d. Budaya instan telah mendorong praktek penyimpangan dan korupsi, karena sesuatu ingin diraih dengan serba singkat dan tidak mau bekerja keras. Etos kerja pun telah dikesampingkan karena
dipandang memperlama proses pencapaian terhadap sesuatu yang diinginkan. Akibatnya aturan atau prosedur yang sudah menjadi ketentuan dengan mudah dilanggarnya.
e. Mengikis budaya permisif, hedonis, dan materialis. Pola kehidupan seperti ini telah menghilangkan idealisme dalam menegakkan nilai-nilai kebajikan. Akibatnya parameter yang
digunakan bersandar pada kenikmatan duniawi dan materi. Fenomena ini sudah menjadi wabah endemic di masyarakat.
f. Perlunya membangun budaya kritis dan akuntabilitas pada masyarakat, sehingga tidak memberi ruang terhadap lahirnya praktek dan tindak pidana korupsi. Orang akan berpikir panjang untuk
melakukan korupsi karena munculnya kesadaran kritis masyarakat terhadapnya dan sekaligus menuntut adanya akuntabilitas terhadap setiap jabatankewenangan yang diembannya.
1.2 Pendekatan Keagamaan dan Pendidikan a. Mendorong para tokoh dan lembaga agama mengeluarkan fatwa atau opini umum terhadap
para pelaku korupsi yang merugikan masyarakat. Hal ini sejalan dengan anjuran Nabi Muhammad SAW: “Fa-idza ro-a minkum munkaran, fal-yughayyirhu biyadihi, fa illam tastathi’
fa-bilisanihi, fa-illam tastathi’ fa-biqolbihi, wa huwa adl’afu al iman”.
b. Merumuskan dan mensosialisasikan pelajaranmata kuliah civic education tentang KKN di
berbagai lembaga pendidikan, sebagai upaya penyadaran bagi peserta didik atau mahasiswa yang kelak dapat melahirkan warga Negara yang memiliki komitmen kejujuran, keadilan dan
kebenaran.
c. Mendorong para akademisi untuk terus melakukan berbagai riset kualitatif maupun kuantitatif
tentang kasus KKN maupun yang terkait dengan budaya dan sosiologi korupsi.
d. Melakukan reformasi silabi pendidikan keagamaan dari yang bercorak personal sosial
morality menuju sosial morality, yakni dengan melakukan reinterpretasi teks-teks keagamaan secara lebih membumi khususnya yang terkait dengan isu KKN.
e. Melakukan pendidikan dan penyadaran bagi segenap warga masyarakat tentang bahaya KKN
melalui lembaga pengajian dan pengkajian agama maupun upacara keagamaan.
f. Meningkatkan fungsi pendidikan keluarga yang terkait dengan bahaya korupsi bagi segenap
anggota keluarga sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT agar kaun muslimin menjaga keluarga dari segala bentuk kejahatan moral dan sosial : “Qu anfusakum wa ahlikum
naara At-Tahrim: 6”.
g. Mendorong para orangtua, tokoh dan pimpinan masyarakat, politisi maupun pejabat untuk menjadi teladan bagi keluarga, masyarakat dan birokrasi Negara.
h. Mendorong setiap pemeluk agama untuk lebih menghayati ajaran agama, karena penghayatan
agama yang benar akan mencegah seseorang dari melakukan tindak pidana korupsi maupun
kejahatan lainnya. Upaya peningkatan sense of corruption melalui proses penajaman
hatimata batin secara ‘irfani menjadi sebuah keniscayaan di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi “Sal dlamiroka”, dan “istafti qolbaka”.
i. Para pejabat, pemimpin informal serta para hartawan hendaknya memberikan keteladanan bagi masyarakat dalam sikap hidup sederhana dengan tidak memamerkan kekayaan yang
dimiliki. j. Para keluarga hendaknya membiasakan budaya menabung dan hidup secara produktif – tidak
konsumtif – melalui pembudayaan sistem manajemen keuangan keluarga secara proporsional
dan professional.
1.3 Pendekatan Sosial-Budaya a. Menciptakan dan memasyarakatkan budaya malu di kalangan warga bangsa khususnya yang
terkait dengan kasus penyalahgunaan kekuasaankorupsi.
b. Masyarakat hendaknya mulai melakukan upaya pengucilan bagi setiap anggota masyarakat