49
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa butir kuisioner 1,3,5 ingin mewakili pernyataan mengenai keadilan pemberian
upahgaji, butir 2,4,8,10 ingin mewakili pernyataan mengenai kesesuaian upahgaji berdasarkan job description, dan butir 6,7,9
ingin mewakili pernyataan mengenai frekuensi program pelayanan karyawan.
H. Teknik Pengujian Instrumen
1. Uji Validitas Instrumen Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuisioner tersebut. Megukur validitas dapat dilakukan dengan cara melakukan korelasi
antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Analisa yang digunakan dalam uji validitas dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan korelasi Product Moment sesuai dengan pendapat Pearson Arikunto, 2006: 170 pada setiap butir alat ukur dengan skor
total yang merupakan jumlah tiap skor butir dan kemudian dibantu dengan SPSS guna pengelompokkan data. Rumus yang digunakan adalah
Arikunto, 2002 : 144-146
50
] ][
[
2 2
2 2
Y Y
N X
X N
Y X
XY N
rxy
Keterangan : r x y
= Angka indeks korelasi “r” produk moment
N = Jumlah Sampel
∑XY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y ∑X = Jumlah seluruh skor X
∑Y = Jumlah seluruh skor Y
Nilai koefisien r diperhitungkan pada signifikansi 5. Apabila hasil perhitungan koefisien nilai r menunjukkan lebih besar atau sama
dengan taraf 5, maka item tersebut dinyatakan valid. Keputusan uji validitas apabila r
hitung
r
tabel
, maka Ho ditolak, artinya butir pertanyaan yang diuji valid dan apabila r
hitung
r
tabel
, maka Ho diterima, artinya butir pertanyaan yang diuji tidak valid.
a. Variabel Motivasi Kerja Karyawan
Tabel III.7 Rangkuman Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja Karyawan
Nomor Butir Pertanyaan
Nilai r tabel
Nilai r hitung Keterangan
1 0.201
0,405 Valid
2 0.201
0,355 Valid
51
Nomor Butir Pertanyaan
Nilai r tabel
Nilai r hitung Keterangan
3 0.201
0,304 Valid
4 0.201
0,580 Valid
5 0.201
0,589 Valid
6 0.201
0,556 Valid
7 0.201
0,609 Valid
8 0.201
0,301 Valid
9 0.201
0,456 Valid
10 0.201
0,250 Valid
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013
Total 10 butir pernyataan mengenai kuisioner motivasi kerja karyawan tersebut dikatakan valid, dimana r hitung dari masing-masing
butir pertanyaan lebih besar dari r tabel. Penentuan r tabel dilakukan dengan memperhitungkan : jumlah eksemplar kuisioner-uji 2 sisi, yaitu
96-2 = 94, maka apabila dilihat dalam tabel r yang ada, tabel r yang didapatkan adalah sebesar 0,2006.
b. Variabel Disiplin Kerja Karyawan
Tabel III.8 Rangkuman Uji Validitas Variabel Disiplin Kerja Karyawan
Nomor Butir Pertanyaan
Nilai r tabel Nilai r hitung
Keterangan
1 0.201
0,324 Valid
2 0.201
0,438 Valid
3 0.201
0,300 Valid
52
Nomor Butir Pertanyaan
Nilai r tabel Nilai r hitung
Keterangan
4 0.201
0,383 Valid
5 0.201
0,358 Valid
6 0.201
0,436 Valid
7 0.201
0,239 Valid
8 0.201
0,271 Valid
9 0.201
0,249 Valid
10 0.201
0,238 Valid
11 0.201
0,372 Valid
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013
Total 11 butir pernyataan mengenai kuisioner disiplin kerja karyawan tersebut dikatakan valid, dimana r hitung dari masing-masing
butir pertanyaan lebih besar dari r tabel. Penentuan r tabel dilakukan dengan memperhitungkan : jumlah eksemplar kuisioner-uji 2 sisi, yaitu
96-2 = 94, maka apabila dilihat dalam tabel r yang ada, tabel r yang didapatkan adalah sebesar 0,2006.
c. Variabel Kompensasi
Tabel III.9 Rangkuman Uji Validitas Kompensasi
Nomor Butir Pertanyaan
Nilai r tabel Nilai r hitung
Keterangan
1 0.201
0,579 Valid
2 0.201
0,346 Valid
3 0.201
0,523 Valid
53
Nomor Butir Pertanyaan
Nilai r tabel Nilai r hitung
Keterangan
4 0.201
0,529 Valid
5 0.201
0,734 Valid
6 0.201
0,711 Valid
7 0.201
0,661 Valid
8 0.201
0,655 Valid
9 0.201
0,616 Valid
10 0.201
0,679 Valid
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013
Total 10 butir pernyataan mengenai kuisioner motivasi kompensasi dikatakan valid, dimana r hitung dari masing-masing butir pertanyaan
lebih besar dari r tabel. Penentuan r tabel dilakukan dengan memperhitungkan : jumlah eksemplar kuisioner-uji 2 sisi, yaitu 96-2 = 94,
maka apabila dilihat dalam tabel r yang ada, tabel r yang didapatkan adalah sebesar 0,2006.
2. Uji Reliabilitas Instrumen Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan. Instrumen dalam penelitian ini berbentuk skala bertingkat, oleh sebab itu rumus Alpha dari
Cronbach akan digunakan untuk menguji reliabilitas instrument. Adapun rumus Alpha adalah sebagai berikut Arikunto, 2002 : 171:
2 1
2
1 1
b
k k
rH
54
Keterangan: rH
= Reliabilitas Instrumen k
= Banyaknya item pertanyaan atau banyaknya soal ∑ σ
2 b
= Jumlah varians butir σ
2 1
= Varians total. Pertanyaan akan diuji reliabilitasnya apabila nilai r alpha r tabel.
Sebuah kuesioner dikatakan reliabel atau tidak dengan melihat besarnya nilai alpha, caranya yaitu dengan membandingkan nilai r
hitung
dengan r
tabel
. Kuesioner dikatakan reliabel apabila r
hitung
r
tabel
, sedangkan kuesioner dinyatakan tidak reliabel apabila r
hitung
≤ r
tabel
Jika nilai alpha lebih dari 0,60 maka instrument penelitian dinyatakan reliabel sebaliknya jika nilai alpha kurang dari 0,60 maka
instrument penelitian
dinyatakan tidak
reliabel pernyataan
ini dikemukakan oleh Nunnaly.
Selanjutnya harga rH dikonsultasikan dengan harga kategori r
Arikunto,1993:71, dengan pedoman sebagai berikut: 0,800
– 1,000 = Sangat Tinggi
0,600 – 0,800 = Tinggi
0,400 – 0,600 = Cukup
0,200 – 0,400 = Rendah
0,000 – 0,200 = Sangat Rendah
55
Tabel III.10 Rangkuman Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Motivasi Kerja, Disiplin
Kerja, dan Keadilan Kompensasi No
Variabel Nilai
r hitung Nilai
r alpha Keterangan
Tingkat Keterandalan
1 Motivasi Kerja
0,763 0,60
Reliabel Tinggi
2 Disiplin Kerja
0,641 0,60
Reliabel Tinggi
3 Keadilan
Kompensasi 0,872
0,60 Reliabel
Sangat Tinggi Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013
Dapat disimpulkan keseluruhan nilai r hitung atau r alpha lebih besar dari r tabel 0,202 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua
butir pertanyaan adalah reliabel dan nilai r hitung atau r alpha dari dua variabel berada pada kategori 0,600
– 0,800 yang berarti kedua variabel bebas tersebut mempunyai tingkat keterandalan yang tinggi, satu variabel
berada pada kategori 0,800- 1,000 yang berarti variabel bebas tersebut mempunyai tingkat keterandalan yang sangat tinggi.
I. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menginterpretasikan data yang
telah dianalisis secara kuantitatif dalam bentuk tabel frekuensi sebagai acuan untuk melihat karakteristik data yang diperoleh. Analisis deskriptif
pada penelitian ini disajikan dalam bentuk data hasil yang berisi frekuensi dan presentasenya.
56
Setelah indikator-indikator dari setiap variabel diukur dengan menggunakan skala Likert kemudian dibuatkan tabel distribusi frekuensi
dengan mengkategorikan data ke dalam kelas menurut tingkatannya karena masih merupakan data mentah.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian merupakan data mentah karena belum disusun dengan cara apapun, sehinga proses olah data belum
dapat dilakukan. Oleh karena itu, data mentah perlu disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data yang telah digolong-golongkan ke dalam
kelas-kelas menurut urutan tingkatannya beserta jumlah individu yang termasuk dalam masing-masing kelas, yang disebut tabel distribusi
frekuensi. Pembuatan tabel distribusi frekuensi menggunakan acuan PAP Penilaian Acuan Patokan tipe II. Masidjo, 1995 : 157 yaitu:
Tabel III.11 Distribusi Frekuensi Menggunakan Acuan PAP
Penilaian Acuan Patokan Tipe II Skor
Penilaian
81 - 100 Sangat Tinggi
66 - 80 Tinggi
56 - 65 Cukup
46 - 55 Rendah
Dibawah 46 Sangat rendah
Sumber: Masidjo, 1995
57
Setelah menentukan skor, kemudian dilakukanlah pemberian peringkat dan kategori dari masing-masing variabel sebagai berikut:
a. Deskripsi data tentang karakteristik responden berdasarkan divisi pekerjaan
b. Deskripsi data tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin c. Deskripsi data tentang karakteristik responden berdasarkan masa kerja
d. Deskripsi data tentang karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir
e. Deskripsi data tentang motivasi kerja Setelah melihat tabel III.4 mengenai butir-butir kuisioner motivasi
kerja karyawan, jawaban atas kuisioner tersebut dirangkum dan diteliti dengan menggunakan teknik Penilaian Acuan Patokan PAP II, berikuti
ini adalah jawaban dari 96 responden atas kuisioner tersebut : Jumlah sampel
: 96 Jumlah butiritem
: 10 pertanyaan Jumlah skor alternatif jawaban
: 4 Berdasarkan data di atas, maka kategori kecenderungan dari
variabel motivasi kerja karyawan sebagai berikut: Skor tertinggi yang mungkin dicapai = 10 x 4 = 40
Skor terendah yang mungkin dicapai = 10 x 1 = 10
58
Rumus PAP ; Skor = Nilai terendah + Nilai teringgi
– Nilai terendah
1. Skor = 10 + 81 40
– 10 = 34,3 dibulatkan 34
2. Skor = 10 + 66 40
– 10
= 29,8 dibulatkan 30 3. Skor
= 10 + 56 40 – 10
= 26,8 dibulatkan 27 4. Skor
= 10 + 46 40 – 10
= 23,8 dibulatkan 24
59
Pemberian peringkat dan penilaian sebagai berikut:
Tabel III.12 Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Karyawan
Skor Skor
Kategori Lingkungan Sosial Sekolah
Peringkat
34 – 40
30-40 Tinggi
3 30
– 33 27
– 29 27-29
Cukup 2
24 – 26
13-26 Rendah
1 13
– 24 Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013
Kategori motivasi kerja karyawan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: motivasi kerja karyawan tinggi, cukup, rendah.
Ketiga kategori motivasi kerja karyawan tersebut masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
1 Motivasi kerja karyawan tinggi Motivasi kerja karyawan tinggi terjadi karena
karyawan mempunyai dorongan yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan, hal itu terlihat dari tinggkat
kepuasan para karyawan yang tinggi terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang,
kebutuhan egoistis dan kebutuhan realisasi diri.
60
2 Motivasi kerja karyawan cukup Motivasi karyawan cukup terjadi karena karyawan
mempunyai dorongan untuk mencapai suatu tujuan, tetapi dilihat dari tingkat kepuasan para karyawan terhadap
limahirarki kebutuhan, karyawan yang berada di daerah cukup ini menganggap dirinya cukup terpuaskan atas
terpenuhinya beberapa kebutuhan saja, dan menghiraukan kebutuhan lainnya. Misalnya karyawan tersebut hanya
terpuaskan oleh kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan kasih sayang saja, tidak terlalu merisaukan
keberadaan kebutuhan egoistis dan kebutuhan realisasi diri. 3 Motivasi kerja karyawan rendah
Motivasi kerja karyawan rendah terjadi karena karyawan tidak memiliki dorongan untuk mencapai tujuan,
hal itu terlihat dari tinggkat kepuasan para karyawan yang rendah terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan egoistis dan kebutuhan realisasi diri.
61
f. Deskripsi data tentang Disiplin Kerja Karyawan Setelah melihat tabel III.5 mengenai butir-butir kuisioner disiplin
kerja karyawan, jawaban atas kuisioner tersebut dirangkum dan diteliti dengan menggunakan teknik Penilaian Acuan Patokan PAP II, berikuti
ini adalah jawaban dari 96 responden atas kuisioner tersebut : Jumlah sampel
: 96 Jumlah butiritem
: 11 pertanyaan Jumlah skor alternatif jawaban
: 4 Kategori kecenderungan dari variabel disiplin kerja karyawan
sebagai berikut: Skor tertinggi yang mungkin dicapai = 11 x 4 = 44
Skor terendah yang mungkin dicapai = 11 x 1 = 11 Rumus PAP ;
Skor = Nilai terendah + Nilai teringgi – Nilai terendah
1. Skor = 11 + 81 44
– 11
= 37,73 dibulatkan 38 2. Skor
= 11 + 66 44 – 11
= 32,78 dibulatkan 33
62
3. Skor = 11 + 56 44
– 11
= 29,48 dibulatkan 29 4. Skor
= 11 + 46 44 – 11
= 26,18 dibulatkan 26 Pemberian peringkat dan penilaian sebagai berikut:
Tabel III.13 Distribusi Frekuensi Disiplin Kerja Karyawan
Skor Skor
Kategori Lingkungan Sosial Sekolah
Peringkat
38 – 40
33 – 40
Tinggi 3
33 – 37
29 – 32
29 – 32
Cukup 2
26 – 28
21 – 28
Rendah 1
21 – 25
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013 Kategori disiplin kerja karyawan dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu: disiplin kerja karyawan tinggi, cukup, rendah. Ketiga kategori disiplin kerja karyawan tersebut masing-masing dijelaskan
sebagai berikut: 1 Disiplin kerja karyawan tinggi
Disiplin kerja karyawan tinggi terjadi karena kepatuhan karyawan terhadap berbagai standar dan aturan tinggi, karyawan
63
memiliki dorongan yang tinggi untuk mengikuti berbagai standar dan aturan, serta supervisor memiliki keadilan yang tinggi dalam
menangani pelanggaran-pelanggaran
terhadap kedisiplinan
karyawan. 2 Disiplin kerja karyawan cukup
Disiplin kerja karyawan cukup terjadi karena kepatuhan karyawan terhadap berbagai standar dan aturan memenuhi
standar, karyawan cukup terdorong untuk mengikuti berbagai standar dan aturan, serta supervisor cukup adil dalam menangani
pelanggaran-pelanggaran terhadap kedisiplinan karyawan. 3 Disiplin kerja karyawan rendah
Disiplin kerja karyawan rendah dapat terjadi karena beberapa hal seperti : kepatuhan karyawan terhadap berbagai
standar dan aturan rendah, dan tidak memiliki dorongan untuk mengikuti berbagai standar dan aturan mengikuti aturan dan
standar perusahaan dengan terpaksa, tetapi karyawan merasa supervisor memiliki keadilan yang tinggi dalam menangani
pelanggaran-pelanggaran terhadap kedisiplinan karyawan. Atau kepatuhan karyawan terhadap berbagai standar dan aturan cukup,
karyawan memiliki cukup dorongan untuk mengikuti berbagai standar dan aturan tetapi karyawan merasa supervisor tidak
memiliki keadilan yang tinggi dalam menangani pelanggaran- pelanggaran terhadap kedisiplinan karyawan.
64
g. Deskripsi data tentang Keadilan Kompensasi Setelah melihat tabel III.6 mengenai butir-butir kuisioner
kompensasi, jawaban atas kuisioner tersebut dirangkum dan diteliti dengan menggunakan teknik Penilaian Acuan Patokan PAP II, berikuti ini
adalah jawaban dari 96 responden atas kuisioner tersebut : Jumlah sampel
: 96 Jumlah butiritem
: 10 pertanyaan Jumlah skor alternatif jawaban
: 4 Berdasarkan data tersebut, maka kategori kecenderungan dari
variabel kompensasi karyawan sebagai berikut: Skor tertinggi yang mungkin dicapai = 10 x 4 = 40
Skor terendah yang mungkin dicapai = 10 x 1 = 10 Rumus PAP ;
Skor = Nilai terendah + Nilai teringgi – Nilai terendah
1. Skor = 10 + 81 40
– 10 = 34,3 dibulatkan 34
2. Skor = 10 + 66 40
– 10
= 29,8 dibulatkan 30
65
3. Skor = 10 + 56 40
– 10
= 26,8 dibulatkan 27 4. Skor
= 10 + 46 40 – 10
= 23,8 dibulatkan 24 Pemberian peringkat dan penilaian sebagai berikut:
Tabel III.14 Distribusi Frekuensi Kompensasi
Skor Skor
Kategori Lingkungan Sosial Sekolah
Peringkat
34 – 40
30 – 40
Tinggi 3
30 – 33
27 – 29
27 – 29
Cukup 2
24 – 27
14 – 27
Rendah 1
14 – 23
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013 Kategori kompensasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
kompensasi tinggi, cukup, rendah.
66
Ketiga kategori kompensasi tersebut masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
1 Keadilan Kompensasi tinggi Kompensasi tinggi terjadi karena tingkat upahgaji terhadap
job description karyawan sesuai, karyawan merasa keadilan pemberian upahgaji yang dilakukan oleh perusahaan tinggi, serta
karyawan menikmati program pelayanan karyawan yang diberikan oleh pihak perusahaan.
2 Keadilan Kompensasi cukup Kompensasi cukup terjadi karena tingkat upahgaji terhadap
job description karyawan sesuai, karyawan merasa keadilan pemberian upahgaji yang diberikan oleh perusahaan sesuai
dengan standar yang ada, serta karyawan menikmati program pelayanan karyawan yang diberikan oleh pihak perusahaan.
3 Keadilan Kompensasi rendah Kompensasi rendah dapat terjadi karena beberapa hal
seperti : rendahnya tingkat upahgaji terhadap job description karyawan, karyawan merasa perusahaan tidak adil dalam hal
pemberian upahgaji yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan standar yang ada, tetapi karyawan menikmati program
pelayanan karyawan yang diberikan oleh pihak perusahaan. Atau tingkat upahgaji terhadap job description karyawan sesuai,
karyawan menikmati program pelayanan karyawan, tetapi
67
karyawan merasa perusahaan tidak adil dalam hal pemberian upahgaji. Atau bisa jadi tingkat upahgaji terhadap job
description karyawan sesuai, karyawan merasa keadilan pemberian upahgaji yang diberikan oleh perusahaan sesuai
dengan standar yang ada, tetapi karyawan tidak menikmati program pelayanan karyawan yang diberikan oleh pihak
perusahaan.
h. Deskripsi data tentang Prestasi Kerja Karyawan Prestasi Kerja Karyawan dinyatakan dalam bentuk angka, yang
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap karyawan dalam periode tertentu. Dalam penelitian ini variabel prestasi kerja karyawan
diukur dari rata-rata prestasi kerja karyawan. Berikut ini akan disajikan data pengukuran rata-rata prestasi kerja karyawan :
Jumlah sampel : 96
Skor tertinggi yang dicapai : 2,79
Skor terendah yang dicapai : 1,55
Berdasarkan kriteria di atas, maka kategori kecenderungan dari variabel prestasi kerja karyawan sebagai berikut:
Skor tertinggi yang mungkin dicapai = 2,79 Skor terendah yang mungkin dicapai = 1,55
68
Rumus PAP : Skor = Nilai terendah + Nilai teringgi
– Nilai terendah
1. Skor = 1,55 + 81 2,79
– 1,55
= 2,55 2. Skor
= 1,55 + 66 2,79 – 1,55
= 2,37 3. Skor
= 1,55 + 56 2,79 – 1,55
= 2,24 4. Skor
= 1,55 + 46 2,79 – 1,55
= 2,12 Pemberian peringkat dan penilaian sebagai berikut:
Tabel III.15 Distribusi Frekuensi Prestasi Kerja Karyawan
Skor Skor
Penilaian Peringkat
2,55 - 2,79
2,37 – 2,79
Tinggi 3
2,37 – 2,54
2,24 – 2,36
2,24 – 2,36
Cukup 2
2,12 – 2,23
1,55 – 2,23
Rendah 1
2,12
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2013
69
Kategori prestasi kerja karyawan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: prestasi kerja karyawan tinggi, cukup dan rendah. Ketiga prestasi
kerja karyawan tersebut masing-masing dijelaskan sebagai berikut: 1 Prestasi kerja karyawan tinggi
Prestasi kerja karyawan tinggi jika nilai rata-rata prestasi karyawan berada pada skor 2,37
– 2,79
2 Prestasi kerja karyawan cukup Prestasi kerja karyawan cukup jika nilai rata-rata prestasi
karyawan berada pada skor
2,24 – 2,36
3 Prestasi kerja karyawan rendah Prestasi kerja karyawan cukup jika nilai rata-rata prestasi
karyawan berada pada skor 1,55 – 2,23
2. Uji Hipotesis a. Uji Prasyarat
Uji persyaratan analisis diperlukan guna mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak.
Beberapa teknik analisis data menuntut uji persyaratan analisis. Analisis varian mempersyaratkan bahwa data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal dan linier. 1 Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang terjaring berdistribusi normal,
70
sehingga analisis untuk menguji hipotesis dapat dilakukan. Dalam uji normalitas ini digunakan rumus uji satu sampel dari
Kolmogorov-Smirnov, yaitu tingkat kesesuaian antara distribusi harga satu sampel skor observasi dan distribusi teoritisnya. Uji ini
menetapkan suatu titik dimana teoritis dan yang terobservasi mempunyai perbedaan terbesar, artinya distribusi sampling yang
diamati benar-benar merupakan observasi suatu sampel random dari distribusi teoritis Ghozali, 2002. Alat statistik untuk
pengujian normalitas data penelitian ini adalah tes Kolmogorov- Smirnov. Adapun rumus uji Kolmogorov-Smirnov untuk normalitas
sebagai berikut Ghozali, 2002: X
S X
F maksimum
D
n o
Keterangan:
D
= Deviasi maksimum F
= Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan
X S
n
= Distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi
Kriteria penerimaan: a Jika nilai Kolmogorov- Smirnov lebih besar dari nilai
probabilitas ρ = 0,05 maka H diterima.
71
b Jika nilai Kolmogorov- Smirnov lebih kecil dari nilai probabilitas ρ = 0,05 maka H
ditolak. Hipotesis:
H0 = berdistribusi normal Ha = berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujian hipotesis: a Jika prob
≥ α maka H0 diterima b Jika prob
≤ α maka H0 ditolak Dengan kata lain bila probabilitas yang diperoleh
melalui perhitungan lebih besar dari taraf signifikan 5, berarti sebaran data variabel normal. Apabila probabilitas yang
diperoleh melalui perhitungan lebih kecil dari taraf 5 berarti sebaran data variabel tidak normal.
2 Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah masing-
masing variabel bebas mempunyai hubungan linier atau tidak dengan variabel terikatnya. Uji linieritas ini digunakan dengan
analisis varians dengan menggunakan rumus F.
72
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai F adalah sebagai berikut Sudjana, 1989:332
S S
G TG
F
2 2
Keterangan: F
= Bilangan untuk linieritas S
2 TG
= Varian tuna cocok S
2 G
= Varian kekeliruan Kriteria pengujian linieritasnya yaitu:
a Jika nilai F
hitung
lebih kecil dari F
tabel
pada taraf signifikasi 5 dengan derajat kebebasan dk = k-2 dan n-k maka
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat bersifat linear
b Jika nilai F
hitung
lebih besar dari F
tabel
pada taraf signifikasi 5 dengan derajat kebebasan dk = k-2 dan n-k maka
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat tidak bersifat linear.
b. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah
hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya
73
gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang
tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE best linear unbiased estimator yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat
multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi Sudrajat 1988 : 164. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan
sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-
pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi
mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik
perlu dilakukan. 1 Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah suatu hubungan linear yang sempurna mendekati sempurna antara beberapa atau semua
variabel bebas. Multikolinearitas suatu masalah yang sering muncul dalam ekonomi karena In economics, everything depends
on everything else Kuncoro, 2007. Cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas salah
satunya dengan Variance Inflation Factor dan Tolerance, jika terdapat sejumlah k variabel independen tidak termasuk konstanta
74
di dalam sebuah model, maka varian dari koefisien regresi parsial dapat ditulis sebagai berikut Widarjono, 2009:
R
2 j
merupakan R
2
yang diperoleh dari regresi auxiliary antara variabel independen dengan variabel independen sisanya k-
1, sedangkan VIF adalah Variance Inflation Factor. Ketika R
2 j
mendekati satu atau dengan kata lain kolinieritas antar variabel independen maka VIF akan naik dan mendekati tak terhingga jika
nilainya R
2 j
= 1. VIF
dapat digunakan
untuk mendeteksi
masalah multikolinearitas dalam model regresi berganda. Jika nilai VIF
semakin membesar maka diduga ada multikolinearitas, sedangkan jika nilai VIF melebihi angka 10 maka dikatakan ada
multikolinearitas karena nilai R
2 j
melebihi dari 0,90. Selain VIF juga digunakan nilai tolerance untuk
mendeteksi multikolinearitas dalam model regresi berganda, nilai tolerance TOL dapat dicari menggunakan rumus Widarjono,
2009:
75
TOL = 1 - R
2 j
Jika R
2 j
= 0 berarti tidak ada kolinearitas antara variabel independen, maka nilai TOL = 1 dan sebaliknya juka R
2 j
= 1 berarti ada kolinearitas antar variabel independen maka nilai TOL = 0.
Nilai VIF = 1 Tolerance a Jika VIF 10 maka variabel tersebut mempunyai
persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya
b Jika VIF 10 maka variabel tersebut terbebas dari persoalan multikolinieritas
2 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana varians
dari kesalahan pengganggu tidak konstan untuk suatu variabel bebas Supranto, 2004 : 68. Untuk mendeteksi ada tidaknya
masalah heteroskedastisitas digunakan uji korelasi rank dari spearman.
76
Rumus korelasi dari spearman didefinisikan sebagai berikut:
Keterangan: d
1
= perbedaan pada rank yang diberikan kepada dua karakteristik yang berbeda dari individu atau fenomena
ke-1 n
= banyaknya individu atau fenomena yang diberikan kepada rank
Selanjutnya dengan bantuan computer program SPSS, untuk menentukan terjadi tidaknya masalah heteroskedastisitas
digunakan ketentuan sebagai berikut: a Jika r
s
hitung r
s
tabel, maka terjadi heteroskedastisitas b Jika r
s
hitung r
s
tabel, maka tidak terjadi heteroskedastisitas 3 Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah suatu keadaan di mana kesalahan pengganggu dari satu observasi terhadap observasi selanjutnya
yang berturutan tidak berpengaruh atau tidak terjadi korelasi.
77
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat diuji dengan jalan menghitung “ The Durbin-Watson, d” dengan rumus sebagai
berikut Supranto, 2004: 116-117:
Keterangan: d = statistic durbin watson
e = gangguan estimasi i
= observasi terakhir i-1 = observasi sebelumnya
Untuk memperoleh kesimpulan apakah ada masalah autokorelasi atau tidak, hasil hitungan statistic d harus
dibandingkan dengan tabel statistic d. pemilihan angka tabel d harus memperhatikan banyaknya parameter =k, dan jumlah
observasi =n, pada tingkat sig nifikansi =α tertentu.
Hipotesis yang dapat disimpulkan adalah: H
: ≤ 0 tidak ada autokorelasi positif
78
H
A
: 0 ada autokorelasi positif Keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah Kuncoro, 2007:
a Bila nilai DW lebih besar daripada batas atas upper bound, U, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya, tidak
ada autokorelasi positif. b Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah lower bound,
L, maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Artinya, ada autokorelasi positif.
c Bila nilai DW terletak di antara batas atas dan batas bawah, maka koefisien autokorelasi tidak dapat disimpulkan.
Durbin-Watson telah berhasil mengembangkan uji statistik yang disebut uji statistik d, sehingga berhasil menurunkan nilai
kritis batas bawah d
L
dan batas atas d
U
sehingga jika nilai d terletak di luar nilai kritis maka ada tidaknya autokorelasi baik
positif atau negatif dapat diketahui. Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam tabel 3.16 atau
dengan menggunakan gambar 3.1 Widarjono, 2009.
79
Autokorelasi Ragu-Ragu Tidak Ada Ragu-Ragu Autokorelasi
Positif Autokorelasi Negatif
O d
L
d
U
2 4 - d
U
4 - d
L
4
Gambar III.1 Statistik Durbin-Watson d
Tabel III.16 Uji Statistik Durbin-Watson d
Nilai Statistik d Hasil
0 d d
L
d
L
≤ d ≤ d
U
d
U
≤ d ≤ 4 – d
U
4 – d
U
≤ d ≤ 4 – d
L
4 – d
L
≤ d ≤ 4 Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi positif
Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menerima hipotesis nol; tidak ada autokorelasi positif negatif
Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi negatif
Sumber: Widarjono, 2009
80
C. Regresi Berganda Pengujian hipotesis penelitian ini dengan menggunakan analisis
regresi berganda. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa variabel independen X terhadap
variabel dependen Y Santoso, 2000. Dalam penelitian ini analisis regersi berganda digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi
beberapa variabel independen X terhadap variabel dependen Y, dan juga melihat apakah kontribusi tersebut signifikan atau tidak.
Untuk melihat apakah ada kontribusi dan seberapa besar kontribusi variabel independen X terhadap variabel dependen Y yaitu
dengan melihat hasil regresi berganda pada output SPSS dengan melihat tabel Coefficients pada Kolom Standardized Coefficients yaitu
dengan melihat nilai Beta β.
Dengan melakukan regresi dengan standardized variabel adalah agar dapat membandingkan secara langsung antar variabel
independen, dalam pengaruhnya masing-masing terhadap variabel dependen. Variabel independen mana yang berpengaruh lebih besar
terhadap variabel dependen dapat dilihat dari besar kecilnya masing- masing koefisien beta regressor.
81
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut Sugiyono, 2007: 284:
1. Membuat persamaan regresi untuk tiga prediktor Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ e Keterangan:
Y : Prestasi kerja karyawan
a : harga konstan
b
1
: koefisien prediktor X
1
b
2
: koefisien prediktor X
2
b
3
: koefisien prediktor X
3
X
1
: Motivasi kerja X
2
: Disiplin kerja X
3
: Keadilan Kompensasi e
: eror term Harga a dan b dicari dengan rumus:
2. Mencari koefisien determinasi R
2
prediktor X
1
, X
2
dan X
3
dengan Y, dengan rumus sebagai berikut Sutrisno, 2004: 23:
82
Keterangan: R
2
: koefisien derteminasi antara Y dengan X
1
, X
2
dan X
3
a
1
: koefisien prediktor X
1
a
2
: koefisien prediktor X
2
a
2
: koefisien prediktor X
3
∑ X
1
Y : jumlah produk antara motivasi kerja dan prestasi kerja ∑ X
2
Y : jumlah produk antara disiplin kerja dan prestasi kerja
∑ X
3
Y : jumlah produk antara kompensasi dan prestasi kerja
∑ Y
2
: jumlah kuadrat kriterium prestasi kerja
3. Menguji keberartian koefisien regresi ganda uji modeling f dengan menggunakan rumus sebagai berikut Sugiyono, 2010:
266:
Keterangan: R
= Koefisien korelasi berganda k
= Jumlah variabel independen n
= Jumlah anggota sampel Kesimpulan: jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka
koefisien korelasi ganda yang diuji adalah signifikan, yaitu dapat diberlakukan untuk seluruh populasi.
Rumusan Hipotesis:
83
1 Motivasi Kerja Ho
= Motivasi kerja tidak berkontribusi secara signifikan terhadap prestasi kerja karyawan.
Ha = Motivasi kerja berkontribusi secara signifikan terhadap
Prestasi kerja karyawan. 2 Disiplin Kerja
Ho = Disiplin kerja tidak berkontribusi secara signifikan
terhadap Prestasi kerja karyawan. Ha
= Disiplin kerja berkontribusi secara signifikan terhadap Prestasi kerja karyawan.
3 Keadilan Kompensasi Ho = Keadilan Kompensasi tidak berkontribusi secara signifikan
terhadap Prestasi kerja karyawan. Ha = Keadilan Kompensasi berkontribusi secara signifikan
terhadap Prestasi kerja karyawan. Berdasarkan tabel pada taraf signifikansi 5 serta derajat
kebebasan n-k maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Kriteria Pengujian Hipotesis:
a Jika T
hitung
≤ T
tabel
, maka Ho diterima dan Ha ditolak
84
b Jika T
hitung
≥ T
tabel
, maka Ho ditolak dan Ha diterima Atau bisa juga melihat signifikansinya, dengan melihat kolom
Sig ρ:
a Jika Sig ≤ 0,05 , maka Ho ditolak dan Ha diterima
b Jika Sig ≥ 0,05 , maka Ho diterima dan Ha ditolak
4 Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Keadilan Kompensasi secara bersama-sama
Ho = Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Keadilan Kompensasi secara bersama-sama tidak berkontribusi secara signifikan
terhadap prestasi kerja karyawan. Ha = Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Keadilan Kompensasi
secara bersama-sama berkontribusi secara signifikan terhadap prestasi kerja karyawan.
Berdasarkan tabel pada taraf signifikansi 5, dengan db pembilang = k dan db penyebut = n-k-1, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut: Kriteria Pengujian Hipotesis:
a Jika F
hitung
≤ F
tabel
, maka Ho diterima dan Ha ditolak b Jika F
hitung
≥ F
tabel
, maka Ho ditolak dan Ha diterima
85
Atau bisa juga melihat signifikansinya, dengan melihat kolom Sig
ρ:
c Jika Sig ≤ 0,05 , maka Ho ditolak dan Ha diterima
d Jika Sig ≥ 0,05 , maka Ho diterima dan Ha ditolak
b. Analisis Koefisien Determinasi Adjusted Square
Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen Santoso, 2001. Untuk regresi dengan lebih dari dua variabel independen digunakan adjusted R square.
jika nilai adjusted R
2
semakin dekat pada nilai 1 maka kontribusi variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel
terikat semakin kuat, sebaliknya jika nilai R
2
semakin dekat dengan nilai 0 maka kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat
semakin kecil.
86
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan
Sebelum adanya MirotaKampus, terlebih dahulu berdiri PT Mirota yang usaha pertamanya adalah pembuatan minuman, roti dan tart. PT Mirota
sendiri merupakan perusahaan perseorangan yang didirikan pada tahun 1950 oleh Bapak dan Ibu Hendro Sutikno. Nama Mirota mempunyai arti tersendiri
yakni kepanjangan dari kata MInuman, ROti dan TArt. Di samping usaha tersebut pada tahun 1952 Bapak dan Ibu Hendro Sutikno mengembangkan
usahanya dengan membuka toko P D Provition Dranken yangterletak di Jl. A. Yani 75 Yogyakarta.Dan seterusnya perkembangan usaha PT Mirota,
diteruskan oleh putera-puteri Bapak Hendro Sutikno meliputi berbagai jenis usaha dengan nama brand MIROTA.
Salah satu usaha yang organisasinya bergerak di bidang retail atau eceran yang didirikan oleh Bapak Siswanto Hendro Sutikno dan Bapak Nico
Sukandar adalah MirotaKampus. MirotaKampus sebenarnya merupakan bagian dari PT Mirota Nayan yang menjadi perseroan terbatas pada tanggal 13 Mei
1983, yang berlokasi di Jl. Solo Km.7 Babarsari, Yogyakarta. Kemudian pada tanggal 13 Mei 1985 PT Mirota Nayan membuka cabangnya di Jl. C.
Simanjuntak 70 Yogyakarta, nama MirotaKampus diambil berdasarkan lokasi, karena sangat dekat dengan Kampus UGM, UII, UNY, dan beberapa sekolah.
Saat ini nama MirotaKampus sudah sangat dikenal di Yogyakarta dan berdirinya cabang di Jl. C. Simanjuntak 70 Yogyakarta merupakan titik tolak
86