BAB IV PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH
HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS
A. Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas
1. Da’i
Dakwah adalah alat komunikasi untuk menyampaikan ajaran agama dengan benar kepada kaumnya. Islam dengan dua kalimat syahadat tentu dalam
melaksanakan hidup senantiasa benar karena di bawah bimbingan ilmu yang mereka ketahui. Secara umum dakwah adalah menyampaikan amanat Allah
melalui seorang rasul berkaitan dengan keagamaan atau menyampaikan amanat yang perlu diketahui dan diamalkan.
72
Sebenarnya dakwah itu sendiri adalah komunikasi, dakwah tanpa komunikasi tidak akan mampu berjalan menuju target-target yang diinginkan,
demikian komunikasi tanpa dakwah akan kehilangan nilai-nilai Ilahi dalam kehidupan. Maka dari sekian banyak definisi dakwah ada sebuah definisi yang
menyatakan, bahwa dakwah adalah proses komunikasi efektif dan kontinyu, bersifat umum dan rasional, dengan menggunakan cara-cara ilmiah dan sarana
yang efisien, dalam mencapai tujuan-tujuannya.
73
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa, dakwah adalah metode untuk menyampaikan amanat Allah dan rasul kepada umat Islam agar mereka terus
72
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi
, Tangerang, 15 Agustus 2008.
73
Drs. H.M. Idris A. Shomad, M.A, Diktat Ilmu Dakwah, Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2004
menerus dalam menjalankan agamanya senantiasa diiringi dengan keilmuan yang dimiliki. Karena generasi setiap saat berganti dan dengan demikian berarti yang
membutuhkan pencerahan agamapun berganti bahkan tuntutan untuk mengamalkan agama dengan baik juga berganti.
Dakwah juga merupakan usaha untuk menyakinkan kebenaran kepada orang lain. Bagi orang yang didakwahi, pesan dakwah yang tidak dipahami tidak
lebih maknanya dari bunyi-bunyian. Jika dakwahnya berupa informasi maka ia dapat memperoleh pengertian, tetapi jika seruan dakwahnya merupakan panggilan
jiwa maka ia harus keluar dari jiwa juga. Penjahat yang berkhotbah tentang kebaikan, maka pesan kebaikan itu tidak akan pernah masuk ke dalam jiwa
pendengarnya. Berbeda dengan aktor yang ukuran keberhasilannya jika berhasil berperan sebagai orang lain maka seorang da’i harus berperan sebagai dirinya.
Seorang da’i harus terlebih dahulu menjalankan petunjuk agama sebelum memberi petunjuk kepada orang lain. Ia harus seperti minyak wangi,
mengharumkan orang lain tapi dirinya memang lebih harum, atau seperti api bisa memanaskan besi, tetapi dirinya memang lebih panas. Oleh karena itu, untuk
menjadikan dakwah lebih efektif, masyarakat dakwah khususnya para da’i harus memahami prinsip-prinsip dakwah sebagai berikut:
a. Berdakwah itu harus dimulai kepada diri sendiri ibda’ binafsik dan
kemudian menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat.
⌧
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. QS : Attahrim ayat 6
b. Secara mental, da’i harus siap menjadi pewaris nabi yakni mewarisi
kejuangan yang beresiko, al ulama waratsatul anbiya. Semua nabi juga harus mengalami kesulitan ketika berdakwah kepada kaumnya meski
sudah dilengkapi dengan mukjizat. c.
Da’i harus menyadari bahwa masyarakat membutuhkan waktu untuk dapat memahami pesan dakwah, oleh karena itu dakwahpun harus
memperhatikan tahapan-tahapan sebagaimana dahulu nabi Muhammad SAW harus melalui tahapan periode Mekah dan Madinah.
d. Da’i juga harus menyelami alam pikiran masyarakat sehingga kebenaran
Islam bisa disampaikan dengan menggunakan logika masyarakat, sebagai pesan rasul ; Khatib an nas ’ala qadri’ uqulihim.
e. Dalam menghadapi kesulitan, da’i harus bersabar, jangan bersedih atas
kekafiran masyarakat dan jangan sesak nafas terhadap tipu daya mereka QS. 16: 127, karena sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap pembawa
kebenaran pasti akan dilawan oleh orang kafir, bahkan setiap nabipun harus mengalami diusir oleh kaumnya. Seorang da’i hanya bisa mengajak,
sedangkan yang memberi petunjuk adalah Allah SWT. f.
Citra positif dakwah akan melancarkan komunikasi dakwah, sebaliknya citra buruk akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi
kontraproduktif. Citra positif bisa dibangun dengan kesungguhan dan konsistensi dalam waktu lama, tetapi citra buruk dapat terbangun seketika
hanya oleh satu kesalahan fatal. Dalam hal ini keberhasilan membangun komunitas Islam, meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah.
g. Da’i harus memperhatikan tertib urutan pusat perhatian dakwah, yaitu
prioritas pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal, yakni al-khair kebajikan, yad’una ila al-khair, baru kepada
amar ma’ruf dan baru kemudian nahi munkar QS. 3 : 104..
74
2. Pesan