sekaligus mempromosikan produk-produk Dapur Kebita. Selain penggunaan website, pengenalan identitas perusahaan juga telah dilakukan melalui pembagian
kartu nama kepada konsumen, pemaparan visi-misi, dan penjelasan singkat mengenai daging kelinci setiap kegiatan pameran utama. Hal tersebut bermanfaat
untuk menanamkan positioning perusahaan di benak konsumen. c.
Keuangan
Modal merupakan salah satu faktor yang penting dalam menjalankan usaha, selain faktor sumberdaya dan tenaga kerja. Berdasarkan wawancara dengan
manajer usaha Dapur Kebita, kondisi keuangan Dapur Kebita dapat dikatakan kurang baik. Hal ini dikarenakan dalam pengelolaan usahanya lebih banyak
menggunakan modal dari milik sendiri untuk menghidupkan usaha. Sumber dana dan permodalan awal berasal dari Kopnakci dan kelompok tani ternak yang
mengelola usaha Dapur Kebita, yaitu kelompok Binatani. Sejak awal berdirinya sampai saat ini, Dapur Kebita belum pernah melakukan peminjaman dana dari
lembaga keuangan. Dalam perkembangannya, Dapur Kebita selalu menggunakan dana milik pribadi untuk mampu tetap beroperasi dikarenakan harga daging
kelinci yang mahal sementara jumlah produk yang terjual tidak banyak. Hal ini mengakibatkan perputaran uang tidak berjalan cepat. Oleh sebab itu, untuk
menutupi kekurangan tersebut dan menambah pemasukan bagi Dapur Kebita, maka produk lain selain produk olahan daging kelinci juga ditawarkan oleh Dapur
Kebita di kiosnya, seperti puding, soto jamur, yoghurt, keripik ubi, sirup pala, olahan daging ayam, dan olahan daging sapi, yang mana diantaranya ada yang
merupakan produksi Dapur Kebita dan ada yang tidak.
Hal utama yang menjadi kelemahan bagi Dapur Kebita ialah keterbatasan pengelolaan keuangan atau administrasi secara rapi dan baik. Pada umumnya tiap
transaksi yang terjadi dicatat dalam nota dan semua pencatatan penjualan dan pengeluaran harian digabung dalam satu buku kas, sehingga dalam melihat
keuntungan bersih dan nilai penjualan khusus olahan daging kelinci sulit dilakukan. Pembukuan yang hanya terpaku pada buku kas tersebut membuat
usaha sulit berkembang. Selain hal itu, masalah tertib administrasi lainnya, seperti pencatatan produksi juga belum dilakukan dengan baik oleh Dapur Kebita.
d. Produksi dan Operasi
Fungsi produksi dan operasi suatu bisnis mencakup semua aktivitas yang mengubah input menjadi barang atau jasa, terdiri dari proses, kapasitas,
persediaan, angkatan kerja, dan kualitas. Proses produksi Dapur Kebita, yaitu mengolah bahan baku daging kelinci menjadi berbagai macam aneka produk
olahannya. Proses produksi yang dilakukan membutuhkan bahan baku daging kelinci dalam bentuk fillet dan karkas. Bahan baku tersebut ada yang diproses
hingga menjadi pasta lalu diolah menjadi berbagai varian dan ada yang diproses utuh khusus untuk rendang dan ungkep. Bahan baku utama tersebut diperoleh
sebagian besar dari kelompok tani ternak yang juga merupakan anggota Kopnakci, sehingga Dapur Kebita memiliki jaminan pemasok untuk persediaan bahan baku
utamanya dengan harga yang lebih murah.
Selain bahan baku utama, dibutuhkan juga bahan tambahan lain, yaitu bahan penunjang, bahan bakar, dan pengemasan. Bahan penunjang yang dibutuhkan
rata-rata berupa sagu, tapioka, garam, gula, bawang merah, bawang putih, merica, dan penguat rasa. Bahan bakar yang digunakan berupa gas elpiji 3 kg dan jenis
kemasan yang digunakan dalam mengemas produk, yaitu plastik tipe Polyethylene. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari pasar yang ada di sekitar Bogor. Disamping
itu, Dapur Kebita juga telah menggunakan teknologi yang merupakan campuran mekanik mesin dan manual tenaga manusia dalam proses produksinya.
Beberapa peralatan yang digunakan antara lain meat grinder, hand sealer, vacum sealer, dan silent cutter. Alur proses produksi produk olahan daging kelinci Dapur
Kebita secara umum Gambar 14 dan secara khusus untuk produk baso dan nugget Lampiran 6.
Gambar 14 Alur proses produksi roduk olahan daging kelinci Dapur Kebita Proses produksi Dapur Kebita dimulai dari pemotongan daging kelinci yang
dipotong menjadi dua pilihan, yaitu dipotong karkas atau dipotong fillet. Pilihan pemotongan disesuaikan dengan kondisi daging dan tulang kelinci, jika lebih
banyak daging maka dipotong fillet dan sebaliknya. Setelah daging kelinci dipotong fillet, kemudian dimasukan ke dalam freezer terlebih dahulu sebelum
dilakukan penggilingan. Setelah daging digiling sampai menjadi pasta, selanjutnya proses pengadonan dengan mencampurkan beberapa bahan tambahan
lain. Kemudian proses pemasakan adonan tersebut hingga matang, lalu pencetakan dan penirisan. Terakhir, setelah produk olahan siap selanjut-nya
dikemas dengan kemasan yang sudah disiapkan Gambar 14. Untuk daging karkas, diolah menjadi rendang dan ungkep, yang membedakan prosesnya ialah
setelah pemotongan langsung ke tahap pemasakan kemudian penirisan, lalu terakhir pengemasan.
Kegiatan produksi dilakukan setiap seminggu sekali, tetapi dengan kapasitas produksinya yang tidak tetap. Hal ini disebabkan jumlah produksi yang
tergantung dari persediaan daging kelinci yang ada. Produk yang akan diproduksi juga tergantung dari persediaan yang ada di freezer, namun biasanya produk yang
sering diproduksi ialah baso dan nugget dengan tiap produksi minimal menggunakan daging 1.8 kg dan maksimal 3 kg. Dengan penggunaan daging
tersebut bisa dihasilkan rata-rata 20-30 bungkus dengan ukuran berat bersih 250 gram. Produk Dapur Kebita tersebut juga sudah memiliki perizinan lengkap dari
instansi terkait, terbukti dari adanya nomor P-IRT 2013201010117-18 dan nomor sertifikat halal LPPOM dengan nomor 01011096491213 pada kemasan produk
1. Kelinci
2. Fillet Kelinci 3. Karkas Kelinci
4. Penggilingan daging 5. Pengadonan
6. Pemasakan 7. Pencetakan
8. Penirisan 9.
Pengemasan
Dapur Kebita. Hal ini menunjukkan bahwa produk Dapur Kebita terjamin kualitasnya.
Tenaga kerja utama bagian produksi dan operasi di Dapur Kebita merupakan tenaga ahli yang mempunyai kompetensi dan pengalaman usaha di bidangnya. Dia
adalah seorang alumni IPB dengan program studi Ilmu Produksi Ternak yang tidak lain adalah manajer usaha Dapur Kebita. Hal ini juga terbukti dari beberapa
sertifikat dan piagam penghargaan yang telah diperolehnya terkait pengolahan daging kelinci. Pengetahuan dan kemampuan tersebut, manajer ajarkan langsung
kepada staf-staf produksi yang ada di Dapur Kebita, sehingga mutu dan kualitas produk dapat terjamin.
e. Riset dan Pengembangan
Kegiatan penelitian dan pengembangan merupakan hal penting dalam suatu perusahaan guna menciptakan serangkaian inovasi yang dapat meningkatkan nilai
tambah produk yang dihasilkan. Berdasarkan wawancara dengan manajer usaha kegiatan penelitian dan pengembangan di Dapur Kebita sekarang ini belum
banyak dilakukan, baik untuk inovasi produk maupun kemasan produk. Hal ini disebabkan adanya kendala pada keterbatasan modal yang ada, sehingga sulit
untuk
melakukan pengembangan
walaupun ide-ide
untuk melakukan
pengembangan tersebut sudah ada, seperti produk olahan dalam bentuk sosis dan bentuk kemasan yang lebih menarik. Kegiatan riset usaha seperti riset harga,
perilaku dan kepuasan konsumen di Dapur Kebita belum pernah dilakukan. Berdasarkan wawancara dengan ketua Kopnakci, untuk kegiatan riset dan
pengembangan umumnya melalui sistem kerjasama dengan instansi terkait seperti Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi.
Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis lingkungan eksternal merupakan analisis lingkungan luar perusahaan yang berpengaruh tidak langsung terhadap tindakan perusahaan dan tidak dapat
dikendalikan oleh pihak perusahaan. Analisis lingkungan eksternal dilakukan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dimiliki oleh perusahaan. Analisis
lingkungan eksternal Dapur Kebita yang dianalisis meliputi lingkungan jauh, yaitu politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan lingkungan industri, yaitu daya
tawar pemasok, daya tawar pembeli, pendatang baru, produk pengganti, dan persaingan industri.
a. Lingkungan Jauh
1. Politik dan Hukum
Faktor politik dan hukum dapat menjadi peluang atau ancaman bagi organisasi kecil maupun besar. Beberapa variabel politik dan hukum, yaitu peraturan
pemerintah, perubahan dalam peraturan pajak, tarif khusus, jumlah paten, tingkat subsidi pemerintah, dan perubahan kebijakan fiskal dan moneter pemerintah.
Peraturan-peraturan dan kebijakan pemerintah setempat mempunyai peranan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memengaruhi suatu usaha. Hal ini
berlaku pula pada usaha pengolahan daging kelinci di Indonesia. Berikut ini
merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang melindungi industri produk olahan daging kelinci.
Instruksi Menteri Perindustrian No. 04MINS101989 menyebutkan bahwa pengolahan produk-produk hasil peternakan dalam kaitannya untuk menciptakan
produk pangan yang aman pada proses pengolahannya selain harus bebas bahan pengawet, penggunaan bahan tambahan makanan pewarna dan penambah cita
rasa harus menggunakan bahan-bahan yang ijinkan. Hal yang paling mendapat perhatian adalah higienitas yang harus selalu dijaga pada proses pengolahan
karena sifat produk hasil ternak yang mudah mengalami perusakan karena adanya aktivitas mikroorganisme.
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. Pasal 2 menjelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi atau menghasilkan
pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pasal 44
menjelaskan setiap iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam
bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Berdasarkan undang-undang ini, setiap orang yang bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi
persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 2- Pasal 8. Selanjutnya dalam rangka pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan,
setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran
sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran Pasal 42-Pasal 44.
Undang-undang No. 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal 34 hingga Pasal 38 membahas mengenai panen, pascapanen,
pemasaran, dan industri pengolahan hasil peternakan, salah satunya yaitu pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengembangan unit pascapanen
produk hewan skala kecil dan menengah, serta memfasilitasi berkembangnya unit usaha pascapanen yang memanfaatkan produk hewan sebagai bahan baku pangan,
pakan, farmasi, dan industri. Pasal 58 menjelas-kan bahwa dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah Pusat dan
Pemerintah
Daerah sesuai
kewenangannya melaksanaan
pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standarisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan.
Undang-undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pasal 41 menjelas- kanbahwa penganekaragaman pangan upaya meningkatkan ketersediaan pangan
yang beragam dan yang berbasis potensi sumber daya lokal untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman, mengembangkan
usaha pangan, dan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.