Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kader Desa Dalam Berperan Serta
matangnya berbagai pertimbangan sebagai dasar pengambilan keputusan yaitu peran serta. Azwar, 1995.
b. Lama jadi kadermasa kerja. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Perjalanan waktu yang telah ditempuh oleh
kader mempunyai kelebihan khusus dibandingkan dengan kader pemula. Makin lama menjadi kader pengalaman yang dimiliki semakin banyak sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk
bertindak mengambil keputusan. Sebaliknya kader pemula belum memiliki banyak pengalaman serta asing dan ragu-ragu. Kondisi ini akan menghambat peran sertanya dalam suatu kegiatan.
Dari sisi lain dengan masa kerja yang lama umur kader juga semakin tua. Pada usia tua terjadi proses degeneratif yang berdampak pada kemampuan dan peran sertanya sebagai kader. Perasaan
bosan dengan pekerjaan yang telah lama dilakukan juga memungkinkan menurunnya produktivitas dan peran serta kader Widagdo dan Husodo, 2009. Masa kerja berkaitan dengan
peran seseorang sesuai tugasnya di masyarakat. Artinya, ada hubungan antara peran serta seseorang dengan masa kerja dengan asumsi bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam
organisasi semakin tinggi pula peran sertanya dalam organisasi tersebut. Hal itu terjadi karena ia semakin berpengalaman dan meningkatkan keterampilannya yang dipercayakan kepadanya
Efendi: 2008. c. Pendidikan Tambahan
Melalui pendidikan tambahan kader akan memiliki wawasan yang lebih luas dibanding yang belum memiliki pendidikan tambahan utamanya yang berkaitan dengan tugasnya. Kader
yang pernah mendapatkan pendidikan tambahan perbendaharaan pengetahuan akan lebih tinggi yang merupakan dasar terbentuknya sikap selanjutnya diaplikasikan dalam peran serta.
Sebaliknya kader yang tidak belum pernah mendapat pendidikan tambahan memiliki keterlambatan wawasan sehingga karena keterbatasan tersebut peran serta kader tidak optimal.
d. Pengetahuan Dengan pengetahuan seseorang akan dapat mengingat kembali tentang sesuatu yang
dipelajari sebelumnya, sehingga dapat memperbaiki tindakan yang akan dilakukan. Kader dengan pengetahuan yang tinggi tentang perannya merupakan dasar terwujudnya peranserta yang
diaplikasikan dalam tindakan nyata. Sedangkan kader dengan tingkat pengetahuan yang rendah tentang perannya akan menghambat peransertanya. Menurut Anita 2008 informasi yang cukup
dan diterima oleh sesorang dapat menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan yang tinggi sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuannya tersebut sesuai peran sertanya di masyarakat
http:one.indoskripsi.com. Pengetahuan atau kognitif menurut Notoatmojo 1997 mencakup semua tingkatan yaitu;
tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkatan dalam pengetahuan ini akan memberi gambaran sejauhmana tingkat pengetahuan masyarakat tersebut. Ini berarti semakin
tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat akan semakin mudah dalam menyelesaikan suatu masalah yang ada di sekitarnya.
Pengetahuan yang adekuat menunjang terwujudnya peran serta yang baik. Semakin tinggi tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan peranya sebagai kader, semakin luas pula
pemahaman terhadap masalah yang mungkin timbul sebagai dampak dari ketidakaktifannya sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, termasuk peran sertanya dalam
memberikan penyuluhan. Setiap langkah dan tindakan yang akan dilakukan selalu
dipertimbangkan dampak positif maupun negatifnya. Sehingga terwujud tingkat peran serta karena kesadaran DepKes RI, 1991.
Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmojo 1997 mengatakan agar seseorang dapat melakukan suatu prosedur dengan baik harus sudah ada pada tingkat pengetahuan aplikasi.
Aplikasi ini diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi yang sebenarnya. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
dengan pengetahuan yang baik seseorang akan mampu mengaplikasikan materi tentang kesehatan yang didapatnya.
Menurut Midelbrook 1974 dalam Azwar 1995 menyatakan bahwa tidak adanya pengalaman atau pengetahuan sama sekali mengenai suatu obyek akan cenderung untuk
membentuk sikap negatif terhadap obyek tersebut dan sebaliknya adanya pengetahuan atau pengalaman yang baik akan membentuk sikap yang positif dalam melaksanakan suatu aktifitas.
Dengan demikian kader yang mempunyai pengetahuan yang baik akan mempunyai sikap yang baik dalam melaksanakan perannya dalam mensukseskan pelaksanaaan program kesehatan.
Kader kesehatan dengan sikap dan pengetahuan yang baik akan melaksanakan pencegahan penyakit dengan sepenuh hati dan tanpa adanya unsur paksaan dari pihak lain, sehingga
terbentuk keteraturan dalam melaksanakan suatu tindakan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Notoatmojo 1997 bahwa perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang
baik akan berlangsung lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh suatu pengetahuan.
e. Pendidikan
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat
fakta, simbol, prosedur tehnik dan teori. Kader yang berpendidikan tinggi akan lebih mengetahui dan memahami perannya sedangkan kader dengan tingkat pemdidikan yang rendah akan
mengalami kesulitan dalam melaksanakan perannya. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seorang akan pola hidup
terutama dalam memotivasi untuk bersikap dan berperan serta dalam pembangunan kesehatan Notoatmojo, 1997.
Menurut Suwarno 1992 dalam Nursalam 2002 pendidikan menuntun manusia untuk mencapai kebahagiaan dan peran sertanya. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi serta
mengaplikasikannya, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan.
Menurut John Dewey 1997 mengatakan bahwa melalui pendidikan seseorang akan mempunyai kecakapan, mental, dan emosional yang membantu seseorang untuk dapat
berkembang mencapai tingkat kedewasaan. Dalam teori ini tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi semua aktifitas yang dilakukannya. Hal ini disebabkan karena dalam proses
pendidikan terjadi perubahan kecakapan, mental, dan emosional ke arah tingkat kedewasaan yang lebih tinggi.
Kader dengan tingkat pendidikan yang rendah atau tidak lulus dalam pendidikan dasar akan sulit dalam menerima suatu informasi dalam mendapat suatu pengetahuan, berbeda dengan
individu atau masyarakat dengan pendidikan yang tinggi, mereka lebih mudah menerima informasi yang ada melalui berbagai media. Untuk bisa menerima suatu informasi dibutuhkan
keterampilan pendidikan dasar seperti membaca dan menulis. Masyarakat dengan pendidikan yang tinggi akan mampu menganalisa suatu keadaan disekitarnya sehingga apa yang
dilakukannya sesuai dan tepat. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh John Dewey 1997 bahwa melalui pendidikan seseorang akan mempunyai kecakapan, mental dan emosional
yang membantu seseorang untuk dapat berkembang mencapai tingkat kedewasaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin bertambah pula kecakapannya, baik secara
intelektual maupun emosional serta semakin berkembang pula pola pikir yang dimilikinya. Kader yang mempunyai pola pikir yang baik akan mudah beradaptasi pada situasi dan
kondisi yang ada di lingkungannya untuk melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga masyarakat akan cepat tanggap akan perubahan yang akan dilakukannya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari I.B Mantra yang dikutip oleh Notoatmodjo 1997 bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup dalam
memotivasi dirinya berperan aktif dalam kegiatan yang menunjang kesehatannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi, sehingga makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dalam bertindak untuk mencapai kondisi kesehatan yang optimal di masyarakat
Kuncoroningrat: 1997 dalam Nursalam: 2002. f. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu.
Bekerja bagi kader akan mempunyai pengaruh terhadap kegiatan yang lain termasuk untuk berperan serta dalam kegiatan tertentu. Jika pekerjaan itu menuntut kader meninggalkan jauh
dari tempat tinggal atau beban kerjanya terlalu tinggi akan menghambat dalam peran sertanya. g. Pembinaan.
Pembinaan yang konsisten dari aparat terkait akan memberikan arah dan kejelasan serta rasa aman bagi kader untuk ber peran serta dalam suatu kegiatan. Melalui pembinaan, kesulitan
hambatan yang dimiliki oleh kader akan segera terselesaikan sehingga kader selalu memiliki semangat dan motivasi untuk berperan serta.
h. Sarana Alat Peraga. Alat peraga merupakan alat bantu penyuluhan yang berfungsi untuk membantu
menyebarkan topik yang dibicarakan sehingga materi penyuluhan mudah diterima oleh sasaran. Sarana alat peraga yang tersedia akan mendukung kader berperan serta melalui kegiatan
penyuluhan karena kader akan dapat memiliki alat peraga yang sesuai dengan sasaran yang dihadapi. Terbatasnya alat peraga merupakan faktor penghambat baik bagi kader maupun sasaran
karena tidak adanya variasi yang berdampak kebosanan. i. Dukungan aparat setempat.
Kegiatan yang dilakukan oleh kader tidak akan berhasil secara optimal tanpa dukungan aparat setempat. Aparat setempat akan berperan dalam menggerakan motivasi kader, sehingga
mereka merasa kegiatan tersebut adalah terorganisir yang menimbulkan rasa aman baik bagi sasaran maupun kader. Hambatan dalam suatu kegiatan dapat dimusyawarahkan oleh kader
dengan aparat setempat sehingga kader merasa mendapat dukungan, pengayoman dalam berperan serta.
j. Penghargaan. Penghargaan reward secara tidak langsung akan meningkatkan peran serta kader dalam
program kesehatan. Bentuk penghargaan sangat bervariasi tergantung dari situasi dan kondis, penghargaan merupakan faktor eksternal terjadinya motivasi kader untuk berperan serta lebih
baik Notoatmodjo, 1997. Strategi yang berkaitan dengan partisipasi kader antara lain adalah pemberian insentif akan cukup termotivasikan oleh gaji atau upah yang memadai dan oleh rasa
puas atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik, karena rata-rata pendapatan masyarakat sangat rendah dan penting memberikan arti kehidupan baginya. Selain ganjaran-ganjaran financial,
perlu juga mencari bentuk penghargaan lain atas usaha dan prestasi untuk memperkuat sikap- sikap dan perilaku yang diberdayakan Winardi, 2004. Terbentuknya motivasi merupakan dasar
untuk pengambilan keputusan dalam berperan serta mengingat pembuatan keputusan merupakan suatu yang sistematis, proses bertahap, memilih berbagai alternatif dan membuat pilihan menjadi
tindakan nyata yaitu peran serta Russel: 2000 dalam Lusianah: 2008.