Taman Bacaan Masyarakat dan Sekolah

2.5.3 Taman Bacaan Masyarakat dan Sekolah

Di Desa Percut Taman Bacaan Masyarakat hanya ada 1 satu yaitu Rumah Baca Bakau. Sementara untuk jumlah sekolah adalah 23 unit. Tabel.1 Sarana Sekolah NO SARANA JUMLAH 1 Taman Kanak-Kanak TK 5 Unit 2 Sekolah dasar 10 Unit 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 6 Unit 4 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 2 Unit Sumber: Demografi Desa Selain rumah baca bakau, upaya keberaksaraan juga dilakukan oleh seorang dosen. Pak Abdul Chair yang tinggal di Dusun 1 adalah orang yang juga Gambar 6. Spanduk Jam Belajar Malam Universitas Sumatera Utara mengupayakan keberaksaraan di desa ini. Beliau adalah pemilik yayasan perguruan islam AL-Khairat yang ada di dusun 1 Desa Percut. Pak chair merupakan lulusan sarjana sastra arab dari Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara IAIN-SU yang sekarang sudah berganti nama menjadi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara UIN-SU. Untuk pascasarjana dia mengambil program studi antropologi Universitas Negeri Medan UNIMED. Pak chair bercerita tentang yayasan yang dia miliki. Terdapat empat jenjang pendidikan di yayasan miliknya tersebut, yaitu Raudhatul Athfal RA, Madrasah Dinniyah Awaliyah MDA, Madrasah Ibtidaiyah MI, serta dalam waktu dekat akan berdiri Madrasah Tsanawiyah MTS. Yayasan yang dia miliki setidaknya sudah berdiri sejak delapan tahun yang lalu. Dalam mengupayakan keberkasaraan dia sudah melakukan dengan mendirikan yayasan menurutnya. Dia juga menunjukkan 2 buku yang sudah dia terbitkan dengan penerbitnya yayasan miliknya sendiri. Buku-buku tersebut menurutnya sebuah upaya dia dalam meningkatkan keberaksaraan. Membaca baginya suatu aktivitas rutin yang selalu beliau lakukan. Membaca baginya sangat penting untuk pengetahuan dan pengembangan wawawasan. Pak Chair menceritakan bahwa Dia di komunitas masyarakat melayu agama begitu kental dalam kehidupan mereka. Dia bercerita bahwa membaca seperti shalat, membaca Al-Quran, berdakwah masuk ke dalam literasi. Pengajian, yasinan, perlombaan seperti puisi, dakwah, dan pantun islami itu masuk dalam literasi. Namun kenapa pendidikan di sini rendah karena ada dua faktor menurutnya. Ada faktor internal yaitu kaitannya dengan` keluarga dan kemauan anak. Keluarga mempunyai peran yang sangat vital dalam permasalahan Universitas Sumatera Utara pendidikan. Keluarga sebagai orang yang paling dekat mempunyai peran untuk memotivasi si anak menurutnya. Kemudian permasalahan eksternal dimaksudkan sebagai pengaruh lingkungan. Di desa percut khususnya di sekitar dusunnya anak- anak lebih senang mencari duit daripada sekolah. Anak-anak pada saat musim panen padi, mengambil sisa-sisa panenan yang tidak diambil pemiliknya lalu mereka jual lagi. Isitilah ini mereka sebut “ngetek” mengambil sisa panenan. Kemudian kalau tidak musim panen, mereka cari belut dan ikan di sawah sekitar sini, ya hasilnya merek jual juga. Itu menurutnya salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi anak-anak banyak putus sekolah. Di sekolahnya beliau mengatakan pernah terjadi, pada saat pendaftaran jumlah siswanya sekitar 80, namun yang sampai tamat hanya sisa 8 orang, artinya hanya 10 saja yang menyelesaikan pendidikannya. Baginya tidak terlalu parah jika anak mungkin putus sekolah karena punya kesibukkan lain seperti mengembangkan keterampilannya seperti keterampilan komputer, musik, dan sebagainya. Yang parah jika memang berhenti sekolah sama sekali. Permasalahan ekonomi menurut orang percut nomor kesekian, yang menjadi masalah adalah kemauan anak. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penelitian ini akan berfokus pada permasalahan tidak tumbuhkembangnya budaya literasi di masyarakat pesisir. Di Indonesia masyarakat yang tinggal di pesisir dan bermatapencaharian sebagai nelayan mempunyai permasalahan yang lebih kompleks dari permasalahan yang ada di perkotaan. Mulai dari kemiskinan, kualitas sumber daya manusia SDM yang rendah akibat dari keterbatasan akses pendidikan, akses kesehatan dan pelayanan publik. Masyarakat pesisir dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari nelayan, buruh nelayan, pembudidaya ikan, pedagang ikan, pengolah ikan, sarana produksi perikanan Mudjahirin, 2009. Pekerjaan nelayan dikategorikan pekerjaan yang berat, seseorang yang menjadi nelayan sulit membayangkan pekerjaan lain yang lebih mudah dan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan pengalaman, oleh karena itu setinggi apa pun tingkat pendidikan masyarakat pesisir tidak akan mempengaruhi kemahiran mereka dalam melaut Sudarso, 2005:48. Pandangan ini tentu mempengaruhi cara berpikir anak-anak pesisir yang dibesarkan dari lingkungan seperti itu, secara tidak langsung anak-anak ini ikut menganut pandangan bahwa pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan kasar yang Universitas Sumatera Utara