Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Kasus di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan)

(1)

PENGARUH PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI

TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

( Studi Kasus di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan

Kabupaten Aceh Selatan)

Disusun Oleh:

SERIDAWATI

(060903050)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Shalawat beriring salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para ahlul bait, yang senantiasa menjadi tauladan bagi setiap ummat manusia. Semoga kita mendapat syafa’atnya di yaumil akhir kelak. Amin

Adapun skripsi ini berjudul “Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Kasus di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan).” Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana profesionalisme kerja pegawai di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan dan mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan publik. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S-1) di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik itu dari permasalahan penulisan redaksi maupun dari substansi penulisan skripsi itu sendiri. Oleh karena itu penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Selama proses penyusunan skripsi penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak yang selalu berdoa buat penulis. Dalam kesempatan ini penulis ingin


(3)

mengucapkan untaian kata terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua penulis dan juga adik penulis.

Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Humaizi, MA. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Beti Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Februati Trimurni, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan banyak bekal ilmu, nasihat, bimbingan serta arahan kepada penulis, selama penulis menimba Ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.


(4)

7. Terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh Staf Pegawai Administrasi, yang ada di Departemen Ilmu Administrasi Negara khususnya Kak Mega dan Kak Dian yang telah banyak membantu segala urusan administratif sejak awal penulis memulai studi hingga saat ini.

8. Seluruh Pegawai di Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan pengumpulan data.

9. Terima kasih buat seluruh Teman-teman AN 06 yang sudah menemani penulis selama 4 tahun mengikuti bangku perkuliahan. Terima kasih buat semua persahabatan yang telah kalian berikan.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Juni 2010 Penulis

060903050 SERIDAWATI


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI …………...………... vi

DAFTAR TABEL ………..……... vii

DAFTAR GAMBAR ……….… x

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi

ABSTRAKSI ………... xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

I.1 Latar Belakang ……….... 1

I.2 Perumusan Masalah ………. 8

I.3 Tujuan Penelitian ……….…. 9

I.4 Manfaat Penelitian ………... 9

I.5 Kerangka Teori ………. 10

I.5.1. Profesionalisme Kerja Pegawai ……….. 10

I.5.1.1 Defenisi Profesionalisme Kerja ……….……….... 11

I.5.1.2 Karakteristik Profesionalisme Kerja ……….. 14

I.5.1.3 Faktor yang Mendukung Profesionalisme Kerja …. 16 I.5.2 Pelayanan Publik ….………... 17

I.5.2.1 Pengertian Pelayanan Publik ………. 17

I.5.2.2 Bentuk-bentuk Pelayanan Publik ……….. 19

I.5.2.3 Standar Pelayanan Publik ………. 21

I.5.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik ….. 23


(6)

I.5.4 Hubungan Profesionalisme Kerja Pegawai dengan

Kualitas Pelayanan Publik ……… 30

I.6 Hipotesis ………. 32

I.7 Definisi Konsep ……… 32

I.8 Definisi Operasional ……… 33

BAB II METODE PENELITIAN ………. 36

II.1 Bentuk Penelitian ... 36

II.2 Lokasi Penelitian ... 36

II.3 Populasi dan Sampel ……... 36

II.3.1 Populasi ……… 36

II.3.2 Sampel ………. 37

II.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

II.5 Teknik Penentuan Skor ……….. 38

II.6 Teknik Analisa Data ... 40

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ………. 43

III.1 Profil Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah Kabupaten Aceh Selatan ……….. 43

III.2 Visi, Misi, Nilai-nilai, dan Asumsi-asumsi ……….. 44

III.2.1 Visi ………... 44

III.2.2 Misi ………... 46

III.2.3 Nilai-nilai (Values) ……… 46

III.2.4 Asumsi-asumsi ……….. 47


(7)

III.4 PProfesionalisme Kerja Pegawai di Badan Kepegawaian,

Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan ………... 64

III.5 Pelayanan Publik di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan ……….. 66

III.6 Struktur Organisasi ……… 67

BAB IV PENYAJIAN DATA HASIL PENELITIAN ………. 68

IV.1 Karakteristik Responden ………. 68

IV.2 Kuesioner Variabel X (Profesionalisme Kerja Pegawai) ……. 74

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA …………... 95

V.1 Analisa Data ……… 95

V.1.1 Profesionalisme Kerja Pegawai ……… 96

V.1.2 Kualitas Pelayanan Publik ……… 98

V.1.3 Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik ……… 99

V.1.3.1 Product Moment ……… 100

V.1.3.2 Koefisien Determinan ………. 102

V.2 Interpretasi Data ………..………... 102

V.2.1 Profesionalisme Kerja Pegawai ……… 102

V.2.2 Kualitas Pelayanan Publik ……… 108

V.2.3 Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai terhadap Kualitas Pelayanan Publik ………. 111


(8)

BAB VI PENUTUP ……….. 114

VI.1 Kesimpulan ……… 114

VI.2 Saran …………... 115

DAFTAR PUSTAKA ……….……….. 117 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Ketentuan Responden Penelitian ……….... 68 Tabel 2 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Tingkat Usia …... 69 Tabel 3 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Tingkat Usia …. 69 Tabel 4 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ……. 70 Tabel 5 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Jenis Kelamin … 71 Tabel 6 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan . 71 Tabel 7 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan72 Tabel 8 Identitas Responden Masyarakat Berdasarkan Pekerjaan ……… 73 Tabel 9 Identitas Responden Pegawai Berdasarkan Golongan …………. 73 Tabel 10 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Perlakuan yang Sama Dalam

Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat ……… 74 Tabel 11 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Konsistensi ……… 75 Tabel 12 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Pengaruh Jabatan/Pangkat

Dalam Mengeluarkan Pendapat ……… 76 Tabel 13 Disribusi Jawaban Pegawai Mengenai Pengaruh Gender dalam

Penempatan Posisi Kerja ………... 77 Tabel 14 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Ketaatan dalam Melaksanakan

Perintah dari Atasan ……….. 78 Tabel 15 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Hubungan Baik Dengan

Sesama Rekan Kerja ………. 79 Tabel 16 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Integritas Pegawai dalam


(10)

Tabel 17 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Ketelitian dalam Pekerjaan 80 Tabel 18 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Pemberlakuan Sanksi

Apabila Terlambat Hadir Pada Jam Kerja ……… 81 Tabel 19 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Pemberlakuan Sanksi

Apanila Melakukan Kesalahan dalam Menjalankan Tugas …….. 82 Tabel 20 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Pemungutan Biaya Sesuai

Dengan Ketentuan yang Ada ………... 82 Tabel 21 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Produk Pelayanan yang

Diberikan kepada Masyarakat ……….. 84 Tabel 22 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Fasilitas Sarana dan Prasarana

Yang Ada di BKPP Aceh Selatan ………….……….. 85 Tabel 23 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Pemakaian Seragam Pada

Saat Jam Bekerja ……….……… 87 Tabel 24 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Kepedulian Pegawai dalam

Mengatasi Berbagai Permasalahan ………..………… 88 Tabel 25 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Kemudahan dalam

Mengakses Berbagai Informasi ……… 88 Tabel 26 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Menghadapi Tuntutan

Pelayanan yang Maksimal dari Masyarakat ……… 89 Tabel 27 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Ketepatan Waktu dalam

Penyelesaian Urusan Pelayanan ……….………. 90 Tabel 28 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Keberadaan Pegawai di


(11)

Tabel 29 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Sikap dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat ……… 91 Tabel 30 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Penyelesaian Pekerjaan

Sesuai dengan Prosedur ………..….. 92 Tabel 31 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Kesediaan Pegawai dalam

Mendengarkan Berbagai Keluhan dari Masyarakat ………. 93 Tabel 32 Distribusi Jawaban Pegawai Mengenai Keramahan ……… 93


(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I : Surat Rencana Skripsi

Lampiran II : Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi Lampiran III : Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing

Lampiran IV : Undangan Seminar Proposal Rancangan Usulan Skripsi Lampiran V : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usulan

Penelitian Mahasiswa FISIP USU

Lampiran VI : Berita Acara Seminar Ususlan Penelitian Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU

Lampiran VII : Surat Izin Penelitian

Lampiran VIII : Surat Persetujuan Penelitian dari BKPP Aceh Selatan Lampiran IX : Kuesioner Penelitian


(13)

ABSTRAKSI

Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik

(Studi Kasus di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan)

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Seridawati

NIM : 060903050

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Dra. Februati Trimurni, M.Si

Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan dari pelayanan publik yakni publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.

Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah baik yang secara langsung maupun melalui media massa, seperti keluhan terhadap prosedur yang berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian, besaran biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak adanya transparansi, dan sikap petugas ataupun pegawai yang kurang responsif. Hal-hal inilah yang menimbulkan citra yang buruk kepada pemerintah.

Untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain telah ditetapkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana profesionalisme kerja pegawai yang ada di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan. Selain itu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara profesionalisme kerja pegawai di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan terhadap kualitas pelayanan publik yang ada di Kabupaten tersebut.


(14)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik yang ada. Selain itu profesionalisme yang ada di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan sudah dapat dikatakan cukup baik walaupun masih harus terus ditingkatkan.


(15)

ABSTRAKSI

Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik

(Studi Kasus di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan)

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Seridawati

NIM : 060903050

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Dra. Februati Trimurni, M.Si

Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan dari pelayanan publik yakni publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.

Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah baik yang secara langsung maupun melalui media massa, seperti keluhan terhadap prosedur yang berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian, besaran biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak adanya transparansi, dan sikap petugas ataupun pegawai yang kurang responsif. Hal-hal inilah yang menimbulkan citra yang buruk kepada pemerintah.

Untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain telah ditetapkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana profesionalisme kerja pegawai yang ada di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan. Selain itu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara profesionalisme kerja pegawai di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan terhadap kualitas pelayanan publik yang ada di Kabupaten tersebut.


(16)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik yang ada. Selain itu profesionalisme yang ada di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan sudah dapat dikatakan cukup baik walaupun masih harus terus ditingkatkan.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 telah banyak membawa perubahan yang fundamental kepada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketidakpuasan masyarakat akan sistem pemerintahan yang sentralistik, buruknya kinerja pemerintah, kualitas pelayanan publik yang rendah dan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tuntutan reformasi itu sendiri tertuju pada aparatur pemerintah. Rakyat mengharapkan lahirnya good governance dan mereka cukup paham bahwa pemerintahan yang baik itu antara lain dapat terwujud melalui kebijakan desentralisasi.

Namun, berbagai tuntutan itu tidaklah akan terbentuk secara otomatis. Banyak langkah yang mesti direncaanakan, dilakukan, dan dinilai secara sistematis dan konsisten. Dalam konteks ini, penataan sumber daya aparatur menjadi hal yang sangat penting dilakukan. Terlebih lagi di era otonomi daerah seperti sekarang. Penataan sumber daya aparatur yang profesional dalam manajemen otonomi daerah harus diprioritaskan, karena reformasi dibidang administrasi pemerintahan mengharapkan hadirnya pemerintah yang lebih berkualitas, lebih mampu mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan sosial ekonomi.

Dengan adanya semangat otonomi daerah, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan berbagai Peraturan Perundang-undangan dalam rangka desentralisasi kepegawaian, diantaranya adalah sebagai berikut :


(18)

1. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi

Pegawai Negeri Sipil.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. 9. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Sejalan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan desentralisasi bidang kepegawaian kepada daerah otonom tersebut diatas, maka unit pengelola sumber daya aparatur dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil sudah selayaknya ditangani oleh sebuah lembaga teknis daerah berbentuk badan atau kantor, Selama ini daerah otonom hanya memiliki kewenangan terbatas dalam


(19)

pengelolaan sumber daya aparatur, antara lain menyangkut usulan kenaikan pangkat, usulan mutasi, usulan pengisian jabatan kerja dan usulan pemberhentian, sedangkan keputusan terakhir tetap berada di tangan Pemerintah Pusat. Keberadaan Peraturan Pemerintah tersebut pemberian kewenangan dalam bidang kepegawaian perlu diimbangi dengan penataan manajemen dan kelembagaan yang mengelola sumber daya aparatur.

Untuk memberi landasan yang kuat bagi pelaksanaan desentralisasi kepegawaian tersebut, diperlukan adanya pengaturan kebijakan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara nasional tentang norma, standar, dan prosedur yang sama dan bersifat nasional dalam setiap unsur manajemen kepegawaian. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah merupakan Perangkat Pemerintah Daerah yang berwenang melaksanakan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kinerja pegawai dalam rangka menunjang tugas pokok Gubernur, Bupati/Walikota. Kelancaran pelaksanaan tugas organisasi ini sangat tergantung pada kesempurnaan dari pegawai yang berada didalamnya yang mampu bekerja secara profesional, efektif dan efisien guna meningkatkan kelancaran roda pemerintahan.

Aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan bagi masyarakat sekaligus sebagai penanggung jawab fungsi pelayanan umum di Indonesia yang mengarahkan tujuannya kepada public service, memikirkan dan mengupayakan tercapainya sasaran pelayan kepada seluruh masyarakat dalam berbagai lapisan. Hal ini mengharuskan pihak pemerintah senantiasa mengadakan pembenahan


(20)

menyangkut kualitas pelayanan yang dihasilkan. Pelayanan yang berkualitas berarti pelayanan yang mampu memberi kepuasan kepada pelanggan (masyarakat) dan mampu memenuhi harapan masyarakat. Sebab pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan. Oleh sebab itu hanya pelanggan (masyarakat) yang dapat menentukan kualitas pelayanan dan mereka pula yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.

Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah atas kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan publik atau masyarakat. Dengan demikian, kegiatan tersebut mengandung adanya unsur-unsur perhatian dan kesediaan serta kesiapan dari pegawai pemerintah. Rasa puas masyarakat dalam pelayanan publik akan terpenuhi ketika apa yang diberikan oleh pegawai sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini, dimana dalam pelayanan tersebut terdapat tiga unsur pokok yaitu biaya yang relatif lebih murah, waktu untuk mengerjakan relatif lebih cepat dan mutu yang diberikan relatif lebih bagus.

Dalam hal ini Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Aceh Selatan, sebagai institusi pelayanan teknis mempunyai tugas kewenangan di bidang pelayanan publik antara lain: merumuskan perencanaan dan melaksanakan kebijakan teknis manajemen kepegawaian daerah, melaksanakan kegiatan penata usahaan Badan Kepegawaian Daerah, memberikan pertimbangan atau penetapan mutasi kepegawaian bagi PNS daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan memberikan pertimbangan pensiun PNS dan penetapan status kepegawaian diwilayah kerjanya.


(21)

Dari hasil pengamatan penulis, ada beberapa masalah yang ditemukan di Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh Selatan diantaranya

1. BKPP Aceh Selatan dinilai bobrok dan amburadul, terbukti dengan semrautnya administrasi penempatan tugas para CPNS formasi 2008, beberapa CPNS tenaga guru yang ditempatkan di sebuah sekolah sesuai yang tercantum dalam SK tapi ternyata ketika dicek oleh CPNS yang bersangkutan, ternyata sekolah yang tertera dalam SK pengangkatan tersebut tidak ada dilapangan.

2. Tidak ada lagi harmonisasi kerja, beberapa pegawai berjalan sendiri-sendiri, tidak ada lagi koordinasi.

3. Indikasi adanya oknum pejabat BKPP yang menerima suap dari beberapa oknum CPNS tertentu agar ditempatkan di instansi yang lebih refresentatif (basah)

Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya ketegasan dalam memberikan sanksi hukum terhadap oknum pejabat yang melakukan kecurangan. Selain beberapa masalah diatas terdapat juga kasus adanya tenaga honorer fiktif, banyak data tenaga honorer yang direkayasa oleh pihak-pihak tertentu dengan cara mengeluarkan surat keterangan mengabdi sebagai tenaga honorer, padahal oknum honorer itu tidak pernah mengabdi dan terdaftar sebagai tenaga bakti (http:/ 2009).


(22)

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah ini terjadi akibat minimnya kinerja pegawai terhadap tanggung jawab mereka sebagai pekerja (PNS), rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh pegawai tersebut menjadi citra buruk BKPP itu sendiri ditengah masyarakat. Bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluh dan kecewa terhadap tidak layaknya pegawai dalam memberikan pelayanan. Pelayanan kepada masyarakat tidak akan dapat terlaksana secara optimal tanpa adanya kesiapan pegawai yang professional untuk melaksanakan visi dan misi pemerintah kabupaten /kota. Contohnya seperti yang dialami oleh Ibu Herawati, seorang CPNS tenaga guru SD warga Meukek. Dalam SK pengangkatan ia ditugaskan di sebuah SD di kawasan Kecamatan Kluet Tengah. Ternyata ketika ia mendatangi SD tersebut tidak ada. Akhirnya ia belum tahu harus bekerja di mana, sementara SK pengangkatan menjadi CPNS telah didapatkannya. Herawati tidak sendiri, beberapa CPNS yang lainnya juga mengalami nasib yang serupa, kasusnya pun berbeda-beda. Berdasarkan investigasi Global di BKPP Aceh Selatan, Jumat (11/9) terungkap, dari 242 CPNS formasi umum tahun 2008 yang telah diserahkan SK nya itu, mayoritas dari keseluruhannya disinyalir kuat tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

Dalam kenyataannya pelayanan yang diberikan pegawai belum sesuai dengan yang diharapkan. Adanya anggapan bahwa di era otonomi daerah, kualitas pelayanan publik justru semakin buruk dari sebelumnya (Sherwod 1997:7 dalam Revida 2007:1) bahwa profesionalisme pelayanan pemerintah didaerah sedang mengalami kemunduran.


(23)

Aparatur Negara atau pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah dalam melakukan pembangunan nasional. Dalam hal ini diperlukan pegawai yang profesional agar mampu meningkatkan mutu, pengetahuan, keterampilan karena didorong dengan banyaknya tanggung jawab tugas pemerintah serta pengabdiannya kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pegawai. Pegawai atau aparatur pemerintah yang profesional sangat berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kemajuan dan peningkatan kualitas pelayanan organisasi pemerintah. Hal ini disebabkan bahwa pegawai pemerintah sebagai penentu, perencana, pelaksana, dan pengawas administrasi pemerintahan.

Kurangnya profesionalisme aparatur dalam pengelolaan pelayanan publik mengakibatkan kurangnya kemauan untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan dan adanya rasa apatis masyarakat terhadap pemerintahan mengakibatkan masyarakat merasa tersisihkan dari proses pemerintahan.

Dari berbagai bidang pekerjaan yang digeluti aparatur pemerintah jelas sekali yang menjadi permasalahan adalah menyangkut kekurang-profesionalan pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas penting yang dipercayakan kepadanya sehingga mengakibatkan banyak kerugian di pihak masyarakat yang sangat menginginkan hasil kerja pegawai yang optimal dalam memberikan pelayanan publik.

Mengingat pentingnya profesionalisme kerja sebagai persyaratan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka setiap pegawai dituntut untuk


(24)

senantiasa meningkatkan profesionalismenya, berdasarkan asumsi saya terlihat bahwa profesionalisme kerja pegawai belumlah sesuai dengan kondisi yang diharapkan yaitu profesionalisme kerja yang dapat mendukung terlaksananya dan terwujudnya kualitas pelayanan yang lebih baik.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (Studi Pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Aceh Selatan).”

I.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya dengan jelas, sehingga akan jelas pula darimana harus dimulai, kemana harus pergi dan apa yang akan dilakukan. Perumusan masalah juga diperlukan untuk mempermudah meng-intepretasikan data dan fakta yang diperlukan dalam penelitian, (Arikunto, Suharsimi, 1996: 19).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : “Sejauh Mana Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas

Pelayanan Publik di Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan


(25)

I.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Suatu riset khusus dalam ilmu pengetahuan empiris pada umumya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan itu sendiri.

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana profesionalisme kerja pegawai di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan.

2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik yang diberikan di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan kepada masyarakat.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir dalam menulis karya ilmiah tentang profesionalisme kerja pegawai dan kualitas pelayanan publik.


(26)

2. Secara praktis. Sebagai masukan/sumbangan pemikiran bagi Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Selatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional.

3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.

I.5 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu mengemukakan teori-teori sebagai kerangka berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana penelitian menyoroti masalah yang dipilih. Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk melakukan penelitian dan teori dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisai yang logis yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi (Sugiyono, 2006 : 55).

I.5.I Profesionalisme Kerja Pegawai

Pembahasan mengenai profesionalisme kerja pegawai mencakup defenisi profesionalisme, apa yang menjadi karakteristik dari profesionalisme kerja dan faktor pendukung profesionalisme kerja pegawai tersebut. Sehingga hal ini akan membantu untuk memahami lebih lanjut mengenai profesionalisme kerja pegawai. I.5.1.1 Defenisi Profesionalisme Kerja

Menurut Kurniawan (2005:73), istilah professional itu berlaku untuk semua aparat pegawai mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Professional


(27)

dapat diartikan sebagi suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan (fitness) antar kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic competence) dengan kebutuhan tugas (task-requirement). Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan syarat terbentuknya aparatur yang professional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi.

Menurut Siagian (dalam Kurniawan, 2005: 74), profesionalisme adalah kehandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2004: 157) profesionalisme adalah suatu sikap atau keadaan dalam melaksanakan pekerjan dengan memerlukan keahlian melalui pendidikan dan pelatihan tertentu, dan dilakukan sebagai suatu pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan.

Seorang yang professional adalah seorang pegawai yang memiliki keterampilan, kemampuan atau keahlian untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik menurut bidangnya masing-masing sehingga memperoleh pengakuan atau penghargaan. Seorang pegawai yang professional juga hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.

Ada empat sifat yang dapat dianggap mewakili sikap profesionalisme sebagai berikut : pertama, keterampilan yang tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan sistematis; kedua, pemberian jasa dan pelayanan yang


(28)

altruistis, artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi ; ketiga, adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerjaan melalui kode-kode etik yang dihayati dalam proses sosialisasi pekerjaan, dan keempat, suatu sistem balas jasa (berupa uang, promosi jabatan dan kehormatan) yang merupakan lambang prestasi kerja (Harefa, 2004 : 137).

Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai yang tercermin melalui perilakunya sehari-hari dalam organisasi. Tingkat kemampuan pegawai yang tinggi akan lebih cepat mengarah kepada pencapaian tujuan organisasi yang telah direncanakan sebelumnya, sebaliknya apabila tingkat kemampuan pegawai rendah kecenderungan tujuan organisasi yang akan dicapai akan lambat bahkan menyimpang dari rencana semula. Istilah kemampuan menunjukkan potensi untuk melaksanakan tugas yang mungkin dan tidak mungkin dilakukan. Kalau disebut potensi maka kemampuan disini merupakan kekuatan yang ada didalam diri seseorang. Dan istilah kemampuan dapat juga dipergunakan untuk menunjukkan apa yang akan dapat dikerjakan seseorang, bukan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang.

Apa yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2000 : 7-8) dapat menambah pemahaman mengenai profesionalisme kerja pegawai atau tenaga kerja. Ia mengemukakan tenaga kerja pada hakikatnya mengandung aspek-aspek :

1. Aspek Potensial, bahwa setiap tenaga kerja memiliki potensi-potensi herediter yang bersifat dinamis yang terus berkembang dan dapat dikembangkan. Potensi-potensi itu antara lain : daya mengingat, daya berpikir, bakat dan minat, motivasi, dan potensi-potensi lainnya.


(29)

2. Aspek Profesionalisme atau Vokasional, bahwa setiap tenaga kerja memiliki kemampuan dan keterampilan kerja atau kejujuran dalam bidang tertentu dengan kemampuan dan keterampilan itu dia dapat mengabdikan dirinya dalam lapangan kerja tertentu dan menciptakan hasil yang baik secara optimal.

3. Aspek Fungsional, bahwa setiap tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya secara tepat guna, artinya dia bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang yang sesuai pula. Misalnya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam bidang elektronik seharusnya bekerja dalam bidang pekerjaan elektronik bukan bekerja sebagai tukang kayu untuk bangunan. 4. Aspek Operasional, bahwa setiap tenaga kerja dapat mendayagunakan

kemampuan dan keterampilannya dalam proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang sedang ditekuninya.

5. Aspek Personal, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki sifat-sifat kepribadian yang menunjang pekerjaannya, misalnya sikap mandiri dan tangguh, bertanggung jawab, tekun dan rajin, mencintai pekerjaannya, berdisiplin dan berdedikasi tinggi.

6. Aspek Produktifitas, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki motif berprestasi, berupaya agar berhasil, dan memberikan hasil dari pekerjaannya baik kuantitas maupun kualitas.

Dari beberapa defenisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Profesionalisme kerja pegawai adalah keseluruhan karakteristik profesional pegawai dalam melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan


(30)

kegiatan kerja yang dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik secara optimal.

1.5.1.2 Karakteristik Profesionalisme Kerja

Menurut Mertin Jr (dalam Kurniawan, 2005: 75) karakteristik professional aparatur sesuai dengan tuntutan good governance, diantaranya :

1. Equality

Perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini didasarkan atas tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan yang berkualitas pada semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, status sosial, dan sebagainya.

2. Equity

Kesetaraan adalah adanya peluang dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. Prasetya

dalam

adalah perlakuan yang ada kepada semua unsur tanpa memandang atribut yang menempel pada subjek tersebut. Menurut Tjandra (2005 :11) kesetaraan yaitu tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan dan gender. Maka dapat disimpulkan bahwa kesetaraan merupakan kesamaan perlakuan kepada setiap orang tanpa membedakan suku, ras, agama, golongan, gender serta adanya hubungan kekerabatan dan dalam hal ini dikhususkan pada pegawai di Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Aceh Selatan.


(31)

3. Loyality

Kesetiaan kepada konstitusi hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya.

4. Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah laporan para penentu kebijakan kepada publik. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Levine (dalam Dwiyanto, 2005:147), mendefenisikan akuntabilitas sebagai suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholdes. Pengertian lain juga dikemukakan oleh Kumorotomo (2005:3), yaitu akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya. Menurut Wibowo dkk ( 2004:73), akuntabilitas berkaitan erta dengan pertanggungjawaban terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian sasaran atau target kebijakan atau target program yang telah ditetapkan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah kemampuan pemerintah untuk mempertanggungjawabkan


(32)

kinerjanya dan juga tanggung jawab atas pelayanan yang diberikan kepada publik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan karakteristik diatas dapat diketahui bahwa profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai yang tercermin melalui sikap dan perilakunya sehari-hari dalam organisasi.

1.5.1.4 Faktor-Faktor Yang Mendukung Profesionalisme Kerja

Menurut Atmosoeprapto (dalam kurniawan, 2005 :74) faktor-faktor yang mendukung profesionalisme kerja pegawai yaitu sebagai berikut :

1. Kompetisi. Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi) yaitu memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan (ability), ditunjang dengan pengalaman (experience), yang mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu. Oleh karena itu berkaitan dengan kualitas pelayanan publik maka kemampuan aparatur sangat diperlukan.

2. Loyalitas. Secara teoritik loyalitas berhubungan dengan tingkat kedisiplinan, terutama dalam hal ketaatan terhadap peraturan yang berlaku. Kedisiplinan akan terwujud dengan baik jika pegawai atau aparatur mampu menaati peraturan-peraturan yang ada. Loyalitas juga berkaitan erat dengan kemampuan pertanggung jawaban tugas pekerjaan dan daya tanggap. Selain itu loyalitas tidak membeda-bedakan pemberian pelayanan atas dasar golongan tertentu.

3. Budaya organisasi. Kultur organisasi adalah kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan


(33)

dan mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya harus sejalan dengan tindakan organisasi pada bagian lain, seperti merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan bahkan sebenarnya bila budaya tidak sejalan dengan tugas-tugas ini, maka organisasi akan mengalami masa sulit.

4. Performansi (performance). Performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, atau hasil kerja. Performansi atau prestasi (kehandalan dan kecakapan) adalah hasil yang diinginkan dari perilaku. Performansi mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktifitas yang tinggi dalam organisasi.

1.5.2 Pelayanan Publik

1.5.2.1 Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Kurniawan (dalam Sinambela, 2006 : 5) pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Selanjutnya Gabriel Roth (dalam Kumorotomo, 1994:70) :

“pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan untuk publik, apakah disediakan secara umum atau disediakan secara privat. Pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik”.


(34)

Menurut Soetopo (dalam Napitupulu, 2007 : 164) pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Pelayanan juga dapat disebut suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan (Boediono,2003 : 60).

Secara umum pelayanan dapat diartikan semua usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan, dengan demikian dalam menyajikan pelayanan hendaknya menambahkan sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti ketulusan dan integritas (Tjandra,2005 :11).

Pengertian yang lengkap terhadap pelayanan publik yang dikutip dari Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyatakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggra pelayanan publik. Sedangkan keputusan menteri pendayagunaan Aparatur Negara No.63 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi publik yang bertujuan


(35)

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik berupa barang atau jasa yang dilakukan sesuai dengan standard dan peraturan yang telah ditetapkan.

1.5.2.2 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik

Pemerintah melalui lembaga dan segenap aparaturnya bertugas menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pemerintah terdiri dari berbagai macam bentuk.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003, pelayanan publik dibagi berdasarkan tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu bentuk pelayanan yang menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau publik.

2. Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk / jenis barang yang digunakan publik.

3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik.

Menurut Moenir (1992: 191-196), bentuk pelayanan ada tiga macam yaitu: 1. Pelayanan dengan lisan.

Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas-petugas bidang hubungan masyarakat (humas), bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia.


(36)

Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu:

1) Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.

2) Mampu memberikan penjelasan apa-apa saja yang perlu dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

3) Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.

4) Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dan bercanda dengan sesama pegawai, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas.

2. Pelayanan melalui tulisan.

Dalam bentuk tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerangannya berupa tulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sering terjadi.

Pelayanan melalui tulisan terdiri dari dua macam, yaitu:

1) Layanan yang berupa petunjuk, informasi dan sejenis yang ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga.

2) Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberitahuan dan lain sebagainya.


(37)

3. Pelayanan dalam bentuk perbuatan.

Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dalam penjelasan secara lisan.

Bentuk pelayanan di BKPP Aceh Selatan menurut saya sampai sekarang ini belum begitu cukup memuaskan karena adanya keluhan masyarakat akan adanya pegawai yang belum siap dalam menghadapi persoalan dibidang pelayanan publik, apalagi dalam waktu cepat. Misalnya saja dalam hal melayani secara lisan belum semua pegawai bisa berbahasa Inggris dan secara perbuatan tidak semua pegawai-pegawai itu ramah dengan masyarakat.

1.5.2.4 Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus mempunyai standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi :

1. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.


(38)

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.

3. Biaya Pelayanan

Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan.

4. Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

5. Sarana dan Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

1.5.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Publik

Suatu layanan yang komprehensif yang diberikan oleh pegawai pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah sebagai pemberi pelayanan dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan yang diberikan.

Menurut Moenir (1992 : 88) faktor-faktor yang mendukung pelayanan, antara lain sebagai berikut :


(39)

1. Faktor Kesadaran yaitu antara kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya dapat membawa dampak yang sangat positif terhadap organisasinya.

Ini akan menjadi kesungguhan dan displin dalam melaksanakan tugas, sehingga hasilnya dapat diharapkan memnuhi standar yang telah ditetapkan.

2. Faktor Aturan yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan ini mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerjaan dapat berjalan teratur dan terarah, oleh karena itu harus dipahami oleh organisasi yang berkepentingan/bersangkutan.

3. Faktor Organisasi merupakan alat serta system yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.

4. Faktor Pendapatan yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan. Pendapatan yang cukup akan memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang baik.

5. Faktor Keterampilan tugas yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki, yaitu kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan kemampuan untuk membuat konsep.


(40)

6. Faktor Sarana yaitu sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan layanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu dan fasilitas lain yang melengkapi seperti fasilitas komunikasi.

1.5.3. Kualitas Pelayanan Publik

Berbicara mengenai kualitas pelayanan, bukan hanya ditentukan oleh pihak yang melayani saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani karena merekalah yang menikmati layanan sehingga kualitas pelayanan dapat diukur berdasarkan harapan-harapan pelanggan dalam memenuhi kepuasan.

Kualitas pelayanan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Untuk itu kualitas dapat dideteksi pada persoalan bentuk dan mutu, sehingga dapat ditemukan bahwa kualitas pelayanan merupakan bentuk dari sebuah janji. Kualitas adalah tercapainya sebuah harapan dan kenyataan sesuai komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya (Lukman, 2000: 9).

Menurut Goestch dan Davis (dalam Tjiptono, 2003 : 4) kualiatas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan dapat dilihat dari sistem pemberian pelayanan yang baik dan besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif dan didayagunakan untuk melayani kepentingan pengguna jasa.

Dalam konteks pelayanan publik dikemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik


(41)

mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik (Kurniawan, 2005 : 7 ).

Kualitas dapat diberi pengertian sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang kemampuan dalam memenuhi kebutuhan. Kualitas sering kali diartikan sebagi segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan (Kurniawan,2005 : 53-54). Sedangkan Sinambela (2006 : 6-8), kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal konsep pelayanan prima. Kualitas pelayanan publik merupakan mutu/kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan/ masyarakat (meeting the needs customers).

Berdasarkan dari beberapa definisi tentang kualitas pelayanan publik diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan publik adalah keseluruhan ciri dan karakteristik pelayanan yang diberikan pegawai kepada publik dalam suatu organisasi dengan mengutamakan rasa puas bagi yang menerima layanan.

Menurut Tangklison (2005 : 223) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan itu sendiri adalah :

1. Faktor internal antara lain kewenangan direksi, sikap yang berorientasi terhadap perubahan, budaya organisasi, etika organisasi, system internship maupun semangat kerja sama.

2. Faktor eksternal antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrol


(42)

yang dilakukan oleh masyarakat serta organisasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Kemudian menurut Juliantara (2005 : 3) tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

1. Transparansi, yaitu pelayan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan efektifitas.

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.


(43)

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik (Sinambela, 2006 : 6).

Menurut Boediono (2003 : 63) hakikat dari pelayanan publik yang prima adalah :

1. Meningkatkan mutu produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan publik.

2. Mendorong upaya meng-efektifitaskan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan publik dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efesien dan efektif).

3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Menurut Zeitham dkk (dalam Boediono, 2003 : 114) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu :

1. Bukti Langsung (Tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telefon, komputer, dan lain-lain.

2. Daya Tanggap (Responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf untuk membantu masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung.


(44)

3. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang dijanjikannya.

4. Jaminan (Assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan oleh aparat birokrasi untuk membuat masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.

5. Empati (Emphaty), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal ini seperti bagaimana aparat birokrasi menciptakan komunikasi eksternal untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Selain kelima dimensi tersebut, menurut Gasperz (dalam Tjandra, 2005:20), hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kualitas pelayanan mulai dari waktu tunggu, waktu proses hingga waktu penyelesaian suatu produk pelayanan adalah sebagai berikut :

1. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan realitas pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan.

2. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan (internal maupun eksternal).


(45)

3. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan.

4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan.

5. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan erat dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani, banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer untuk memproses data dan lain-lain.

6. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan dan lain-lain. 7. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan

khusus dan lain-lain.

8. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parker kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.

9. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkungan kebersihan, ruang tunggu dan fasilitas lainnya.

Jika dalam menyelenggarakan pelayanan publik aparat birokrasi telah menerapkan hal-hal diatas maka dapat dikatakan bahwa pelayanan publik yang tersenggara telah berkualitas karena melalui penerapan hal-hal di atas berarti masyarakat akan memperoleh pelayanan dengan mudah, cepat, dan merasa nyaman bila berurusan atau bersentuhan dengan birokrasi pemerintah.


(46)

1.5.4 Hubungan Profesionalisme Kerja Pegawai dengan Kualitas Pelayanan Publik

Profesionalisme kerja pegawai adalah suatu kemampuan dan keterampilan dalam proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik secara optimal. Kualitas Pelayanan Publik adalah keseluruhan ciri dan karakteristik pelayanan yang diberikan pegawai kepada publik dalam suatu organisasi dengan mengutamakan rasa puas bagi yang menerima layanan.

Agar pelayanan yang diberikan dapat berjalan secara efektif dan efesien serta memuaskan masyarakat maka perlu adanya peningkatan kerja pegawai pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Dalam hal ini, keprofesionalan pegawai diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik yang akhirnya akan membawa masyarakat untuk tidak bosan berurusan dengan pegawai pemerintah. Dengan terciptanya profesionalisme kerja pegawai diharapkan terciptanya pula hasil pelayanan yang berkualitas dimana kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama penyelenggara pelayanan publik.

Sesuai yang dikemukakan oleh Tjokrowinoto (Tangkilisan,2005: 231) bahwa profesionalisme berkaitan dengan kemampuan aparat yang bekerja dengan memiliki inovasi, dan mempunyai etos kerja tinggi. Tentu akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap kualitas layanan kepada para pengguna jasa.


(47)

Dengan adanya profesionalisme, kinerja individu secara langsung akan berpengaruh terhadap pemberian kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa.

Apa yang dikatakan oleh Siagian ( dalam Tangkilisan,2005 : 231) bahwa profesionalisme berkaitan dengan keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh masyarakat. Secara otomatis akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Korten dan Alfonso (dalam Tangkilisan,2005 : 231) profesionalisme kerja diukur melalui keahlian yang dimiliki oleh seorang pegawai yang sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan oleh organisasi kepada pegawai. Aparat yang bertugas harus menguasai secara tepat semua mekanisme kerja dan metode kerja yang ada, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa atau masyarakat yang ada ketika melakukan pengurusan terhadap masalah yang dialami.

1.6 Hipotesis

Hipotesis adalah Jawaban terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (sugiyono, 2005 : 70).


(48)

1. Hipotesis Kerja (Ha)

Terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik.

1.7 Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995: 33) menyatakan bahwa konsep merupakan istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Konsep teoritis diajukan untuk menjawab permasalahan yang diteliti, maka perlu diadakan defenisi konsep.

Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang dipergunakan, yaitu :

1. Profesionalisme kerja pegawai adalah karakteristik profesional pegawai dalam melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik secara optimal. 2. Kualitas Pelayanan Publik adalah keseluruhan ciri dan karakteristik

pelayanan yang diberikan pegawai kepada publik dalam suatu organisasi dengan mengutamakan rasa puas bagi yang menerima layanan.


(49)

1.8 Defenisi Operasional

Berdasarkan pendapat Singarimbun (1995:46) defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Defenisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian. Defenisi operasional dalam penelitian adalah :

1. Variabel Bebas (X) Profesionalisme Kerja Pegawai diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :

1. Equality yang dimiliki pegawai yang dilihat dari:

1) Perlakuan yang sama atas pelayanan publik yang diberikan 2) Konsistensi dalam memberikan pelayanan

2. Equity yang dimiliki pegawai dilihat dari:

Perilaku yang sama kepada semua pegawai tanpa memandang atribut yang menempel pada subjek tersebut. Ini dapat dilihat dari:

1) Tidak adanya pengaruh pangkat/jabatan terhadap kebebasan pegawai jika ingin mengeluarkan pendapat

2) Tidak adanya pengaruh perbedaan gender dalam penempatan posisi kerja.

3. Loyality yang dimiliki pegawai dilihat dari: 1) Kesetiaan kepada institusi

2) Kesetiaan kepada pimpinan


(50)

4. Akuntabilitas yang dimiliki pegawai dilihat dari:

1) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik : meliputi integritas ( selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang ditetapkan), tingkat ketelitian, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan peraturan dan kedisiplinan.

2) Akuntabilitas biaya pelayanan publik harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3) Akuntabilitas produk pelayanan publik

2. Variable Terikat (Y) Kualitas Pelayanan Publik diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :

1) Bukti Langsung : meliputi tersedianya ruang tunggu, seragam, perlengkapan, dan sarana komunikasi.

2) Daya Tanggap : meliputi dapat diakses, tidak lama menunggu, respon terhadap permintaan.

3) Keandalan : meliputi penyelesaian pelayanan dengan cepat dan selesai pada waktu yang dijanjikan.

4) Jaminan : meliputi terpercaya, reputasi yang baik dalam hal pelayanan, pegawai yang kompeten.

5) Empati : meliputi mengenal pelanggan, pendengar yang baik dan sabar.


(51)

BAB II

METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif dengan analisa kuantitatif yang menggunakan rumus statistik untuk membantu menganalisa data dan fakta yang diperoleh selama penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar atau adakah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) berada di Jalan T. Ben Mahmud No. 18 Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan.

2.3 Populasi dan Sampel 2.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek dan obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2005 : 90). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pegawai Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kab. Aceh Selatan yang jumlahnya 74 Orang dan juga masyarakat sebanyak 11 orang.


(52)

2.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipergunakan sebagai sumber data. Didalam penelitian ini teknik penentuan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagi sampel, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana anggota populasi dijadikan sampel (Sugiono, 2005 : 96).

Mengutip dari pendapat Arikunto (1998 : 120), apabila subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Berdasarkan pendapat tersebut maka sampel penelitian ini adalah seluruh pegawai sebanyak 74 orang pegawai dan masyarakat 11 orang.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagi berikut :

1. Pengumpulan Data Primer

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data primer tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Metode Angket (Kuesioner)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan sacara tertutup yang telah disediakan kepada responden.


(53)

b. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

c. Wawancara

yakni dengan melakukan Tanya jawab kepada informan atau sampel yang dianggap mengetahui permasalahan penelitian secara mendalam. 2. Pengumpulan Data Sekunder

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui : a. Penelitian Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku-buku karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan instansi terkait.

2.5. Teknik Penentuan Skor

Teknik pengumpulan skor oleh nilai yang digunakan dalam penelitian ini adalah memakai skala ordinal untuk menilai jawaban kuesioner yang disebarkan kepada responden.


(54)

Adapun format jawaban dari kuesioner menurut skala ordinal dengan lima alternatif jawaban. Tiap alternatif itu diberikan skor dengan penilaian nilai skala sebagai berikut :

1. Untuk pilihan jawaban A diberi skor 5 2. Untuk pilihan jawaban B diberi skor 4 3. Untuk pilihan jawaban C diberi skor 3 4. Untuk pilihan jawaban D diberi skor 2 5. Untuk pilihan jawaban E diberi skor 1

Untuk menentukan kategori jawaban responden dari masing-masing variabel, maka terlebih dahulu ditentukan skala intervalnya dengan cara sebagai berikut :

Skor tertinggi – Skor terendah Banyaknya bilangan

5 - 1

Maka diperoleh = 0.8 5

Sehingga dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden masing-masing variabel, yaitu :

a. Skor untuk kategori sangat tinggi = 4,24 – 5,0 b. Skor untuk kategori tinggi = 3,43 – 4,23 c. Skor untuk kategori sedang = 2,62 – 3,42 d. Skor untuk kategori rendah = 1,81 – 2,61 e. Skor untuk kategori sangat rendah = 1,00 – 1,80


(55)

2.6 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif yang digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Adapun metode statistik yang digunakan adalah :

2.6.1. Koefisien korelasi product moment

Cara ini digunakan untuk mengetahui adakah pengaruh variabel profesionalisme kerja pegawai (X) terhadap kualitas pelayanan publik (Y), maka digunakan rumus product moment untuk mencari koefisien antar kedua variabel tersebut (Sugiyono, 2005:212). Perhitungannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

rx =

( )( )

{

}{

}

− 2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( )

(n X X n Y Y

Y X XY

n

Rxy : angka indeks korelasi r product moment n : sampel

∑x : jumlah skor x

∑y : jumlah skor y

Untuk melihat hubungan antara kedua variabel tersebut maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Nilai rxy yang positif menunjukkan hubungan kedua variabel positif, artinya kenaikan nilai variabel yang satu diikuti variabel yang lain.

b. Nilai rxy yang negatif menunjukkan kedua variabel negatif, artinya nilai variabel yang satu diikuti dengan meningkatnya variabel yang lain.


(56)

c. Nilai rxy yang sama dengan nol menunjukkan kedua variabel tidak mempunyai hubungan, artinya variabel yang satu tetap meskipun yang lainnya berubah.

Untuk mengetahui adanya hubungan yang tinggi atau rendah antara kedua variabel berdasarkan nilai r (koefisien korelasi), digunakan penafsiran atau interpretasi angka yang dikemukakan oleh Sugiyono (2005:149) yaitu :

Tabel 1

Interpretasi Korelasi Product Moment

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.00 – 0.199 Sangat rendah 0.20 – 0.399 Rendah 0.40 – 0.599 Sedang 0.60 – 0.799 Tinggi

0.80 – 1.00 Sangat tinggi

Dari nilai rxy yang diperoleh dapat dilihat secara langsung melalui tabel korelasi untuk mengetahui apakah nilai r yang diperoleh tersebut berarti atau tidak. Tabel korelasi ini menentukan batas-batas r yang signifikan. Ketentuannya bila r dihitung lebih kecil dari r tabel (r hitung < r tabel) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel (r hitung > r tabel) maka Ha diterima.

Dengan nilai r yang diperoleh maka dapat diketahui apakah nilai r yang diperoleh berarti atau tidak dan bagaimana tingkat hubungannya melalui tabel korelasi. Tabel korelasi menentukan batas-batas r yang signifikan. Bila r tersebut signifikan, artinya hipotesis kerja/hipotesis alternatif dapat diterima.


(57)

a. Untuk menguji hipotesis, pengaruh profesionalisme kerja pegawai (X) dengan kualitas pelayanan publik (Y), maka diadakan pengujian dengan rumus “t” (Sugiyono, 2005:212) yaitu :

t =

2

1 2 r n r

− −

b. Untuk menghitung kontribusi pelaksanaan profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik digunakan perhitungan determinasi. Perhitungan dilakukan dengan rumus “D” (Sugiyono, 2005:212) yaitu :

D =

( )

rxy 2x100% Keterangan :

D = Koefisien determinan

Rxy = Koefisien korelasi moment antara x dan y


(58)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Profil Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Aceh Selatan

Optimalisasi pelaksanaan fungsi pemerintahan yaitu pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan sebagian besar di dominasi oleh adanya aparatur pemerintah khususnya Pegawai Negeri Sipil Daerah yang kuat daalm arti memiliki kualitas yang tinggi dalam pelaksanaan tugas, karena itu memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berdaya guna dan berhasil guna serta profesional.

Namun pada kenyataannya pengelolaan kepegawaian itu masih banyak dihadapkan pada beberapa kendala sebagai berikut :

1. Dengan adanya desentralisasi kewenangan kepegawaian yang diberikan kepada daerah, PNSD dalam jumlah yang besar tetapi kualitas masih relatif rendah.

2. Pelimpahan pegawai yang tidak diimbangi sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan tugas.

3. Penyelenggaraan diklat PNSD belum memenuhi kebutuhan organisasi. 4. Belum adanya kejelasan pola karier PNSD

5. Disiplin PNSD yang masih rendah

Untuk menyikapi hal tersebut, sesuai dengan isi yang terkandung dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian dan peraturan pelaksanaan lainnya diperlukan strategi pembinaan PNSD untuk menciptakan Aparatur yang profesional, netral dari


(59)

pengaruh politik, bermoral tinggi, berwawasan global, mendukung persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara.

Menghadapi keadaan tersebut, Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Aceh Selatan perlu melakukan langkah-langkah strategi dibidang pengelolaan dan pembinaan sumber daya manusia (dalam hal ini kepegawaian) sebagai konsekuensi dari penataan kelembagaan, perlu dipersiapkan penataan dan pembinaan personil yang diangkat berdasarkan ide-ide, fakta-fakta dan aspirasi pegawai yang dituangkan secara konseptual.

3.2 Visi, Misi, nilai-nilai dan Asumsi-asumsi 3.2.1. Pernyataan Visi

Visi merupakan gambaran dari suatu keadaan ideal di masa depan yang ingin diciptakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten aceh Selatan dan merupakan refleksi dari keadaan internal dan eksternal serta kehandalan inti seluruh komponen Badan kepegawaian Daerah.

Badan kepegawaian Daerah mempunyai tugas pokok yang ditentukan dalam peraturan daerah Nomor : 6 tahun 2001 tentang organisasi Dan Tata Kerja Badan kepegawaian daerah Kabupaten Aceh Selatan yaitu pelaksanaan pengolahan administrasi kepegawaian, penyusun program petunjuk pembinaan dan pengembangan kepegawaian serta pelaksanaan mutasi pegawai dan tata usaha kepegawaian, selanjutnya dalam melaksanakan tugas tersebut Badan kepegawaian Daerah mempunyai fungsi:

1. Pengumpulan dan pengolahan data serta mempersiapkan peraturan perundangan dibidang kepegawaian;


(60)

2. Pengumpulan bahan pelaksanaan ujian dinas, pelaksanaan ujian persamaan ijazah, pencantuman gelar kesarjanaan dan pemberian penghargaan serta tanda jasa;

3. Pelaksanaan pengolahan administrasi kepegawaian;

4. Pengumpulan dan mengolah data menyiapkan penyusunan program dan petunjuk teknis pembinaan dan pengembangan karir;

5. Pelaksanaan usaha-usaha dan kegiatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai;

6. Pelaksanaan dan mengolah mutasi dan tata usaha kepegawaian;

Memperhatikan Tugas pokok dan fungsi di atas, Badan Kepegawaian Daerah yang melaksanakan fungsi staf dengan ruang lingkup pelayanan meliputi:

1. Intern Badan Kepegawaian Daerah 2. Ekstern Badan Kepegawaian Daerah

Sesuai dengan ruang lingkup TUPOKSI tersebut berarti Badan Kepegawaian Daerah dituntut untuk memberikan pelayanan yang prima kepada semua pegawai pemerintah Kabupaten Aceh Selatan. Tuntutan tersebut merupakan tantangan bagi seluruh unsur aparatur Badan Kepegawaian Daerah untuk berketetapan hati bekerja secara profesional guna mendukung terciptanya Sumber Daya Manusia /Aparatur Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi secara keseluruhan.


(61)

Dengan berbagai pertimbangan diatas, maka Visi Badan Kepegawaian Daerah Adalah:

“ Paripurna Dalam Pengolahan dan Pembinaan Kepegawaian Pada Pemerintah kabupaten Aceh Selatan”

3.2.2. Pernyataan Misi

Visi yang menjadi acuan kerja badan Kepegawaian Daerah harus dijabarkan dalam Misi. Pernyataan misi merupakan pernyataan mengenai hal-hal yang harus dilalui atau menjadi pemandu terhadap tindakan manajemen dan stafnya, dan menunjukkan dengan jelas arti penting eksistensi Badan Kepegawaian Daerah khususnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Selatan pada umumnya.

Berdasarkan masukan dari komponen di Badan Kepegawaian Daerah, dapat dirumuskan misi sebagai berikut :

1. Peningkatan kualitas pengolahan dan pelayanan Administrasi Kepegawaian

2. Meningkatkan penataan pembinaan karier pegawai 3. Meningatkan disiplin pegawai

4. Meningkatkan prestasi kerja

3.2.3. Nilai-Nilai (Values)

Nilai dari values menjelaskan bagaimana stakeholder mengharapkan Badan Kepegawaian Daerah berangkat menuju tempat yang ideal di masa depan. Untuk mewujudkan VISI dan MISI badan Kepegawaian Daerah kabupaten Aceh


(62)

Selatan tersebut di atas, diperlukan perumusan NILAI_NILAI yang merupakan faktor penggerak perilaku Badan Kepegawaian Daerah yang mampu menuntun perkembangan dan pelaksanaan kebijakan maupun kegiatan, adalah sebagai berikut:

1. Efisiensi dan Efektif 2. Ekonomis

3. Demokratis 4. Keadilan 5. Disiplin 6. Akuntabel

7. Bertanggung Jawab 8. Kepekaan

3.2.4. Asumsi – Asumsi

Visi dan misi badan Kepegawaian Daerah dapat tercapai berdasarkan Asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Adanya dukungan data/informasi kepegawaian yang lengkap dan akurat 2. Pengelolaan dan pembinaan pegawai secara menyeluruh yang terampil,

obyektif, adil dan kompetitif dapat terlaksana jika ada system reward and

Punishment, system prestasi kerja, dan pola hubungan antara diklat dan

pengembangan karier pegawai.

3. Adanya dukungan dari pimpinan dan seluruh staf Badan Kepegawaian Daerah serta pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan.


(63)

3.3 Tugas Pokok dan Fungsi. 1. Kepala Badan

1) Kepala badan kepegawaian pendidikan dan pelatihan berkeduduka n di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Bupati aceh Selatan melalui sekretaris Daerah kabupaten.

2) Kepala badan kepegawaian pendidikan dan pelatihan mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Memimpin Badan Kepegawaian Pendidikan Dan pelatihan dalam Pelaksanaan tugas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku dan kebijakan pemerintah Daerah;

2. Menyiapkan kebijakan umum Daerah dibidang Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan di Daerah;

3. Menetapkan kebijakan Teknis dibidang Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan di Daerah yang menjadi tanggungjawabnya sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Bupati

4. Melaksanakan kerjasama dengan Instansi dan Organisasi lain yang menyangkut bidang Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan.

2. Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh seseorang sekretaris berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan yang mempunyai tugas melakukan koordinasi ketatausahaan, keuangan, ketatalaksanaan, kepegawaian,


(64)

perlengkapan dan Hubungan kemasyarakatan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, sekretaris mempunyai fungsi :

1. Mengkoordinasi pelaksanaan Tugas yang berkaitan dengan urusan keuangan meliputi pelaksanaan Penyusunan Anggaran, Pembukuan keuangan dan mempersiapkan laporan dalam rangka pertanggungjawaban; 2. Mengkoordinasi pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan urusan

penyusunan kegiatan meliputi pengumpulan keuangan dan mempersiapkan laporan dalam rangka pertanggungjawaban;

3. Mengkoordinasi pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan urusan umum meliputi pembinaan ketatausahaan, ketatalaksanaan, kerumahtanggaan, administrasi perjalanan dinas, protokol dan hubungan masyarakat;

4. Mengumpulkan dan mempersiapkan bahan petunjuk umum dan teknis yang berkaitan dengan urusan kepegawaian serta memberikan pelayanan administrasi kepegawaian;

5. Mengkoordinasi seluruh rangkaian Administrasi Kepegawaian sebagai bahan dokumentasi dan pertanggungjawaban;

6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan.

3. Subbag Umum Dan Kepegawaian

Sub Bagian Umum dan perlengkapan mempunyai tugas membantu sebagian tugas Sekretariat yang behubungan dengan urusan ketatausahaan, ketatalaksanaan, kerumahtanggaan, hubungan masyarakat, perlengkapan dan kepegawaian di lingkungan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan.


(1)

bagi Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Aceh Selatan karena pada dasarnya Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Aceh Selatan didirikan untuk melayani publik dalam hal melaksanakan hak dan kewajiban kepegawaian. Dan untuk meningkatkan kualitas pelayanan tersebut diperlukan profesionalisme keja pegawai pada Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Aceh Selatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kualitas sumber daya manusia (pegawai) saat ini diterapkan disiplin kerja yang sangat ketat, yaitu penetapan jam masuk dan pulang kerja pegawai. Dan jika melanggar ketetapan yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Pelayanan di Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Aceh Selatan saat ini dilaksanakan secara lebih sederhana karena dilaksanakan secara terpadu dan mengutamakan efisiensi waktu serta berdasarkan undang-undang yang berlaku. Di ruangan kantor Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Aceh Selatan juga disediakan kotak saran untuk masyarakat yang ingin memberi masukan untuk Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Aceh Selatan. Di dalam melayani, pegawai memberikan senyum, sapa, dan salam. Selain itu apabila ada permasalahan yang ingin di diskusikan ataupun keluhan yang ingin disampaikan maka masyarakat dapat menemui Subbag Umum dan Kepegawaian.


(2)

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai terhadap Kualitas Pelayanan Publik pada kantor Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan di Aceh Selatan. Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik, akan tetapi peningkatan dan perbaikan harus terus dilakukan. karena semakin baik profesionalisme kerja pegawai dikantor Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan di Aceh Selatan maka akan semakin baik dan berkualitas pula pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

2. Profesionalisme Kerja Pegawai pada Kantor Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan di Aceh Selatan sudah dilaksanakan dengan cukup baik, namun harus terus dipertahankan dan dimaksimalkan. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Profesionalisme Kerja Pegawai berada pada kategori sedang berdasarkan jawaban responden yang berjumlah 40 orang (54%) dari total responden yang berjumlah 74 orang (100%) dan juga hasil jawaban masyarakat yang secara keseluruhan menilai bahwa profesionalisme kerja pegawai telah terlaksana dengan cukup baik.

3. Sedangkan untuk Kualitas Pelayanan Publik pada Kantor Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan di Aceh Selatan juga sudah dilaksanakan dengan


(3)

cukup baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik berada pada kategori sedang berdasarkan jawaban responden yang berjumlah 49 orang (66,21%) dari total responden yang berjumlah 74 orang (100%) dan juga hasil jawaban masyarakat keseluruhan menilai bahwa pelayanan publik telah terlaksana cukup baik dan berkualitas. 4. Dari hasil perhitungan koefisien korelasi product moment, Profesionalisme

Kerja Pegawai berpengaruh terhadap kualitas Pelayanan publik Pada kantor Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan di Aceh Selatan dan tingkat hubungannya adalah sedang. Besarnya pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai terhadap Kualitas Pelayanan Publik pada Kantor Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan di Aceh Selatan adalah sebesar 18,49 % yang diperoleh dari perhitungan Determinan.

6. 2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Dari segi Profesionalisme Kerja Pegawai, hal yang perlu ditingkatkan adalah dalam memberikan pelayanan pegawai tidak boleh membedakan masyarakat berdasarkan golongan, suku bangsa,ras, dan terutama gender. Seperti pada penempatan posisi fungsi jabatan sebaiknya tidak hanya memandang bahwa pegawai laki-laki yang paling pantas menduduki posisi jabatan tertinggi namun pegawai perempuan juga pantas menduduki posisi jabatan yang tinggi sesuai dengan kualitas kemampuan yang dimiliki.


(4)

Loyalitas pegawai harus lebih ditingkatkan baik terhadap institusi, pimpinan maupun sesama rekan kerja.

2. Dari segi pelayanan publik hal yang perlu ditingkatkan adalah kualitas yang sudah dibangun untuk menciptakan kepuasan masyarakat dipertahankan dengan sikap ramah pegawai, berpenampilan baik serta mengerti kebutuhan dan menindak lanjuti keluhan yang disampaikan oleh masyarakat. Selain itu pelayanan hendaknya dilakukan secara lebih mudah cepat dan sesuai dengan prosedur dan perundang-undangan yang berlaku.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi IV). Jakarta: Rineka Cipta.

Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: Rineka cipta. Hamalik, Oemar. 2000. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Pendekatan Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara. Harefa, Andrias. 2004. Membangkitkan Etos Profesionalisme. Jakarta: Gramedia.

Juliantara, Dadang. 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan.

Kumorotomo, Wahyudi. 1994. Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta: Raja Grafindo

Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa pada Masa Transisi. Yogyakarta: Pusat Pelajar.

Kurniawan, Agung.2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan.

Lukman, Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta: STIA LAN Press.

Moenir, H.A.S.1992, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Napitupulu, Paimin.2007. Pelayanan Publik dan Customer Statisfiction. Bandung: Alumni.

Revida, Erika. 2007. Administrasi Kepegawaian Publik. Medan: USU Press. Sedarmayanti. 2004. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian Kedua: Membangun Manajemen Sistem Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik). Bandung: Mandar Maju.

Sinambela, Lijan Poltak, dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Tangklison, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo.

Tjandra, Riawan W,dkk. 2005. Peningkatan Kapasitas Pemda dalam Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan.

Tjiptono, Fandi & Diana Anastasia. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi.

Peraturan Perundang-undangan:

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian di Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Sumber-sumber lain: www. bkd.go.id

www.goodgovernance-or.id


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga, dan Citra Merek Terhadap Kepuasan Pelanggan Dalam Pemakaian Jasa Transportasi Bus Studi Kasus Pada PT. ATS (Aceh Transport)

12 179 96

pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai Kantor Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Tapanuli Selatan

29 185 86

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik(Studi Pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu (Upt) Samsat Medan Selatan)

47 290 138

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Kerja Pegawai pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Lues

1 33 95

Pengaruh Mutasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Sipil Studi Kasus di Dinas Pendidikan Kota Binjai)

56 289 72

Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Public (Studi Pada Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal)

74 302 114

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Profesionalisme Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian dan Pendidikan Pelatihan Daerah Kabupaten Dairi

4 60 134

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Pelayanan Publik (Studi Pada Unit Pelaksana Teknis Dinas-Pelatihan Pendidikan Teknik Dinas Pendidikan Sumatera Utara)

6 90 91

Pengaruh Desain Pekerjaan Terhadap Semangat Kerja Pegawai Pada Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan

2 36 96

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dalam Pelayanan Publik (Studi pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Tamiang)

9 136 135