Refleksi dan Evaluasi Siklus II

128

b. Refleksi dan Evaluasi Siklus II

Kegiatan refleksi dilakukan untuk memahami proses dan mengetahui sejauh mana meningkatkan kemampuan asertif dalam meningkatkan kemampuan asertif pada siswa serta kendala yang terjadi selama proses teknik asertif berlangsung. Sebelum dilakukan refleksi, terlebih dahulu akan dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana pengaruh dan keberhasilan teknik asertif yang telah dilaksanakan. Evaluasi tang digunakan dalam penelitian ini adalah skala adiksi online game, yang berfungsi sebagai post test. Hasil dari skala menunjukkan bahwa pascatindakan II yang menunjukkan rata–rata sebesar 86,16 . Dari hasil tersebut sudah memenuhi dari indikator keberhasilan yang diinginkan peneliti. Peneliti menetapkan indikator keberhasilan adalah siswa mampu memenuhi target pada kategori sedang atau rata–rata nilai skala pada skor lebih dari 79 dan kurang dari 112. Dari hasil itu peneliti mengakhiri penelitian karena kriteria keberhasilan peneliti uang semula ditargetkan sudah terlampaui dan sudah mencapai pada kategori sangat rendah. Selain itu peneliti juga melakukan diskusi dengan guru bimbingan dan konseling untuk mengevaluasi pelaksanaan tindakan dan menilai keberhasilan tindakan. Refleksi dilakukan dengan diskusi antara peneliti dengan guru bimbingan dan konseling. Pada dasarnya penerapan teknik asertif untuk meningkatkan kemampuan asertif siswa sudah berjalan sesuai dengan rencana. Secara keseluruhan kegiatan ini sudah dapat membuat 129 siwa menjadi lebih asertif. Dilihat dari post test, pada siklus ini sudah menunjukkan peningkatan pada kemampuan asertif siswa, sehingga tidak perlu diadakan tindakan lanjutan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan asertif. Pada pertemuan pertama siklus II sudah terjalin hubungan baik anatara peneliti dengan para siswa, sehingga para siswa sudah merasa nyaman dan mampu secara maksimal mengikuti pelatihan asertif. Dalam pemberian tayangan video adiksi online game yang kedua, para siswa lebih memperhatikan video dan tidak bermain sendiri. Pada pertemuan kedua peneliti memberikan ice breking kepada siswa yang bertujuan untuk menciptakan situasi yang lebih menyenangkan dan siswa tetap bias focus pada pelaksanaan tindakan. Bimbingan dan kelompok juga diberikan kepada siswa dengan membayangkan dirinya ketika bersama dengan kelompoknya. Dalam pertemuan kedua siklus II, siswa terlihat tidak kesulitan dalam menerangkan tingkah laku spesifik pada situasi–situasi interpersonal yang dirasakannya mengakibatkan kekurangtegasan. Pada pertemuan ketiga pada siklus II, pelatihan asertif dalam bersikap asertif dengan kegiatan bermain peran, rata–rata siswa terlihat lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan dan siswa terlihat tidak malu–malu untuk mempresentasikan scenario perilaku asertif tanpa membaca naskah. Siswa menunjukkan suatu perilaku asertif dalam situasi sulit dan mendapatkan umpan balik dari teman dalam kelompok, dengan demikian kegiatan bermain peran menjadi efektif, karena para siswa 130 sangat antusias dalam memperhatikan siswa yang melakukan bermain peran. Pada saat diminta untuk mengevaluasi hasil tugasnya, siswa merasakan nyaman dan mengungkapkannya karena guru bimbingan dan konseling bisa menyakinkan siswa bahwa semua yang diceritakan aman akan kerahasiaannya. Guru bimbingan dan konseling merasakan perubahn yang cukup besar pada diri siswa yaitu siswa menjadi lebih meningkat dalam berperilaku asertif.

3. Observasi dan Wawancara