Posmodernisme Pemikiran Islam PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER

sekedar pengantar awal perkembangan pemikiran Islam modern sebelum kita memasuki wacana pemikiran Islam kontemporer sebagaimana yang ditawarkan oleh Mohammed Arkoun. Menurut Penulis, refleksi metodologis dan epistemologis pemikiran Islam modern pra Arkoun belum tampak secara serius menawarkan keterkaitan antara pemikiran Islam dengan wacana ilmu-ilmu sosial kontemporer, misalnya. Bahkan Fazlur Rahman sendiri belum begitu intensif mendalaminya, walaupun telah mulai mencoba untuk menawarkannya. 5 Pada tahap perkembangan pemikiran keislaman selanjutnya, Mohammed Arkoun tampaknya mulai merealisir tentang persentuhan antara Islam dan wacana ilmu-ilmu sosial dimaksud, sebagai salah satu prasyarat signifikansi dan relevansi wacana pemikiran keislaman kontemporer. 6

3. Posmodernisme Pemikiran Islam

Dalam wilayah studi Islam posmodern ini pada hakikatnya merupakan penekanan secara lebih rigid lagi tentang pentingnya saling keterkaitan antara pola studi Islam tradisional dan studi Islam modern. Kedua pola Islamic studies ini, pada hakikatnya tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri paralel, maupun bersifat linier, 5 … di antara kelemahan Fazlur Rahman adalah kekurang-akrabannya dengan ilmu-ilmu sosial modern. Rahman kurang mengapresiasi Ibnu Khaldun sebagai peletak dasar ilmu sosial dimaksud.. Lihat, Nurcholish Madjid, “Fazlur Rahman dan Usaha Penyingkapan Kembali Etika Al-Qur’an: Kesan dan Pengamatan Seorang Murid”, makalah seminar yang diadakan oleh LSAF, Jakarta: 3 Desember l988. 6 Bandingkan, Muhammad Azhar, “Pendekatan Empirik dalam Tradisi Pemikiran Islam”, Suara Muhammadiyah, No.11 Th. Ke-83, 1-15 Juni l998, hlm.40-41 dalam pengertian studi Islam tradisional maupun studi Islam modern merasa memiliki kelebihan dalam dirinya sendiri, dibanding model studi lainnya. Mengingat semakin meluasnya persoalan yang dihadapi umat dan bangsa, serta semakin kompleksnya permasalahan yang ada, maka untuk format studi keislaman mendatang mau tidak mau harus bersifat saling melengkapi, 65 yang dalam bahasa penulis, studi Islam mendatang harus dirumuskan secara lebih integratif. Walaupun tak dapat dipungkiri bahwa masih adanya ketegangan tension antara mazhab Islamization of Knowledge Islamisasi Ilmu dan Scientification of Islam Saintifikasi Islam, namun ketegangan yang ada tidak dapat mengabaikan satu hal, yakni: betapa mendesaknya upaya pengayaan bahkan pengembangan dari model- model studi keislaman yang ada, yang selama ini masih cenderung didominasi oleh pola studi keislaman normatif-teologik-apologetik. Upaya ini merupakan sebuah kemestian, sejalan dengan dinamika perkembangan zaman dan tantangan sosial yang ada. Setiap angkatan generasi keilmuan, diharuskan untuk melahirkan format studi keislaman yang baru, sesuai dengan semangat zamannya. 66 Adapun masih ditemukannya ketegangan dalam penggunaan studi Islam tradisional maupun modern, dapat diselesaikan melalui adanya sikap tenggang rasa dan mentalitas akademis dari masing-masing aliran yang “berseteru”, untuk terus melakukan berbagai eksperimen studi keislaman melalui pengayaan berbagai pendekatan dan metode keilmuan oleh masing-masing penganut aliran pada lembaga 65 Lihat Amin Abdullah, Islamic Studies, hlm. 223. 66 Perlu pembacaan productive of meanningqiraah muntijah yang kontinu dalam studi Islam, lihat Amin Abdullah, Islamic Studies, hlm. 139. kajian keislaman yang diminati, baik yang bersifat formal, seperti ISTACIIUM 67 maupun IAINUINSTAIN, PTAIS. 68 Bahkan dimungkinkan pula dikembangkan di lembaga PTU seperti program ICRS UGM, selain studi Islam kontekstual 69 yang sudah ada. Berbagai eksperimen di lembaga kajian Islam non-formal lainnya serta berbagai media informasi keislaman yang digunakan, akan sangat membantu dalam mempercepat proses pengayaan sekaligus pengembangan dari berbagai pola studi keislaman yang sudah mapan. Secara jangka panjang, semuanya akan tumbuh berkembang secara alami, sebagai bentuk upaya penyemaian benih-benih peradaban Islam di masa depan. Adapun mengenai pendapat penulis di atas, pada hakikatnya sejalan dengan apa yang telah dirumuskan para pengkaji Islamic studies terdahulu, seperti Mukti Ali dengan scientific-cum-doctriner; Nurcholish Madjid dengan Islam Peradaban; Kuntowijoyo dengan Islam Ilmu; Amin Abdullah dengan Epistemologi studi keislaman. 70 Berdasarkan telaah di atas, tradisi baru studi keislaman masa depan mengandaikan pentingnya untuk melakukan beberapa kerja ilmiah sebagai berikut: 67 Alumni ISTAC akan mendirikan perpustakaan Islam terlengkap di Indonesia melalui wadah INSISTS Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization, lihat iklannya dalam jurnal Islamia, Thn INo.4, Januari-Maret 2005, dan nomor-nomor berikutnya. 68 Program DoktorS3 UMY, misalnya, akan menggabungkan dua aliran tersebut. Lihat proposal S3 UMY 2006. 69 Program Pascasarjana ICRS Indonesian Concorsium for Religious Studies, maupun studi Islam Kontekstual pada strata 1 UGM Yogyakarta telah berjalan beberapa tahun yang lalu. 70 Lihat teori “spider web” dan tri “hadlãrah” versi Amin Abdullah dalam, Islamic Studies, hlm.401, 404-405. Teori tri hadlãrah Amin Abdullah tersebut peneliti lengkapi dengan hadlãrah siyãsah.

1. Merumuskan berbagai redefinition terhadap konsepsi keislaman yang sudah