6. Sanksi Bagi Pelaku Riddah
sehingga dapat diperkirakan dengan mantap, apakah ia tetap murtad atau kembali lagi ke dalam Islam. Bila ia tetap murtad, maka ia dijatuhi hukuman had.
63
Kelompok fuqaha yang pertama berpegang pada dalil tindakan yang dilakukan Umar, ketika suatu saat datang seorang lalaki dari Syam kepadanya.
Umar bertanya : ” Apa kabar di daerah yang jauh disana?” Jawab lelaki tersebut : ”Ada kabar seorang lelaki bertindak murtad setelah memeluk Islam.”
Tanya Umar: ”Apa yang kau lakukan padanya?.” Kata Umar :”Mengapa tidak kau penjarakan saja di rumah selama tiga hari, kau beri dia roti setiap hari dan kau
anjurkan bertaubat, barangkali ia akan mau kembali lagi ke dalam Islam? Ya, Allah, sungguh aku tidak menyaksikan tindakan lelaki ini. Aku tidak
menyuruhnya, dan aku tidak setuju terhadap tindakan ini Ya Allah, sungguh aku tidak ikut campur terhadap darah yang dialirkannya”.
64
Sedangan dalil kelompok fuqaha yang kedua adalah tindakan yang dilakukan Muaz, bahwa pada suatu ketika ia datang ke Yaman dan bertemu
dengan Abu Musa Al-Asy’ari. Di sampingnya ada seorang lelaki yang terikat. Muaz bertanya :”Ada apa ini?”. Jawab Abu Musa: ”Lelaki ini asalnya Yahudi.
Lalu ia masuk Islam lalu kembali lagi ke agama asalnya yaitu Yahudi”. Lelaki tersebut telah dianjurkan bertaubat selama 20 malam atau hampir 20 malam
sebelum Muaz datang. Kata Muaz: ”Aku tak mau duduk sehingga ia dibunuh.
63
Sayyid Sabiq, op.cit., h. 179.
64
Ibid., h. 180.
51
Bunuh itulah putusan Rasullah SAW.” Muaz mengulangi ucapannya itu tiga kali, maka dibunuhlah lelaki yang terikat itu.
65
Sedangkan mengenai sanksi atau hukuman bagi pelaku riddah adalah diancam dengan 3 macam hukuman : a hukuman pokok b hukuman pengganti
dan c hukuman tambahan. Hukuman pokok jarimah riddah adalah hukman mati. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi SAW.
66
ﻦ ﻦْﺑا
دْﻮ ْﺴ نا
لْﻮ ر ﷲا
ﷲا ْﻴ
ﻢ و لﺎ
: مد
ئﺮْ ا ﻢ ْﺴ
ﺪﻬْ ْنا
ﻟا ﷲا ا
او لْﻮ ر
ﷲا يﺪْﺣﺎﺑ ا
ث :
ﻴ ﻟا اﺰﻟا
, ْ ﻟاو
ْ ﻟﺎﺑ ,
كرﺎ ﻟاو ْﺪﻟ
.
”Dari Ibnu Masud : Telah bersabda Rasulullah SAW : Seorang muslim yang menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah; dan
bahwasannya Nabi Muhammad pesuruh-Nya, ia tidak halal dibunuh kecuali karena salah satu dari tiga sebab; pertama orang perempuan yang sudah kawin
berzina, kedua orang yang membunuh orang, dan ketiga orang yang keluar dari agamannya agama Islam
HR. Bukhari
ْﻦ لﺪﺑ
ْد ﺎ
ْﻮ ْ
Bararangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia”. HR.Bukhari dari Ibn Abbas
Hukuman pengganti diberikan apabila hukuman pokok tidak dapat diterapkan. Hukuman pengganti ini berupa tazir seperti: hukuman jilid, atau
denda, atau penjara, dan lain sebagainya.
67
Syekh Mahmud Saltut menyatakan bahwasanya orang murtad itu sanksinya diserahkan kepada Allah, tidak ada sanksi duniawi atasnya. Alasannya
65
Ibid.
66
Abi Husain Ibn Hajaj Qusairi An-Naisaburi, Mukhtashor Shahih Muslim, Beirut: Maktab Al-Alami, 2000, Cet. Ke-1, h. 271.
67
Ahmad Djazuli, op. cit., h. 116-117.
52
karena Firman Allah dalam surat Al-Baqorah ayat 217 di atas hanya menunjukkan kesia-siaan amal kebaikan orang murtad dan sanksi akhirat , yaitu
kekal dalam neraka alasan lainnya adalah kekafiran sendiri tidak menyebabkan bolehnya orang dihukum mati, sebab membolehkan hukuman mati bagi orang
yang kafir itu adalah karena memerangi dan memusuhi orang Islam.
68
Berikut ini penjelasan sanksi bagi pelaku riddah murtad berupa hukuman pokok, hukuman pengganti dan hukuman tambahan:
69
1. Hukuman asal Pokok
Hukuman pokok bagi pelaku riddah murtad adalah dibunuh seperti hadist yang diterangkan di atas, hukuman itu wajib bagi setiap orang yang
melakukan riddah, baik lelaki atau perempuan, tua atau muda. Tetapi Abu Hanifah berpendapat bahwa perempuan yang murtad itu tidak wajib dibunuh,
namun ditahan dan dipaksa untuk kembali lagi kepada Islam, apabila enggan kembali dikurung sampai mati. Dalil Imam Abu Hanifah adalah larangan
membunuh wanita dalam situasi peperangan. Jika wanita kafir ikut serta dalam peperangan, ia tidak boleh dibunuh tapi cukup menahannya saja.
70
Sedangkan mayoritas ulama berpegang pada hadits Nabi Muhammad SAW ”barangsiapa yang menukar agamanya maka bunuhlah ia” baik laki-laki
ataupun perempuan. Daruqtni meriwayatkan bahwa seseorang perempuan yang bernama Umu Marwan telah murtad, maka Rasulullah menyuruhnya
68
Ibid, h. 118-119.
69
Ibid ., h. 120.
70
Ibid.
53
bertaubat, jika tidak mau bertaubat, maka bunuhlah. Jumhur fuqaha sebaliknya mendalilkan bahwa perempuan yang tidak dibunuh dalam
peperangan itu hanya semata-mata mereka lemah dan tidak mampu berperang. Memang ada sebagian kaum perempuan yang mampu berperang tetapi itu
hanya sebagian kecil saja yang tidak dapat dijadikan dasar hukum. Hal ini berlainan sekali dengan masalah murtad, karena bahaya perempuan yang
murtad sama saja dengan laki-laki yang murtad.
71
Jika orang yang murtad melakukan perlawanan kemudian dikalahkan, maka ia dihukum mati karena perbuatan hirabahnya pemberontakan itu, dan
tidak perlu untuk diminta bertaubat, baik perlawan itu dilakukan di negara Islam atau sesudah memasuki negara bukan Islam.
72
Apabila orang yang murtad dibunuh, tidak perlu dimandikan mayatnya, tidak perlu disholatkan dan tidak bisa dimakamkan di pemakaman orang-
orang muslim. Tidak bisa mewarisi harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya yang muslim.
73
2. Hukuman pengganti
Hukuman pengganti ini diwajibkan dalam dua keadaan :
74
a. Sekiranya hukuman asal telah digugurkan karena orang yang murtad telah
bertaubat. Maka dalam keadaan ini hukuman pengganti digunakan seperti
71
Ibid., h. 216.
72
Ibid.
73
Ahmad Djazuli, op.cit., h. 217.
74
Ibid.
54
55 hukuman penjara, cambuk atau denda. Sebagian fuqaha mengatakan
bahwa orang murtad yang berulang kali dikenakan hukuman yang lebih berat dan diberi maaf kepada mereka yang baru melakukannya.
b. Apabila digugurkan hukuman pokok oleh sebab ada larangan, seperti
perempuan dan anak-anak yang melakukan murtad, maka dalam keadaan ini mereka diminta bertaubat dan kembali kepada Islam dan ditahan
sehingga ia kembali lagi kepada Islam. 3.
Hukuman tambahan Sedangkan hukuman tambahan yang dikenakan kepada orang yang murtad
adalah menyita atau merampas hartanya dan hilangnya hak terpidana untuk bertasharuf mengelola hartanya.
75
75
Ibid ., h. 117.