Yayasan Habib Muhammad al-Athas

Sebagai cita-cita yang utama adalah untuk mengembangkan pesantren yang dikelolanya, di samping untuk mengembangkan dakwah Islam di tengah- tengah masyarakat Tangerang. Dalam kehidupan Habib Muhammad al-Athas, terutama di dalam mengemukakan pemikiran yang diuraikan melalui penyampaian dakwahnya. Ini terlihat dari keseharian beliau yang memang dikagumi masyarakat Tangerang. Meskipun kaki beliau terasa lambat dalam melangkah dengan bantuan dua tongkat, tapi beliau sosok tokoh agama yang sangat disegani oleh masyarakat. Dari penilaian masyarakat, bahwa beliau memiliki sifat wara’, bijaksana, ramah terhadap siapapun, wibawa, konsisten dalam berdakwah dan tidak menginjakkan kakinya ke lembaga partai, berani dalam memperjuangkan ajaran Islam dan bersama masyarakat meminimalisir kemunkaran, baik dalam perjudian maupun prostitusi yang merajalela di wilayahnya.

3. Yayasan Habib Muhammad al-Athas

Untuk mempermudah sekaligus mengembangkan ilmu dan dakwahnya, Habib Muhammad al-Athas mendirikan sebuah yayasan pondok pesantren yang bernama Ainurrahmah pada tahun 1992. Secara global didirikannya yayasan pendidikan pondok pesantren Ainurrahmah adalah dikarenakan anak-anak di sekitar Ciater yang putus sekolah setelah sekolah SD atau sederajat untuk bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi mengingat di wilayah Ciater tidak ada sekolah lanjutan dan masyarakat Ciater yang pada umumnya adalah yang berpenghasilan rendah menengah ke bawah. Kedua adanya sekolah-sekolah yang mahal yang didirikan oleh BSD Bumi Serpong Damai yang tidak mungkin terjangkau secara finansial oleh warga masyarakat Ciater jika berupaya masuk ke sekolah tersebut. 69 Pondok pesantren Ainurrahmah ini terletak di atas tanah wakaf yang diberikan kepada pengurus yayasan jumlahnya 850 m2 dan sudah berdiri Madrasah Ibtidaiyah yang menggunakan tanah wakaf. Selanjutnya dikembangkan oleh yayasan dengan membeli tanah dari masyarakat atas nama wakaf pula yang hingga saat ini ada kurang lebih 2500 m dan itu semua atas kepentingan yang dikelola oleh lembaga yayasan pondok pesantren Ainurrahmah yang sampai hari ini sudah berdiri Tsanawiyah dan Aliyah setelah Madrasah Ibtidaiyah. Pondok pesantren Ainurrahmah terletak di Jln. Ciater Barat RT05 RW01 No. 11 Serpong-Tangerang. Karena letaknya sangat strategis, maka pondok pesantren Ainurrahmah dapat terjangkau oleh kendaraan umum atau pribadi secara mudah. Lokasi ini sangat memudahkan jama’ah atau mad’u yang datang dari berbagai daerah untuk mendatangi dan mengikuti dakwah Habib Muhammad al-Athas. Ainurrahmah artinya pandangan kasih sayang Allah. Pondok Pesantren ini menerapkan pesantren terpadu. Moto Pesantren Ainurrahmah sederhana, mencetak santri berdaya guna dan berhasil guna. Sebab itu di Pesantren Ainurrahmah diajarkan ilmu fiqh, Tauhid, Aqidah ASWAJA, wirid, Tahlil, muhadloroh, shalawat dan berbagai ilmu lainnya. Ainurrahmah memang sebuah yayasan pondok pesantren, di mana materi pendidikannya terfokus kepada sistem salafi, yaitu mengaji dan mengkaji kitab- kitab klasik kitab kuning, seperti Nahwul Wadih, Qowaidul Lughah, Tafsir 69 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi , Tangerang, 15 Agustus 2008. Jalalain, Nashoihul Ibad, Fathul Qorib, Safinatun Najah dan berbagai macam kitab lainnya yang memang biasa dikaji di pondok pesantren Salafi pada umumnya. Dalam menyampaikan materi, Habib Muhammad al-Athas menggunakan tiga metode. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara langsung dengan Habib Muhammad al-Athas, bahwa metode yang digunakan adalah: 1. Metode Sorogan 2. Metode Bandungan 3. Metode Tanya Jawab atau Mujadalah Yang dimaksud dengan metode Sorogan, yaitu metode pengajaran secara individual, di mana seorang Santri mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris Al-Qur’an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Pada gilirannya santri mengulanginya dan menerjemahkannya kata demi kata seperti apa yang dilakukan oleh gurunya, jadi peranan Guru atau Kiyai di dalam metode ini hanya sebatas mendengarkan bacaan dari Santri tersebut. Sedangkan metode Bandungan adalah kebalikan dari metode Sorogan, dimana yang banyak berperan dalam metode ini adalah seorang Guru atau Kiyai dalam membaca, menerjemahkan dan menerangkan sebuah kitab. Setiap Santri memperhatikan bukukitabnya dan membuat catatan-catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Adapun metode Mujadalah atau Tanya jawab adalah Guru atau Kiyai sama-sama berinteraksi dengan saling memberikan pertanyaan dan jawaban terhadap suatu permasalahan. 70 70 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi , Tangerang, 15 Agustus 2008. Dengan perjuangan yang cukup melelahkan tetapi membanggakan, akhirnya Habib Muhammad al-Athas dapat menambah sarana dan prasarana sebagai sarana belajar dan kamar tidur para santri, yaitu dengan membangun masjid yang baru dibangun tahun 2006, kamar mandi untuk santri laki-laki dan perempuan, Koperasi dan Wartel. Sehingga jumlah Santri yang belajar di pondok pesantren ini berjumlah 200 Santri yang datang dari berbagai daerah, seperti : Banten, Jakarta, Tangerang, Bogor, Sukabumi, Garut, Pemalang bahkan ada yang dari Padang dan Palembang. Secara umum tujuan didirikannya pondok pesantren Ainurrahmah ini adalah “keinginan untuk menyebarluaskan syi’ar Islam secara kaffah atau menyeluruh”. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri, yaitu menyuruh dan mengajak umatnya agar masuk dalam agama Islam secara menyeluruh. Untuk terealisasinya tujuan tersebut, maka masyarakat harus diberi pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam secara baik dan benar. Sebagaimana yang digambarkan di atas, bahwa Ainurrahmah merupakan pondok pesantren yang berbasis Salafiyah. Dan umumnya pesantren salafiyah tidak membatasi waktu santri-santrinya untuk belajar di pesantren tersebut, bahkan ada yang sampai belasan tahun. Ada beberapa ciri-ciri yang kental pada pesantren tradisional salafi, yaitu: a. Kesederhanaan bangunan-bangunan dalam lingkungan pesantren b. Kesederhanaan cara hidup para santri c. Kepatuhan mutlak para santri kepada Kiyainya d. Hanya membagi kitab-kitab klasik e. Penerapan akhlakuk karimah. 71 Dari beberapa ciri-ciri tersebut, dapat kita pahami bahwa kelemahan yang ada pada pesantren tradisional adalah hanya membagi dan mengkaji kitab-kitab klasik saja, padahal semakin ke depan, dunia mengalami kemajuan zaman dengan ditandai maraknya teknologi-teknologi canggih, sehingga mungkin kurang memahami pengetahuan modern. Meskipun adanya perbedaan antara pesantren tradisional salaf dengan modern khalaf, pada intinya sama-sama mengajarkan dan menyebarkan Islam kepada masyarakat.

E. Pendidikan dan Guru-guru Habib Muhammad al-Athas