokan adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembeliaan dan pangalihdayaan, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor.

Manajemen rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menetukan (1) penyedia transportasi, (2) transfer uang secara kredit dan tunai, (3) para pemasok, (4)distributor, (5) utang dan piutang usaha, (6) pergudangan dan persediaan, (7) pemenuhan pesanan, serta (8) berbagi informasi pelanggan, prediksi dan produksi. Tujuannya adalah untuk membangun sebuah rantai pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Persaingan bukan lagi antar perusahaan, melainkan antar rantai pasokan dan rantai pasokan itu bersifat global.

Menurut Prawirosentono (2007), tujuan dari manajemen rantai pasokan adalah memenuhi kebutuhan para konsumen dengan menjual barang pada saat yang tepat, barang yang sesuai dengan kebutuhan, dan dengan harga yang logis. Sedangkan menurut Hadiguna (2010), tujuan dari manajemen rantai pasok adalah memperbaiki kepercayaan dan kolaborasi sejumlah mitra rantai pasok sekaligus perbaikan persediaan yang terlihat dan kecepatan peningkatan persediaan dan titik awalnya adalah persediaan yang perlu disiasati sehingga kinerja sistem secara keseluruhan bisa lebih baik yang diukur dari berbagai sudut pandang para pemangku kepentingan.


(9)

9

 

Menurut Ma’Arif dan Tanjung (2003), manajemen rantai pasokan merupakan suatu perluasan dari logistic management di perusahaan. Dalam manajemen rantai pasokan yang dibahas adalah dimulai dari perusahaan, pemasok, pelanggan, grosir, pengecer, diintegrasikan menjadi satu. Tujuannya adalah supaya lebih efisien. Menurut Ma’Arif dan Tanjung (2003), keuntungan manajemen rantai pasokan adalah persiapan diri dalam menghadapi persaingan bebas, di mana perusahaan kelas dunia akan bertempur di Indonesia dalam tujuan-tujuan global. Dalam manufaktur, 50% - 80% biaya terkait dengan kegiatan manajemen rantai pasokan, apabila manajemen rantai pasokan tidak baik, organisasi tidak akan sanggup menghadapi tujuan global.

Menurut William et al dalam Anatan dan Ellitan (2008) mendefinisikan manajemen rantai pasokan sebagai pengelolaan atau manajemen organisasi yang saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lain baik dengan konsumen maupun pemasok dalam suatu proses untuk menghasilkan nilai produk dan jasa bagi konsumen. Prinsip manajemen rantai pasokan pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar organisasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Rantai Pasokan (Anatan dan Ellitan, 2008)

Manufa ktur

Supplier Distribution Center

Whole saler

Retailer End Customer

Aliran Produk Aliran Biaya Aliran Informasi


(10)

Menurut Tunggal (2009), Supply Chain Management (SCM) terdiri dari tiga elemen yang saling terikat satu sama lain, yaitu:

1. Struktur jaringan supply chain

Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota supply chain lainnya.

2. Proses bisnis supply chain

Aktivitas – aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.

3. Komponen manajemen supply chain

Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang supply chain.

Menurut Tunggal (2009), ada dua anggota supply chain, yaitu: 1. Primary members (anggota primer)

Semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar.

2. Secondary members (anggota sekunder)

Perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di supply chain.

Menurut Austin (1992) dan Brown (1994) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), manajemen rantai pasok pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena:

1. Produk pertanian bersifat mudah rusak

2. Proses pananaman, pertumbuhan, pemanenan tergantung pada iklim dan musim

3. Hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi

4. Produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani

Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada rantai pasok pada umumnya.


(11)

11

 

Selain lebih kompleks, manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis.

Perusahaan yang dapat menjalankan kegiatan supply chain akan mendapatkan keuntungan tidak hanya jangka pendek, bahkan juga jangka panjang seperti kemungkinan peningkatan profit dari adanya kerja sama yang berkepanjangan dengan berbagai pihak, perluasan pangsa pasar, dan kepuasaan konsumen. Ada dua hal penting yang menjadi ide pokok supply chain management yaitu pertama, SCM merupakan kolaborasi hasil usaha bersama antar setiap bagian atau proses dalam siklus produk. Kedua, SCM harus dapat meng-cover seluruh kegiatan siklus produk. Dan kunci SCM yang efektif adalah penyeimbangan arus produksi dengan permintaan konsumen yang selalu berubah-ubah (Siagian, 2005).

Dalam Hadiguna (2010), Lee (2002) merumuskan karakteristik pasokan berdasarkan fenomena stabil dan berkembang yang diringkas pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Pasokan

Stabil Berkembang Breakdown kurang

Hasil stabil dan tinggi Masalah mutu berkurang Sumber pasokan banyak Pemasok handal

Perubahan proses kurang Kendala kapasitas kurang Sangat mudah dipertukarkan Fleksibel

Bergantung waktu ancang

Mudah breakdown

Hasil variabel dan rendah Potensial masalah mutu Sumber pasokan terbatas Pemasok kurang handal Banyak perubahan proses Potensial kendala kapasitas Sulit dipertukarkan

Tidak fleksibel

Waktu ancang menjadi variabel Sumber: Hadiguna (2010)

2.2.Manajemen Risiko Rantai Pasokan

2.2.1 Risiko Rantai Pasok Perumusan Masalah

Risiko adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan (Muslich, 2007). Menurut Djohanputro (2008), risiko diartikan sebagai ketidakpastiaan yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya atau ketidakpastiaan yang bisa dikuantitaskan


(12)

yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Risiko juga dapat diartikan penyebaran dan atau penyimpangan dari target, sasaran, atau harapan.

Menurut Cavinato dalam Hadiguna (2010), pada dasarnya terdapat lima aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasokan, yaitu risiko operasional, risiko finansial atau risiko keuangan, risiko informasi, risiko relasional, dan risiko inovasional. Manajemen risiko rantai pasokan pada umumnya fokus pada pada risiko operasional. Misalnya risiko dalam penerimaan pesanan, risiko dalam pembeliaan barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak dalam proses bisnis suatu perusahaan.

Djohanputro (2008), risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain. Risiko operasional dapat terjadi pada dua tingkatan yaitu teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, risiko operasional dapat terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran risiko yang tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, risiko operasional dapat muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Risiko operasional dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu manusia (sumber daya manusia), teknologi, sistem dan prosedur, kebijakan, dan stuktur organisasi. Risiko operasional merupakan salah satu risiko rantai pasok.

Menurut Muslich (2007), risiko operasional mempunyai dimensi yang luas dan kompleks dengan sumber risiko yang merupakan gabungan dari berbagai sumber yang ada dalam organisasi, proses dan kebijakan, sistem dan teknologi, orang, dan faktor-faktor lainnya. Demikian pula besaran kerugian risiko operasional juga semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan semakin kompleksnya


(13)

13

 

bisnis perusahaan dan teknologinya. Risiko operasional merupakan potensi kerugian yang disebabkan oleh lima hal. Risiko operasional merupakan kerugian finansial yang disebabkan oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku.

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai kerugian yang dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam rantai pasok sebuah perusahaan dan lingkungannya. Dalam suatu rantai pasok, jika satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasoknya.

2.2.2 Manajemen Risiko Rantai Pasokan

Menurut Djohanputro (2008), tujuan memahami resiko adalah untuk mengelola risiko. Manajemen resiko operasional merupakan salah satu kegiatan manajemen risiko rantai pasokan. Proses manajemen resiko operasional adalah proses penanganan resiko yang dimulai dari proses pengenalan risiko operasional sampai mengendalikan risiko operasional (Muslich, 2007).

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), analisis risiko rantai pasok merupakan bagian dari manajemen rantai pasok yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kegagalan berbisnis dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastiaan. Menurut Schoenher (2008) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), kategori risiko rantai pasok terbagi menjadi 17 macam, yaitu risiko komplain standarisasi, risiko kualitas produk, risiko biaya produksi, risiko biaya persaingan, risiko permintaan, risiko pemenuhan pasokan, risiko penggudangan, risiko ketepatan waktu kirim, risiko ketepatan budget pengiriman, risiko pemenuhan pesanan, risiko salah mitra, risiko jarak, risiko pemasok, risiko manajemen pemasok, risiko rekayasa dan inovasi, risiko transportasi, risiko bencana serta risiko produk asing.


(14)

2.3.Siklus Manajemen Risiko

Menurut Djohanputro (2008), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahapan, yaitu identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan risiko, monitor, dan pengendalian.

2.3.1 Identifikasi Risiko

Pada tahap ini, analis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko tersebut. Tetapi, ada risiko yang dominan dan risiko yang minor. Dengan melakukan identifikasi risiko, maka dapat terkumpul informasi tentang kejadian risiko, informasi tentang penyebab risiko, dan informasi tentang dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut.

Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara yaitu analisis data historis, pengamatan dan survei, pengacuan (benchmarking), dan pendapat ahli. Prinsip dari analisis data historis adalah menggunakan berbagai informasi atau data mengenai segala sesuatu yang pernah terjadi, baik data primer maupun data sekunder. Prinsip dari pengamatan dan survei adalah melakukan investigasi secara langsung, pengamatan atau survei, on the spot. Prinsip dari pengacuan (benchmarking) adalah pertama-tama memilih acuan atau benchmark. Benchmark atau acuan adalah obyek yang memiliki kesamaan dengan obyek yang sedang diamati berkaitan dengan keberadaan risiko. Metode ini dapat diterapkan untuk melengkapi identifikasi risiko menggunakan metode analisis data historis dan metode pengamatan dan survei. Metode dengan menggunakan pendapat ahli dapat diperoleh dengan cara wawancara kepada satu orang, kepada sekelompok orang, atau melalui diskusi kelompok khusus, atau focus group discussion (FGD). Pihak yang diwawancarai atau dilibatkan dalam FGD adalah orang yang dianggap ahli. Pada dasarnya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari keempat metode atau digunakan secara bersama-sama supaya saling melengkapi.


(15)

15

 

2.3.2 Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitas risiko dan faktor kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Menurut Halikas et al (2004) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar (bersifat subjektif) dan metode pengukuran risiko secara statistik (bersifat objektif).

2.3.3 Pemetaan Risiko

Sebuah manajemen akan mampu menilai risiko dengan adanya pengelompokkan terhadap risiko. Pemetaan risiko pada prinsipnya merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter-karakter dari masing-masing risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko (Djohanputro, 2008). Risiko selalu terkait dengan dua dimensi, pemetaan yang paling tepat juga menggunakan dua dimensi yang sama. Kedua dimensi yang dimaksud adalah probabilitas terjadinya risiko dan dampaknya bila risiko terjadi. Diagram pemetaan risiko seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Kunci tahap pemetaan menurut Scandizzo (2005) adalah mengidentifikasi kegiatan kunci, menganalisis pemicu risiko yaitu people, process, system, dan external; menganalisis faktor-faktor risiko (kuantitas, kualitas, kondisi kritis, kegagalan); mengidentifikasi risiko; mengidentifikasi dan menganalisis kerugian; mengidentikasi dan menganalisis Key Risk Indicators (KRIs).


(16)

 

Gambar 3. Diagram Pemetaan Risiko (Djohanputro, 2008) 2.3.4 Model Pengelolaan Risiko

Pengelolaan risiko dapat dilakukan secara konvensional, penetapan model risiko dan struktur organisasi pengelolaan risiko. Tahap ini adalah tahap memilih metode manajemen yang akan digunakan untuk mencegah atau mengurangi risiko yang akan terjadi, baik secara parsial atau menyeluruh, sehingga mampu meminimalkan dampak terhadap pengoperasian rantai pasok.

2.3.5 Monitoring dan Pengendalian Risiko

Status sebuah risiko dapat berubah-ubah sesuai kondisi, sehingga faktor-faktor risiko harus dimonitor untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah dari kemungkinan dan konsekuensinya. Monitoring dan pengendalian risiko bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana, cukup efektif, dan untuk memantau perkembangan terhadap kecendrungan-kecendrungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis merubah prioritas risiko.

Risiko II Risiko I

Risiko yang berbahaya yang jarang terjadi

Mengancam pencapaian tujuan perusahaan

Risiko IV Risiko III

Risiko tidak berbahaya Risiko yang terjadi secara rutin

Rendah Tinggi

Rendah Tinggi

Probabilitas Sedang


(17)

17

 

2.4.Analytic Hierarchy Process (AHP)

Salah satu alat (metode) yang dapat dipakai oleh pengambil keputusan untuk bisa memahami kondisi suatu sistem dan membantu didalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) (Fewidarto, 1996). Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu teknis analisis keputusan dengan menggunakan perbandingan berpasangan dalam suatu diagram bertingkat yang umumnya dimulai dari tujuan (sasaran), kemudian kriteria level pertama, lalu sub kriteria dan seterusnya (Santoso, 2005). Sumber kerumitan masalah pengambil keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria, pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu.

Menurut Fewidarto (1996), ada beberapa keuntungan yang didapat dari penerapan AHP, diantaranya adalah:

1. Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi prioritas elemen-elemen pada level/tingkatan dibawahnya.

2. Hirarki memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan fungsi suatu sistem dalam level yang lebih rendah dan memberikan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuannya pada level yang lebih tinggi. Elemen-elemen kendala yang terbaik adalah disajikan pada level yang lebih tinggi lagi untuk menjamin bahwa kendala-kendala itu diperhatikan.

3. Sistem alamiah disusun secara hirarki, yaitu dengan membangun konstruksi modul dan akhirnya menyusun rakitan modul-modul itu. Hal ini jauh lebih efisien daripada merakit modul-modul itu secara keseluruhan sekalipun.

4. Hirarki lebih mantap (stabil) dan lentur (fleksibel). Stabil dalam arti bahwa perubahan yang kecil mempunyai efek yang kecil, dan lentur dalam hal bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hirarki yang terstruktur baik tidak mengganggu kerjanya.


(18)

2.5. Analytic Network Process (ANP)

Analytical Network Process (ANP) merupakan alat analisis yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan baik antar kriteria maupun subkriteria. ANP memberikan pendekatan yang lebih akurat karena ANP mampu menangani masalah yang kompleks yang berkaitan dengan ketergantungan dan umpan balik. ANP memberikan bobot dalam pengukuran kinerja rantai pasok pada masing-masing anggota rantai pasokan.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) berbeda, pada Analytical Hierarchy Process (AHP) tidak mempertimbangkan hubungan ketergantungan dan hanya mempertimbangkan hubungan linier dari atas ke bawah. AHP tidak dapat menangani interkoneksi antara faktor-faktor keputusan pada tingkat yang sama karena kerangka pengambilan keputusan dalam model AHP mengasumsikan hubungan satu arah antara tingkat hirarki keputusan. Pada jaringan AHP terdapat level tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif, tetapi dalam ANP level dalam AHP disebut cluster yang dapat memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya yang disebut simpul.

Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang berada di komponen dalam. Tidak setiap elemen memberikan pengaruh terhadap elemen dari komponen lain. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol. Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagai supermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan (Saaty and Vargas, 2006).

2.5.1 Konsep-konsep dari ANP

Menurut Saaty dalam Susilo (2008), konsep-konsep dari Analytic Network Process (ANP) meliputi:


(19)

19

 

2. Pengaruh dengan respek ke sebuah kriteria 3. Kontrol hirarki atau sistem

4. Supermatrix

5. Limiting supermatrix dan limiting prioritie 6. Primitivity, irreducibility, cyclicity

7. Membuat limiting supermatrix stochastic: mengapa cluster harus dibandingkan

8. Sintesis untuk kriteria dari sebuah kontrol hirarki atau sebuah kontrol sistem

9. Sintesis untuk keuntungan, biaya, peluang, dan risiko kontrol hirarki

10. Formulasi untuk menghitung limit

11. Hubungkan ke Neural Network Firing-kasus berkelanjutan

12. Kepadatan dari neural firing dan distribusi serta aplikasinya untuk menghasilkan kembali citra yang dapat dilihat dan komposisi simponik.

2.5.2 Prosedur ANP

Menurut Izik et at (2011) proses solusi ANP memiliki empat langkah utama yaitu:

1. Mengembangkan Struktur Model Keputusan

Pada langkah ini, masalah harus disusun dan model konseptual harus dibuat. Awalnya, komponen-komponen penting harus diidentifikasi. Elemen paling atas (cluster) didekomposisi menjadi sub-komponen dan atribut (node). ANP memungkinkan dependensi baik di dalam sebuah cluster (ketergantungan dalam) dan antar cluster (ketergantungan luar) (Saaty dalam Izik et al, 2011). Masing-masing variabel pada setiap tingkat harus didefinisikan bersama dengan hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam sistem.


(20)

2. Matriks Perbandingan Berpasangan dari Variabel yang Saling Terkait Pada ANP, perbandingan elemen berpasangan dalam setiap tingkat dilakukan terhadap kepentingan relatif untuk kriteria kontrol mereka. Matriks korelasi disusun berdasarkan skala rasio 1 - 9. Ketika penilaian dilakukan untuk sepasang, nilai timbal balik secara otomatis ditetapkan ke perbandingan terbalik dalam matriks. Setelah perbandingan berpasangan selesai, vektor yang sesuai dengan nilai eigen maksimum dari matriks yang dibangun dihitung dan vektor prioritas diperoleh. Nilai prioritas ditemukan dengan menormalkan vektor ini. Dalam proses penilaian, masalah dapat terjadi dalam konsistensi dari perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi memberikan penilaian numerik dari seberapa besar evaluasi ini mungkin tidak konsisten. Jika rasio yang dihitung kurang dari 0.10, konsistensi dianggap memuaskan (Meade dalam Izik et al, 2011). 3. Penghitungan Supermatriks

Setelah perbandingan berpasangan selesai, supermatriks dihitung dalam 3 langkah:

a.Unweighted Supermatrix (supermatriks tanpa pembobotan), dibuat secara langsung dari semua prioritas lokal yang berasal dari perbandingan berpasangan antar elemen yang mempengaruhi satu sama lain;

b.Weighted Supermatrix (supermatriks berbobot), dihitung dengan mengalikan nilai dari supermatriks-tanpa-pembobotan dengan bobot cluster yang terkait;

c.Komposisi dari Limiting Supermatrix (Supermatriks terbatas), dibuat dengan memangkatkan supermatriks-berbobot sampai stabil. Stabilisasi dicapai ketika semua kolom dalam supermatriks yang sesuai untuk setiap node memiliki nilai yang sama.

Langkah-langkah ini dilakukan dalam software Super Decisions, yang merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan untuk aplikasi ANP. Setiap subnetwork, prosedur yang sama diterapkan dan alternatif diberi peringkat.


(21)

21

 

4. Bobot Kepentingan dari Clusters dan Nodes

Penentuan bobot kepentingan dari faktor penentu dengan menggunakan hasil supermatriks-terbatas dari model ANP. Prioritas keseluruhan dari setiap alternatif dihitung melalui proses sintesis. Hasil yang diperoleh dari masing-masing subnetwork disintesis untuk memperoleh prioritas keseluruhan dari alternatif.

2.5.3 Prinsip Dasar ANP

Seperti halnya AHP, ANP juga memiliki prinsip-prinsip dasar. Menurut Saaty dalam Susilo (2008) prinsip-prinsip dasar ANP juga ada tiga, yaitu dekomposisi, penilaian komparasi, dan komposisi hirarkis atau sintesis dari prioritas, sama seperti prinsip dasar AHP. Prinsip dekomposisi diterapkan untuk menstrukturkan masalah yang kompleks menjadi kerangka hirarki atau jaringan cluster, sub-cluster, sub-sub cluster, dan seterusnya. Dengan kata lain dekomposisi adalah memodelkan masalah ke dalam kerangka ANP. Prinsip penilaian komparasi diterapkan untuk membangun pairwise comparison (perbandingan pasangan) dari semua kombinasi elemen-elemen dalam cluster dilihat dari cluster induknya. Perbandingan pasangan ini digunakan untuk mendapatkan prioritas lokal dari elemen-elemen dalam cluster dengan prioritas global seluruh hirarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global untuk elemen level terendah.

2.6. Landasan Matematik Penilaian Risiko

Menurut Halikas et al (2004) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar (bersifat subjektif) dan metode pengukuran risiko secara statistik (bersifat objektif). Menurut Hadiguna (2010), proses pengambilan keputusan yang melibatkan pendapat berbagai pakar menjadi sangat rumit jika setiap pendapat didasarkan pada kriteria jamak. Pengambilan keputusan tersebut dikenal dengan istilah Multi-Expert (Person) Multi Criteria Decision Making atau ME-MCDM. Proses agregasi rating dan preferensi serta penggabungan pendapat dari setiap pakar


(22)

mendukung penyelesaian teknik ME-MCDM, sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan (Hadiguna, 2010)

Operasi agregasi kriteria adalah metode Order Weighted Average (OWA). Operator OWA merupakan operator yang dapat dengan mudah menyesuaikan atau mengagresikan operator “dan” dan operator “atau” dalam persoalan ME-MCDM (Yager (1988) dalam Santoso (2005)). Operasi agregasi kriteria dirumuskan oleh Yager dalam Santoso (2005) yaitu:

dimana:

Pik = Nilai agregasi risiko dari penilai

I(qj) = Nilai kemungkinan terjadinya risiko (frekuensi)

NegI(qj)= Nilai negasi I (qj)

Pik(qj) = Nilai tingkat kekerasan risiko dari pendapat penilai (dampak)

v = Notasi maksimum

Rumus tersebut menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor keseluruhan.

Bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan formula: QA (k) = Sb(k)

dimana:

QA = Bobot rata-rata penilai pada skala k

q = Jumlah skala penilai risiko (5) r = Jumlah penilai (pakar) (3)

Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator Order Weighted Average (OWA) dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

Pi = Nilai agregasi risiko Qj = Bobot kelompok penilai

Bj = Pengurutan nilai dari besar ke kecil

^ = Notasi minimum

Pik=Min[NegI(qj)vPik(qj)]...(1) 

b(k)= Int [1 + k * ( q– 1) / r]……….……(2)


(23)

23

 

2.7. Penelitian Terdahulu

Santoso (2005) meneliti tentang Rekayasa Model Manajemen Risiko untuk Pengembangan Agroindustri Buah-buahan Secara Berkelanjutan. Penelitian ini membahas secara komprehensif manajemen risiko agroindustri buah-buahan khususnya mangga dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengambilan keputusan kriteria majemuk. Hasil penelitian ini adalah sistem penunjang keputusan M-RISK, yang terdiri dari lima model utama yang membantu pengambil keputusan dalam pengembangan agroindustri buah-buahan. Model M-RISK dapat digunakan untuk menentukan prioritas produk agroindustri unggulan, menganalisis risiko dan merumuskan strategi manajemen risiko pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran produk agroindustri, merumuskan manajemen kelembagaan dan menganalisis kelayakan usaha agroindustri dengan berbagai skenario. Risiko yang tertinggi dari penelitian tersebut adalah aspek pengadaan bahan baku. Kaitan penelitian ini adalah sebagai referensi proses manajemen risiko dan teknik yang digunakan.

Machfud dkk (2009), meneliti tentang Teknik Non Numeric ME-MCDM dan Sistem Pakar dalam Pengelolaan Risiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar - Crude Palm Oil. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber risiko mutu, menstrukturisasi sumber-sumber risiko mutu sebagai satu kesatuan dan merancang sistem penunjang keputusan untuk penilaian dan penanganan risiko penurunan mutu. Cakupan penelitian meliputi kebun, pabrik dan tangki timbun di pelabuhan. Sistem penunjang keputusan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan secara berkelompok yang melibatkan manajer kebun, manajer pabrik, dan manajer utama. Sistem penunjang keputusan yang dihasilkan adalah SIRPO yang berguna sebagai media untuk membantu pengambil keputusan dalam mengelola risiko mutu. Sumber-sumber risiko mutu distrukturisasi dalam tiga tingkatan yaitu faktor-faktor pemicu, kegiatan kunci dan unit operasional. Penilaian risiko dilakukan untuk mendapatkan tingkat risiko pada kegiatan kunci, unit operasional dan keseluruhan serta memberikan rekomendasi penanganan risiko sesuai dengan skor risiko. Hasil penilaian risiko mutu


(24)

adalah kebun berisiko tinggi dan penanganan risiko difokuskan pada transportasi tandan buah segar. Implikasi dari penilaian risiko mutu adalah pentingnya peningkatan koordinasi yang efektif antara unit operasional sehingga penjaminan mutu menjadi tangggung jawab bersama. Penilaian risiko mutu menjadi ukuran yang berguna dalam meningkatkan efektifitas pengelolaan risiko mutu minyak sawit kasar.

Hadiguna (2010) meneliti tentang Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasokan dan Penilaian Risiko Mutu pada Agroindustri Kelapa Sawit Kasar. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan cara penilaian risiko operasional, merumuskan model matematik manajemen panen-angkut-olah dan mengahasilkan rancang bangun sistem penunjang keputusan yang berfungsi untuk pengelolaan risiko penurunan dan optimasi rantai pasokan minyak sawit kasar. Rancangan sistem penunjang keputusan yang dihasilkan bernama SIRPRO yang berguna untuk menganalisis risiko penurunan mutu dan optimasi rantai pasok. SPK dirancang dengan mengintegrasikan teknik optimasi dan mekanisme protokol atau rule base sehingga mampu memberikan keluaran sesuai kebutuhan pengambil keputusan. Rancangan ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan pengelolaan mutu dan optimasi rantai pasok. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian risiko mutu menggunakan teknik Non-Numeric Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) dengan agregasi penilaian menggunakan teknik Order Weighted Average (OWA).


(25)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Kerangka Pemikiran Konseptual

PT Saung Mirwan melihat bahwa sayuran Edamame merupakan salah satu sayuran yang memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar luar dan dalam negeri masih terbuka lebar karena di dalam negeri, komoditas ini masih terdengar awam. Komoditas ini sering diekspor ke luar negeri seperti Negara Jepang. Kondisi ini membuat, sayuran Edamame memiliki peluang untuk lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia, yang mengakibatkan permintaan terhadap sayuran Edamame menunjukkan peningkatan.

Peningkatan produksi sayuran harus didukung dengan suatu sistem yang dapat mendukung produktivitas untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Sistem tersebut adalah manajemen rantai pasokan. Anggota rantai pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan terdapat dua jenis anggota, yaitu anggota primer dan anggota sekunder. Anggota yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah anggota primer. Anggota primer pada rantai

pasokan komoditas sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan adalah petani sayuran Edamame sebagai pemasok,

perusahaan atau PT Saung Mirwan sebagai pengolah, ritel sebagai konsumen. Manajemen rantai pasokan komoditas sayuran Edamame tidak menutup kemungkinan untuk mengatasi ketidakpastian kualitas dan kuantitas komoditas sayuran Edamame. Ketidakpastian terhadap sesuatu akan menjadi risiko yang dapat mengakibatkan kerugian usaha dalam mencapai keunggulan kompetitif untuk mempertahankan usaha komoditas sayuran Edamame. Penilaian risiko akan difokuskan kepada anggota primer rantai pasokan sayuran Edamame yang memiliki nilai prioritas yang paling tinggi. Risiko yang akan dikaji adalah risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi diantara risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. Risiko tersebut akan dianalisis dan dibentuk rancangan sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan komoditas sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan. Risiko yang telah dianalisis perlu dikelola dengan baik


(26)

untuk mencapai keunggulan kompetitif yang pada akhirnya membantu dalam keberlanjutan usaha. Keunggulan kompetitif yang dimaksud adalah keunggulan dalam hal kualitas dan biaya. Dengan adanya keunggulan kompetitif mampu menciptakan ketahanan dan keberlanjutan usaha komoditas sayuran Edamame PT Saung Mirwan. Diagram kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Peluang permintaan sayuran Edamame yang terus meningkat

Peluang pasar yang sangat luas

Peningkatan produksi sayuran Edamame

Manajemen rantai pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan: anggota primer

Ketidakpastian kualitas dan kuantitas sayuran Edamame

Penilaian risiko pada anggota rantai pasok sayuran Edamame PT Saung Mirwan yang memiliki nilai prioritas paling tinggi (nilai

prioritas paling tinggi dengan metode AHP dan ANP) 

Manajemen risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi (AHP dan ANP)

Rancangan model sistem penunjang keputusan

Keunggulan kompetitif

Ketahanan usaha


(27)

27

 

3.2.Tahapan Penelitian

Berdasarkan Gambar 5, tahapan penelitian secara rinci terdiri dari: 1. Identifikasi minat penelitian dan pemilihan topik penelitian.

2. Studi pustaka dan diskusi.

3. Proposal penelitian yang meliputi pendahuluan, tinjauan pustaka, dan metodologi penelitian.

4. Ijin dan penjajakan penelitian merupakan kegiatan pra survey.

5. Pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner kepada anggota primer rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan (petani Edamame sebagai pemasok, perusahaan atau PT Saung Mirwan sebagai pengolah, ritel sebagai konsumen). Wawancara dengan responden ahli bertujuan untuk melakukan penilaian risiko (risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) komoditas sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan.

6. Input data ke program SuperDecisions ANP version 2.0.8 dan Microsoft Excel 2007.

7. Pengolahan data primer identifikasi rantai pasokan sayuran Edamame dengan menggunakan analisis deskriptif. Menentukan prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame dalam manajemen risiko rantai pasok menggunakan metode Analytic Hierarchy Process dan Analytic Network Process. Pengolahan data primer identifikasi risiko rantai pasok sayuran Edamame dengan analisis deskriptif berdasarkan proses manajemen risiko (identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, pengolahan risiko atau penanganan risiko). Identifikasi risiko dan penanganan risiko menggunakan metode Non Numeric Multi Criteria Decision Making (MCDM), Order Weighted Average (OWA). Pengolahan data sekunder mengenai Edamame dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.

8. Merumuskan faktor-faktor risiko dan peubah penentu yang dibutuhkan dalam penilaian risiko rantai pasokan. Cara yang dilakukan melalui


(28)

wawancara dengan pakar. Faktor risiko akan distrukturisasi secara hirarki sehingga dapat menggambarkan keterkaitan antar faktor.

9. Merumuskan basis aturan untuk menerjemahkan hasil penilaian risiko. Rekomendasi yang berasal dari para ahli (pakar) dan pelaku usaha.

Kesimpulan dan saran Analisis deskriptif risiko Ijin dan penjajakan penelitian

Pengumpulan data

Analisis anggota primer rantai pasokan Sayuran

Edamame

Analisis risiko

Identifikasi risiko dan penanganan risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi pada anggota pimer yang

memiliki nilai prioritas paling tinggi

Penilaian pakar

(Non Numeric

MCDM) dan Teknik agregasi OWA

Rancangan awal sistem penunjang keputusan Input data

identifikasi risiko Identifikasi

rantai pasokan

Input data identifika si rantai pasok

Analisis deskriptif

Pengukuran probabilitas dan

dampak risiko

Pemetaan risiko

Gambar 5. Tahapan Penelitian

Identifikasi minat penelitian dan pemilihan topik penelitian

Pembuatan

rule base Studi pustaka dan diskusi


(29)

29

 

3.3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai dari Bulan Desember 2011 - Februari 2012. Tempat penelitian dilaksanakan di Bogor, tepatnya di PT Saung Mirwan yang terletak di Desa Sukamanah, Kampung Pasir Muncang, Kecamatan Megamendung - Bogor, dengan objek penelitian adalah sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan.

Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja karena PT Saung Mirwan merupakan perusahaan agribisnis yang memiliki banyak

pengalaman di bidang hortikultura, yaitu sayuran dan bunga. Selain itu, PT Saung Mirwan merupakan perusahaan yang telah memperkenalkan sayuran Edamame di sekitar Bogor dan sekitarnya. Sayuran Edamame dipilih

karena permintaan sayuran Edamame dalam tiga tahun terakhir (tahun 2009-2011) paling besar dibandingkan dengan Lettuce dan Ceysin

(keduanya merupakan komoditas yang diminta juga oleh pihak ritel), sayuran Edamame diproduksi secara rutin, dan merupakan komoditas utama PT Saung Mirwan di bidang ritel.

3.4.Jenis dan Metode Pengumpulan Data/Informasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari penelitian yang dilakukan. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara dengan bantuan kuesioner, dan wawancara secara langsung dengan anggota rantai pasokan komoditi sayuran Edamame. Data sekunder berupa studi pustaka dari data lain yang berkaitan dengan topik penelitian ini yang diperoleh dari jurnal, buku, website, disertasi, skripsi yang berhubungan dengan perkembangan sayuran Edamame, risiko rantai pasokan, manajemen risiko rantai pasokan sayuran Edamame, dan data penjualan sayuran Edamame periode tahun 2009 - 2011 pada PT Saung Mirwan.

Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi adalah salah satu instrumen pengumpulan data dengan cara pengamatan dan pencatatan secara teliti dan sistematis mengenai


(30)

gejala-gejala (fenomena) yang sedang diteliti. Obyek yang akan diamati adalah lahan sayuran Edamame, sayuran Edamame, proses budidaya sayuran Edamame.

2. Wawancara adalah pengumpulan data dengan bertanya jawab langsung antara petugas (peneliti) dengan responden. Wawancara dilakukan kepada petani sayuran Edamame, pemangku jabatan di PT Saung Mirwan (Direktur utama, Wakil Direktur, Manajer, Kepala Bagian), dan pihak ritel. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dibagikan kepada responden untuk diisi dan kemudian dikembalikan kepada peneliti. Kuesioner akan dibagikan kepada petani, pemangku jabatan di PT Saung Mirwan (Direktur utama, Wakil Direktur, Manajer, Kepala Bagian), dan pihak ritel. Kuesioner dibagi menjadi empat jenis, yaitu a. kuesioner untuk mengidentifikasi rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh

PT.Saung Mirwan (untuk petani, PT Saung Mirwan, dan ritel), b. kuesioner untuk menentukan prioritas dari anggota rantai pasok sayuran

Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasok, c. kuesioner untuk mengidentifikasi risiko rantai pasokan sayuran Edamame, dan d. kuesioner untuk penilaian risiko rantai pasokan sayuran Edamame.

a. Kuesioner Identifikasi Rantai Pasokan sayuran Edamame (petani, PT Saung Mirwan, dan ritel)

Kuesioner untuk petani berisi identitas responden, identitas usaha, dan aspek budaya. Identitas responden berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data kepribadian responden yang terdiri dari nama, alamat (kecamatan dan desa), nomor telepon atau handphone yang dapat dihubungi, dan latar belakang pendidikan responden. Identitas usaha berisi pertanyaan yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan atau yang dimiliki, dan kurun waktu lamanya menjalankan usaha. Aspek budidaya berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pola budidaya, tahapan budidaya Edamame, sumber bibit yang diperoleh, sistem pemesanan bibit, mekanisme pembayaran bibit, kesesuaian tahapan budidaya Edamame


(31)

31

 

yang dilakukan dengan Good Agricultural Practise (GAP), dan gambaran mengenai hubungan antara petani Edamame dengan PT Saung Mirwan.

Kuesioner untuk pemangku jabatan PT Saung Mirwan hanya diberikan kepada bidang produksi dan komersial karena bidang tersebut yang memiliki hubungan langsung dengan topik penelitian. Divisi dari Bidang Produksi yang dilibatkan adalah Divisi kemitraan. Kuesioner untuk Divisi Kemitraan berisi identitas responden dan aspek kemitraan. Identitas responden berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data kepribadian responden yang terdiri dari nama, alamat (kecamatan dan desa), nomor telepon atau handphone yang dapat dihubungi, latar belakang pendidikan responden, pekerjaan, dan jabatan. Aspek kemitraan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai jenis dan bentuk kemitraan yang dilakukan dengan petani Edamame, tujuan kemitraan, sistem transaksi, risiko yang terjadi dalam menjalin kemitraan dengan petani Edamame, tahapan budidaya Edamame, sumber bibit yang diperoleh, gambaran mengenai hubungan kemitraan antara petani Edamame dengan PT Saung Mirwan, kesulitan dan cara mengatasi kesulitan dalam melakukan hubungan kemitraan dengan petani.

Divisi dari Bidang Komersial yang dilibatkan adalah Divisi pemasaran, pengemasan, dan pengadaan. Kuesioner untuk Divisi Pemasaran berisi identitas responden dan aspek pemasaran. Aspek pemasaran berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tujuan pemasaran, bentuk kerjasama yang dilakukan dengan pihak ritel, bauran strategi pemasaran, bauran pemasaran, sistem pemesanan dan mekanisme pembayaran antara PT Saung Mirwan dengan pihak ritel, cara pendistribusian Edamame ke

ritel, gambaran mengenai hubungan kerjasama antara PT Saung Mirwan dengan pihak ritel, kesulitan dan cara mengatasi


(32)

Kuesioner untuk Divisi Pengemasan berisi identitas responden dan aspek pengemasan. Aspek pengemasan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai

penanganan pascapanen Edamame, kemasan Edamame PT Saung Mirwan, proses pengemasan Edamame, kesulitan dan cara

mengatasi kesulitan dalam pengemasan Edamame pada PT Saung Mirwan.

Kuesioner untuk Divisi Pengadaan berisi identitas responden dan aspek pengadaan. Aspek pengadaan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pemasok Edamame, pendistribusian Edamame dari pemasok ke PT Saung Mirwan, sistem pengadaan Edamame yang selama ini dilakukan, sistem pemesanan dan mekanisme pembayaran Edamame antara petani ke PT Saung Mirwan, gambaran mengenai hubungan kerjasama antara PT Saung Mirwan dengan pemasok Edamame, permasalahan dan cara mengatasi permasalahan dalam pengadaan Edamame pada PT Saung Mirwan selama ini.

Kuesioner untuk ritel berisi identitas responden, identitas usaha, aspek pemasaran, aspek kemitraan, aspek pengadaan, dan aspek pengemasan. Identitas responden berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data kepribadian responden yang terdiri dari nama, alamat (kecamatan dan desa), nomor telepon atau handphone yang dapat dihubungi, jenis kelamin, umur responden, latar belakang pendidikan responden, pekerjaan, dan jabatan. Identitas usaha berisi pertanyaan yang berkaitan dengan profil perusahaan (nama perusahaan, alamat perusahaan, bentuk perusahaan, visi dan misi perusahaan) dan kegiatan perusahaan.

Aspek pemasaran berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tujuan pemasaran, bentuk kerjasama yang dilakukan antara pihak ritel dengan PT Saung Mirwan, bauran strategi pemasaran, bauran pemasaran, dan pendapat pihak ritel mengenai kualitas Edamame PT Saung Mirwan.


(33)

33

 

Aspek kemitraan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai jenis dan bentuk kemitraan yang dilakukan dengan PT Saung Mirwan, tujuan kemitraan, sistem transaksi, risiko yang terjadi dalam menjalin kemitraan dengan PT Saung Mirwan, gambaran mengenai hubungan kemitraan antara pihak ritel dengan PT Saung Mirwan, kesulitan dan cara mengatasi

kesulitan dalam melakukan hubungan kemitraan dengan PT Saung Mirwan.

Aspek pengadaan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pemasok Edamame, sistem pengadaan Edamame yang selama ini dilakukan, permasalahan dan cara mengatasi permasalahan dalam pengadaan Edamame pada ritel. Aspek pengemasan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pendapat ritel tentang kualitas pengemasan Edamame PT Saung Mirwan.

b. Kuesioner untuk menentukan prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame.

Kuesioner untuk menentukan prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame dalam manajemen risiko rantai pasok ditujukkan kepada PT Saung Mirwan, terdiri dari identitas responden dan penentuan prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasok.

c. Kuesioner Identifikasi Risiko Rantai Pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan

Kuesioner identifikasi risiko ditujukkan kepada PT Saung Mirwan terdiri dari identitas responden dan risiko. Identitas

responden berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data kepribadian responden yang terdiri dari nama, alamat (kecamatan dan desa), nomor telepon atau handphone yang dapat dihubungi, jenis kelamin, umur responden, latar belakang pendidikan responden, pekerjaan, dan jabatan.


(34)

Responden memberikan penilaian terhadap frekuensi dan dampak terjadinya risiko dengan skala Sangat Tinggi (ST=5), Tinggi (T=4), Sedang/Netral (S/N=3), Rendah (R=2), Sangat Rendah (SR=1). Setelah itu, responden mengidentifikasi upaya manajemen risiko yang telah dilakukan, hasil dari upaya tersebut, serta pihak-pihak lain yang diharapkan dapat membantu mengantisipasi atau mengeliminasi risiko. d. Kuesioner Penilaian Risiko Rantai Pasokan sayuran Edamame yang

diintroduksi oleh PT Saung Mirwan

Kuesioner penilaian risiko ditujukkan kepada pakar untuk mengetahui nilai agregasi risiko. Responden pakar atau ahli memberikan penilaian terhadap frekuensi dan dampak terjadinya risiko dengan skala Sangat Tinggi (ST=5), Tinggi (T=4), Sedang/Netral (S/N=3), Rendah (R=2), Sangat Rendah (SR=1). Pakar mengidentifikasi upaya manajemen risiko yang dapat dilakukan serta pihak-pihak lain yang diharapkan dapat membantu mengantisipasi atau mengeliminasi risiko.

3.5.Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel berdasarkan non probability sampling. Pengambilan sampel non probability sampling dilakukan secara purposive sampling dan convenience sampling. Purposive sampling atau judgement sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu atau pengambilan sampel yang disesuaikan untuk menjawab tujuan dan maksud penelitian dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Kriteria dari sampel yang dipilih adalah bagian dari kemitraan PT Saung Mirwan, sampel yang mengetahui dan terlibat dalam aliran komoditas, finansial, dan informasi yang terjadi dalam rantai pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan. Convenience sampling adalah teknik penentuan sampel dengan memilih unit-unit analisis dengan cara yang dianggap sesuai oleh peneliti.

Responden identifikasi rantai pasokan sayuran Edamame terdiri dari petani Edamame sebagai pemasok, PT Saung Mirwan sebagai pengolah, dan ritel sebagai konsumen. Responden untuk menentukan prioritas dari anggota rantai pasok adalah PT Saung Mirwan. Responden identifikasi risiko rantai


(35)

35

 

pasokan adalah pihak yang berkepentingan di PT Saung Mirwan. Responden ahli adalah tiga orang pemangku jabatan di PT Saung Mirwan.

3.6.Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Excel 2007 dan SuperDecisions ANP version 2.0.8, sedangkan bentuk analisis data yang digunakan adalah:

3.6.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah alat analisis yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu stastistik hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan (generik/inferensia). Analisis deskriptif berfungsi untuk menggambarkan atau mendeskripsikan obyek yang diteliti sebagaimana adanya. Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk menggambarkan keadaan umum rantai pasokan sayuran Edamame dan menggambarkan aspek-aspek risiko operasional sayuran Edamame.

3.6.2 Metode AHP (Analytic Hierarchy Process)

Metode Analytic Hierarchy Process digunakan untuk mengetahui nilai prioritas tertinggi atau terbesar dari anggota rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan (petani, PT Saung Mirwan, dan ritel) dan untuk mengetahui nilai prioritas tertinggi atau terbesar dari risiko rantai pasokan sayuran Edamame (risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan). Adapun tahapan yang dilakukan dalam AHP adalah:

1. Penyusunan Prioritas

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan. Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan


(36)

tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terhadap sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif

untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks Perbandingan Berpasangan

C A1 A2 … An

A1 a11 a12 … a1n

A2 a21 a22 … a2n

: : : … :

Am am1 am2 … amn

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1

(kolom) yang menyatakan hubungan:

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C

dibandingkan dengan A1 (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadapA1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris)

dibandingkan dengan A1 (kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada Tabel 4.

Contoh Pairwise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu:

Baris 1 kolom 2: Jika K dibandingkan L, maka K sedikit lebih penting/cukup penting dari L yaitu sebesar 3, artinya K moderat


(37)

37

 

Tabel 4. Skala Perbandingan Fundamental

Intensitas

Kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama Penting Dua kegiatan berkontribusi

sama terhadap tujuannya

3 Sedikit Lebih

Penting

Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan sedikit berkontribusi atas yang lain

5 Lebih Penting Pengalaman dan penilaian

suatu kegiatan berkontribusi sangat kuat atas yang lain, menunjukkan dominasinya dalam praktek

7 Sangat Lebih

Penting

Suatu kegiatan yang favorit berkontribusi sangat kuat atas yang lain; menunjukkan dominasinya dalam praktek

9 Mutlak Lebih

Penting

Bukti yang menguntungkan satu kegiatan di atas yang lain merupakan kemungkinan urutan afirmasi tertinggi

2, 4, 6, 8 Untuk kompromi

antara nilai-nilai di atas

Kadang-kadang perlu melakukan interpolasi penilaian kompromi secara numerik karena tidak ada istilah yang pas untuk menggambarkan hal tersebut

Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah

satu angka dari skala

perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty ketika dibandingkan dengan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika

dibandingkan dengan elemen i

Rasio Rasio yang

didapat langsung dari pengukuran


(38)

2.Eigen value dan Eigen vector

Apabila pengambil keputusan sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level (tingkatan). Di bawah ini adalah definisi-definisi yang berkaitan dengan eigen value dan eigen vector, yaitu antara lain: a. Matriks

Matriks adalah sekumpulan elemen berupa angka/simbol tertentu yang tersusun dalam baris dan kolom berbentuk persegi. Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital ditebalkan (misal matriks A, dituliskan dengan A).

b. Vektor dari n dimensi

Suatu vector dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen-elemen yang teratur berupa angka-angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari atas ke bawah (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n) maupun menurut kolom, dari kiri ke kanan (disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entry riil dinotasikan dengan Rn.

c. Eigen value dan Eigen Vector

Definisi : Jika A adalah matriks n x n maka vector tak nol x di dalam Rn dinamakan Eigen Vector dari Ajika Ax kelipatan skalar

λ, yakni

Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vektor yang bersesuaian dengan λ.

3. Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan yang lainnya adalah syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi


(39)

39

 

decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Apabila CI bernilai nol, maka matriks pairwise comparison tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Random Indeks (RI). Rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut:

……….………..(5)

Bila matriks pairwise comparison dengan nilai CR < 0.100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima, jika CR > 0.100 maka penilaian perlu diulang.

3.6.3 Metode Analytical Network Process (ANP)

Metode ANP digunakan untuk manghitung bobot kinerja rantai pasok dengan memperhatikan tingkat ketergantungan antar kelompok atau cluster. Perhitungan ANP dapat diselesaikan juga dengan menggunakan software Super Decisions. Adapun tahapan yang dilakukan dalam ANP adalah:

1. Pembuatan Konstruksi Model

Langkah pertama adalah membuat model yang akan dievaluasi dan menentukan satu set lengkap jaringan kelompok (komponen) dan elemen-elemen yang relevan dengan tiap kriteria kontrol. Selanjutnya untuk masing-masing kriteria kontrol, tentukan semua elemen di tiap kelompok dan hubungkan mereka sesuai dengan pengaruh ketergantungan dari luar dan dari dalam kelompok. Hubungan tersebut menunjukkan adanya aliran pengaruh antar elemen. Anak panah yang menghubungkan suatu kelompok dengan kelompok yang lain menunjukkan pengaruh elemen suatu kelompok terhadap elemen kelompok yang lain. Selain itu, kelompok dari elemen memiliki loop di dalam diri mereka sendiri jika


(40)

elemen-elemennya saling bergantung satu sama lain. Selanjutnya hasil kuesioner dari beberapa responden digabung untuk menentukan ada tidaknya hubungan saling ketergantungan antar kriteria.

2. Pembuatan Matriks Perbandingan Berpasangan antar Kelompok/Elemen

Pada tahap kedua ini, dipilih kelompok dan elemen-elemen yang akan dibandingkan sesuai dengan kriteria kontrol (apakah mereka mempengaruhi kelompok dan elemen lain yang berkaitan dengan kriteria kontrol atau dipengaruhi oleh kelompok dan elemen lainnya). Gunakan jenis pertanyaan yang sama untuk membandingkan elemen dalam kelompok, yang berkaitan dengan elemen spesifik dalam suatu kelompok (kriteria kontrol); pasangan elemen mana yang berpengaruh lebih besar? Gunakan jenis pertanyaan yang sama untuk membandingkan kelompok. Kemudian, gunakan skala perbandingan fundamental pada Tabel 4, lakukan perbandingan berpasangan berikut matriks antara kelompok/elemen untuk menurunkan eigen vector dan untuk membentuk supermatriks. Perbandingan berpasangan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Perbandingan Kelompok

Melakukan perbandingan berpasangan pada kelompok yang mempengaruhi masing-masing kelompok yang saling terhubung, yang berkaitan dengan kriteria kontrol yang diberikan. Bobot yang diperoleh dari proses ini akan digunakan untuk memberikan bobot pada elemen-elemen yang sesuai dengan kolom blok dari supermatriks. Tetapkan nol bila tidak ada pengaruh.

b. Perbandingan Elemen

Melakukan perbandingan berpasangan pada elemen-elemen dalam kelompok mereka sendiri berdasarkan pengaruh mereka pada setiap elemen dalam kelompok lain yang saling terhubung (atau elemen-elemen dalam kelompok mereka sendiri).


(41)

41

 

c. Perbandingan untuk Alternatif

Membandingkan semua alternatif yang berkaitan dengan masing-masing elemen di dalam komponen. Perbandingan berpasangan dilakukan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan, dengan nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan

relatif dari elemen pada baris (i) terhadap elemen pada kolom (j); misalkan aij = wi / wj. Jika ada n elemen yang dibandingkan, maka

matriks perbandingan A didefinisikan sebagai :

3. Pembuatan Supermatriks

Vektor prioritas yang berasal dari matriks perbandingan berpasangan dimasukkan sebagai sub kolom dari kolom yang sesuai pada supermatriks. Supermatriks merepresentasikan prioritas pengaruh dari elemen di sebelah kiri matriks terhadap elemen di atas matriks. Hasil dari proses ini adalah unweighted supermatrix (supermatriks yang tidak tertimbang). Kemudian, weighted supermatrix (supermatriks yang tertimbang) diperoleh dengan mengalikan semua elemen di blok dari unweighted supermatrix dengan bobot kelompok yang sesuai. Weighted supermatrix, dimana masing-masing kolom dijumlahkan jadi satu, dikenal sebagai kolom matriks stokastik. Weighted supermatrix kemudian dinaikkan sampai batas kekuatan untuk memperoleh prioritas akhir dari semua elemen dalam matriks limit yang disebut juga limiting supermatrix. Kemudian, hasil sintesis dari prioritas ini dinormalkan untuk memilih alternatif prioritas tertinggi. Di bawah ini merupakan struktur umum dari supermatriks.


(42)

Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang menunjukkankepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke-j. Beberapa masukan yang menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang menghasilkan nilai kepentingan bukan nol (Saaty, 2006). i dan j menunjukkan cluster yang dipengaruhi dan mempengaruhi, dan n adalah elemen dari cluster yang bersangkutan.

Komponen dari sub-matriks dalam Wij adalah merupakan

skala rasio yang diturunkan dari perbandingan pasangan yang dilakukan pada elemen di dalam cluster itu sendiri sesuai dengan pengaruhnya pada setiap elemen pada cluster yang lain atau elemen-elemen dalam cluster yang sama. Hasilnya yang berupa unweighted supermatrix kemudian ditransformasikan menjadi suatu matriks yang penjumlahan dalam kolom menghasilkan angka satu untuk mendapatkan supermatriks stokastik. Bobot yang diperoleh digunakan untuk membobot elemen-elemen pada blok-blok kolom cluster yang sesuai dari supermatrik, yang akan menghasilkan weighted supermatrix yang juga stokastik. Sifat stokastik diperlukan dengan alasan-alasan yang akan dijelaskan di bawah ini.

Suatu elemen dapat mempengaruhi elemen kedua secara langsung dan tidak langsung melalui pengaruhnya pada elemen ketiga dan kemudian dengan pengaruh dari elemen ketiga pada elemen kedua, sehingga setiap kemungkinan dari elemen ketiga harus diperhitungkan. Hal ini tertangkap dengan mengalikan matriks terbobot pangkat dua.

Namun, elemen ketiga juga mempengaruhi elemen keempat, yang selanjutnya mempengaruhi elemen kedua. Pengaruh-pengaruh ini bisa diperoleh dari pangkat tiga weighted supermatrix. Selama proses berjalan secara berkesinambungan, akan didapatkan deret tak


(43)

43

 

terbatas dari matriks pengaruh yang dinyatakan dengan Wk, k=1, 2,… .

4.Uji Konsistensi Index dan Rasio

Untuk kedua tahap tersebut sama dengan pada pengukuran kinerja menggunakan AHP.

3.6.4 Analisis Risiko

Analisis risiko secara deskriptif berdasarkan analisis manajemen risiko yaitu identifikasi risiko dengan teknik Non Numeric Multi Expert Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM). Pengukuran risiko rata-rata skor pendapat responden menggunakan modus yang selanjutnya dipetakan pada peta risiko. Selanjutnya analisis risiko untuk mendapatkan model risiko menggunakan teknik ME-MCDM untuk penilaian risiko dari responden ahli. Teknik agregasi risiko menggunakan metode Ordered Weighted Averaging (OWA). Tingkatan risiko dihubungkan dengan basis pengetahuan menggunakan basis aturan. Rumus hubungan ini menggunakan logika IF-THEN

dengan format umum sebagai berikut IF (Tingkat Risiko) THEN (rekomendasi 1, rekomendasi 2,...).

Metode penilaian risiko merujuk pada Santoso (2005). Jika dampak risiko sangat tinggi dan kemungkinan risiko sangat tinggi maka tingkat risiko pada suatu bagian akan menjadi sangat tinggi. Skala penilaian penurunan mutu ditentukan berdasarkan lima tingkatan yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

3.6.5 Tahapan Penilaian Risiko

Tahapan penilaian risiko diawali dengan penilaian risiko oleh pakar. Setelah penilaian pakar, tentukan Bj sebagai urutan nilai dari terbesar hingga nilai terkecil. Jumlah pakar yang ditetapkan dalam penilaian adalah tiga orang dengan batasan risiko merujuk Yager dalam Hadiguna (2010) yaitu sebagai berikut:

QA (k) = Sb(k)

b(1) = Int [1 + 1 * ( 5 – 1) / 3], dimana k= 1,2,3


(44)

Perbandingan secara bebas dilakukan antara nilai aktual dengan preferensi pengambil keputusan dengan cara menghitung nilai tingkat kepentingan setiap peubah penentu menggunakan rumus 3 yaitu:

Pi = Maxj...r [ Qj ^ Bj]

Nilai agregasi risiko merupakan hubungan antara kemungkinan terjadinya risiko dan dampak risiko.Tujuan manajemen risiko rantai pasokan Sayuran Edamame adalah mendapatkan tindakan manajerial untuk mengatasi dampak risiko tersebut. Tindakan manajerial diperoleh melalui pengetahuan para praktisi di lapang dan pakar. Rangkuman tindakan manajerial tersebut dapat diolah menjadi sebuah rule base.

Hubungan antara tingkat risiko dan kumpulan tindakan-tindakan manajerial akan menghasilkan tindakan-tindakan manajerial yang sesuai dengan tingkat risiko. Agregasi tingkatan risiko yang diperoleh akan dihubungkan dengan basis pengetahuan menggunakan rule base. Prosedur penilaian risiko dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut:

1. Memasukkan hasil penilaian kemungkinan risiko dan dampak risiko untuk setiap elemen. Penilaian berdasarkan skala penilaian risiko. Data penilaian risiko diperoleh berdasarkan pendapat tiga orang ahli (pakar).

2. Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai risiko dari setiap faktor risiko untuk setiap pengambil keputusan ke-j (Vij) pada semua

variabel (peubah) risiko. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Yager dalam Santoso (2005) adalah: Pik=Min[NegI(qj)vPik(qj)]

3. Menentukan bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan formula: b(k)= Int [1 + k * ( q – 1) / r]

4. Menentukan nilai gabungan dari seluruh nilai pakar dengan metode OWA= Pi= Maxj...r [ Qj ^ Bj]

5. Melakukan proses perhitungan dari tahap 2 sampai tahap 4 dilakukan secara berulang sampai didapat agregasi secara total.


(45)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Rantai Pasokan Sayuran Edamame 4.1.1 Karakteristik dan Budidaya Sayuran Edamame

Salah satu sayuran yang memiliki prospek yang baik untuk dipasarkan adalah sayuran Edamame. Seiring dengan perkembangan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat Indonesia serta kebutuhan industri, maka konsumsi kedelai sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol semakin diminati bagi sejumlah besar masyarakat Indonesia. Sayuran Edamame merupakan salah satu tanaman sejenis kedelai yang berasal dari daerah sub tropika, yang telah berhasil dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini dikonsumsi sebagai kedelai segar, dengan rasa yang unik dan sangat tinggi nilai gizinya sebagai sumber vitamin, mineral, protein, energi. Sayuran Edamame menjadi satu-satunya sayuran yang mengandung semua (sembilan) jenis asam amino esensial, yang dapat menstabilkan kadar gula darah, meningkatkan metabolisme dan kadar energi, serta membantu membangun otot dan sel-sel sistem imun.

Sayuran Edamame memiliki ukuran yang lebih besar daripada kedelai biasa. Jenis sayuran Edamame yang dibudidayakan oleh PT Saung Mirwan adalah jenis Ryokoh. Lahan tanam yang ideal untuk Sayuran Edamame yaitu pada ketinggian di bawah 1000 m di atas permukaan laut, derajat keasamaan tanah (pH) sekitar 5,5 - 6, dan tanahnya subur.

Budidaya sayuran Edamame dapat dilakukan secara tumpang sari maupun monokultur. Budidaya sayuran Edamame dapat dilakukan secara tumpang sari, yaitu dengan Pohon Durian, Pohon Salak, dan Pohon Pisang. Informasi mengenai budidaya sayuran Edamame diperoleh dari penyuluhan dan pembinaan, yang dilakukan oleh penyuluh PT Saung Mirwan kepada petani mitra. Bagi petani mitra yang mengikuti saran yang dianjurkan oleh PT Saung Mirwan, mereka cenderung mendapatkan hasil panen yang lebih baik. Budidaya sayuran


(46)

Edamame yang diajarkan oleh PT Saung Mirwan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu antara lain:

1. Persiapan Lahan

Sebelum dilakukan pengolahan tanah, dilakukan terlebih dahulu pengecekan pH tanah untuk memperoleh hasil penanaman yang baik. pH optimal tanah yaitu pH 6. Apabila pH tanah di bawah pH 6, maka perlu diaplikasikan kapur pertanian atau dolomit. Untuk areal selain lahan ex sawah, dianjurkan untuk mengaplikasikan herbisida dengan tujuan untuk mengurangi biaya pemeliharaan. Penerapan hal ini dilakukan 20 hari sebelum pengolahan tanah.

2. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum penanaman, dengan menggunakan bajak. Tujuan pengolahan tanah yaitu untuk membuka tanah dan mematikan biji-biji rumput atau akar-akar rumput, sehingga pertumbuhan rumput terhambat. Tinggi bedengan untuk tanaman sayuran Edamame yaitu +/- 15 - 20 cm dari permukaan tanah, panjang bedengan 10 m, dan lebar bedengan 1,1 m. Jarak antar bedengan tanaman Sayuran Edamame yaitu 40 - 60 cm.

3. Persiapan Tanam

Pupuk kandang yang dianjurkan oleh PT Saung Mirwan adalah pupuk kandang sapi atau kambing yang sudah masak (tidak berbau dan berwarna hitam), tetapi tidak memungkinkan dapat menggunakan pupuk ayam. Pupuk disebarkan di atas bedengan dalam jumlah 4 ton/ha dan bisa dilakukan secara bersamaan dengan penyebaran dolomit (bila diperlukan). Penyebaran pupuk dasar yaitu Urea 100 kg/ha, SP 36 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha dilakukan tujuh hari sebelum tanam, setelah lahan digaru, tujuannya adalah supaya pupuk tercampur dengan tanah. Apabila lahan penanaman kering, sebaiknya 1 - 2 hari sebelum pananaman dilakukan pengairan.


(1)

Lampiran 9. Agregasi Risiko SDM Keseluruhan Tahap 1

Risiko Frekuensi

Pakar1 Pakar2 Pakar3 Petani 4 2 2 3 Karyawan 4 2 1 2

R= Risiko, NF= Negasi Frekuensi Pakar

R1 NF1 Maks1 R2 NF2 Maks2 R3 NF3 Maks3

4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4

min 4 min 4 min 4

Pakar 1 4 4 Pakar 2 4 4 Pakar 3 4 4

Tahap 2 Tahap 3

Bobot Pakar

1 2,33 2

2 3,67 4

3 5,00 5

Negasi Frekuensi Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3

4 4 3 4 5 4

Bobot Pakar

Urutan B Min 2 4 2 4 4 4 5 4 4


(2)

119

 

Lampiran 10. Agregasi Risiko Sistem Tahap 1

Kode Frekuensi Dampak

Pakar1 Pakar2 Pakar3 Pakar1 Pakar2 Pakar3

KR31 3 2 2 3 4 5

KR32 2 1 2 4 3 5

KR33 2 1 2 4 4 4

KR34 2 2 2 3 4 4

KR35 2 2 2 3 3 4

KR36 2 1 2 2 4 4

KR37 2 2 2 4 4 4

KR38 2 2 2 4 4 4

KR39 2 2 1 3 4 4

KR40 2 1 1 4 4 4

DP= Dampak Pakar, NF= Negasi Frekuensi Pakar

DP1 NF1 Maks1 DP2 NF2 Maks2 DP3 NF3 Maks3 3 3 3 4 4 4 5 4 5 4 4 4 3 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5 5

min 3 min 4 min 4

Pakar 1 3 4 Pakar 2 4 4 Pakar 3 4 3

Tahap 2 Tahap 3

Bobot Pakar

1 2,33 2

2 3,67 4

3 5,00 5

Negasi Frekuensi Pakar1 Pakar2 Pakar3

3 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5

Bobot Pakar

Urutan B Min 2 4 2 4 4 4 5 3 3


(3)

Lampiran 11. Agregasi Risiko karena kejadian di luar perusahaan Tahap 1

Kode Frekuensi Dampak

Pakar1 Pakar2 Pakar3 Pakar1 Pakar2 Pakar3

KR41 4 3 4 5 4 5

KR42 2 1 1 3 4 5

KR43 3 3 2 4 4 5

KR44 3 3 2 4 4 5

KR45 3 3 2 4 4 5

DP= Dampak Pakar, NF= Negasi Frekuensi Pakar

DP1 NF1 Maks1 DP2 NF2 Maks2 DP3 NF3 Maks3 5 2 5 4 3 4 5 2 5 3 4 4 4 5 5 5 5 5 4 3 4 4 3 4 5 4 5 4 3 4 4 3 4 5 4 5 4 3 4 4 3 4 5 4 5

min 4 min 4 min 5

Pakar 1 4 5 Pakar 2 4 4 Pakar 3 5 4

Tahap 2 Tahap 3

Bobot Pakar

1 2,33 2

2 3,67 4

3 5,00 5

Negasi Frekuensi Pakar1 Pakar2 Pakar3

2 3 2 4 5 5 3 3 4 3 3 4 3 3 4

Bobot Pakar

Urutan B Min 2 5 2 4 4 4 5 4 4


(4)

121

 

Lampiran 12. Agregasi Risiko Operasional secara keseluruhan Tahap 1

Risiko Frekuensi

Pakar1 Pakar2 Pakar3 Proses 4 2 2 2 SDM (Sumber

Daya Manusia) 4 4 3 2

Sistem 4 3 1 2 Kejadian Di luar

Perusahaan 4 4 3 2

NF= Negasi Frekuensi Pakar

Risiko NF1 Maks1 Risiko NF2 Maks2 Risiko NF3 Maks3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 2 4 4 3 4 4 4 4

min 4 min 4 min 4

Pakar 1 4 4 Pakar 2 4 4 Pakar 3 4 4

Tahap 2 Tahap 3

Bobot Pakar

1 2,33 2

2 3,67 4

3 5,00 5

Negasi Frekuensi

Pakar1 Pakar2 Pakar3 4 4 4 2 3 4 3 5 4 2 3 4

Bobot Pakar

Urutan B Min 2 4 2 4 4 4 5 4 4


(5)

Arni Novriana Sijabat. H24080032. Manajemen Risiko Rantai Pasokan Sayuran

Edamame yang diintroduksi Oleh PT Saung Mirwan. Di bawah bimbingan

Muhammad Syamsun dan Alim Setiawan S.

Edamame merupakan salah satu tanaman sejenis kedelai yang berasal dari daerah sub tropika, yang telah berhasil dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini merupakan komoditi unggul yang dikonsumsi sebagai kedelai segar (vegetable soybean), dengan rasa yang unik dan sangat tinggi nilai gizinya sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan energi. Risiko adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Risiko terhadap kuantitas dan kualitas sayuran Edamame harus diperhatikan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yaitu dengan cara melakukan manajemen risiko rantai pasokan sayuran Edamame. Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis manajemen rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan, (2) Menganalisis prioritas

dari anggota rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi

oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan, (3) Menganalisis manajemen risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan, (4) Menganalisis rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang terkait dengan manajemen risiko rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

software Excel 2007 dan SuperDecisions ANP version 2.0.8. Bentuk analisis data

yang digunakan adalah analisis deskriptif, metode Analytic Hierarchy Process

(AHP), metode Analytic Network Process (ANP), dan analisis risiko Non Numeric

Multi Expert Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM), metode Ordered

Weighted Averaging (OWA), dan rumus logika IF-THEN. Teknik pengambilan

sampel berdasarkan non probability sampling. Pengambilan sampel non

probability sampling dilakukan secara purposive sampling dan convenience

sampling.

Anggota rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan terdiri dari 3 (tiga) anggota yaitu petani sebagai pemasok, PT

Saung Mirwan sebagai perusahaan pengolah, dan ritel sebagai konsumen (tetapi

bukan konsumen akhir). Aliran produk berlangsung dari

petani - PT Saung Mirwan - Ritel. Aliran uang atau biaya berlangsung dari Ritel - PT Saung Mirwan - Petani, sedangkan aliran informasi berlangsung dari dua arah melalui jaringan telekomunikasi atau diskusi.

Penilaian AHP dan ANP secara keseluruhan dianggap konsisten karena menghasilkan nilai CR < 0.1 pada masing-masing level atau hirarki. Berhubung risiko operasional dan PT Saung Mirwan memiliki nilai prioritas yang lebih tinggi dibanding dengan anggota lain, maka fokus penelitian ini adalah manajemen risiko operasional sayuran Edamame pada anggota rantai pasok yang memiliki nilai prioritas yang tertinggi yaitu pada PT Saung Mirwan.


(6)

Risiko operasional rantai pasokan berdasarkan hirarki dengan dua level yaitu aktivitas risiko dan pemicu risiko (peubah risiko). Risiko operasional merupakan potensi kerugian yang disebabkan oleh lima hal. Risiko operasional merupakan kerugian finansial yang disebabkan oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku. Penelitian ini hanya fokus pada 4 (empat) faktor risiko operasional yaitu faktor yang pertama sampai keempat. Pada hasil penilaian risiko operasional, menunjukkan bahwa risiko akibat kegagalan proses internal adalah tinggi (4), risiko akibat kesalahan sumber daya manusia adalah tinggi (4), risiko akibat kegagalan sistem adalah tinggi (4), dan risiko yang menyebabkan kerugian akibat kejadian di luar perusahaan adalah tinggi (4). Berdasarkan hasil agregasi keseluruhan, diperoleh nilai risiko operasional adalah tinggi (4). Penelitian ini menghasilkan rancangan awal sistem penunjang