Metode Dakwah KAJIAN TEORITIS

H. Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” melalui dan “hodos” jalan, cara. 27 Dengan demikian dapat kita artikan bahwa metode dakwah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber lain yang menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata thariq. 28 Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar ilmuwan adalah sebagai berikut: • Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. • Pendapat Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagian di dunia dan akhirat. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam. Dalam membahas pengertian metode dakwah ini marilah kita cermati beberapa pendapat para ahli yaitu : o Drs. Abdul Karim Zaidan : 27 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, Cet. Ke-1, hlm. 61 28 Hasanudin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, Cet. Ke-1, hlm. 35 Metode dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara penyampaian tabligh dan berusaha melenyapkan gangguan-gangguan yang akan merintangi. 29 o Drs. Kha. Syamsuri Siddiq : Metode berasal dari bahasa latin : Methodos artinya “cara” atau cara bekerja, di Indonesia sering dibaca metode. Logis juga berasal dari bahasa latin artinya “ilmu”, lalu menjadi kata majemuk “Methodologi artinya ilmu cara bekerja. Jadi methodologi dakwah dapat diartikan sebagai ilmu cara berdakwah. 30 o Drs. Salahuddin Sanusi : Methode berasal dari methodus yang artinya “jalan ke methode yang telah mendapat pengertian yang diterima oleh umum yaitu cara-cara, prosedur atau rentetan gerak usaha tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Metode dakwah ialah cara-cara penyampaian ajaran Islam kepada individu, kelompok ataupun masyarakat supaya ajaran itu dengan cepat dimiliki, diyakini serta dijalankan. 31 o Drs. Abdul Kadir Munsyi : Metode artinya cara untuk menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan metode dakwah ialah cara yang dipakai atau digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting untuk mengantarkan tujuan yang akan dicapai. 32 Dari pengertian di atas dapat kita temukan titik cerahnya bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i komunikator kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. 33 29 Dr. Abdul Karim Zaidan, Ushulud Dakwah, Penerbit Darul Amar Al-Khathah, Bagdad 1975, h. 6 30 Drs. H. Syamsuri Shiddiq, Dakwah dan Tekhnik Berkhotbah, Penerbit, Al-Maarif Bandung, 1981, h. 13 31 Drs. Salahuddin Sanusi, Methode Diakui dalam Dakwah, Pen. CV. Ramdani, Semarang, h. 11 32 Drs. Abdul Kadir Munsyi, Methode Diskusi. Jadi kesimpulannya metode dakwah adalah cara bagaimana menyampaikan dakwah sehingga sasaran dakwah atau al-mad’u mudah dicerna, dipahami, diyakini terhadap materi yang disampaikan. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented mendapatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia, sebagai komunikator dalam kebaikan menuju kehidupan yang lebih bermakna. Selanjutnya, dalam memahami metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Pedoman utama yang tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman yang bersifat dinamis, universal ialah Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam Al-Qur’an yang menjelaskan metode dakwah ialah surat Al-Nahl [16] ayat 125: ☺ ☺ ☺ ☺ Artinya :Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Kapan pembawa dakwah berangkat ke gelanggang dakwah sudah barang tentu dia akan berhadapan dengan bermacam-macam paham dan pegangan 33 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, Cet. Ke-1, h. 43 tradisional yang sudah berurat berakar dan juga tingkat kecerdasannya yang berbeda-beda. Masing-masing jenis itu dihadapi dengan cara yang yang sepadan dengan tingkat kecerdasannya. Untuk itu ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan tentang pedoman, petunjuk serta sumber utama bagi para rasul dan para da’i dalam menyampaikan dakwah kepada manusia ummat. Menurut Syeikh Muhammad Abduh yang dinukilkan oleh Muhammad Natsir tentang surat An-Nahl ayat 125 menjelaskan ada tiga golongan manusia yang akan dihadapi oleh para da’i yaitu: • Golongan cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis, cepat menangkap segala arti persoalan. Mereka itu harus dipanggil dengan “hikmah” yakni dengan alasan bahwa golongan ini mempunyai daya pikir akal yang kuat. • Golongan awam yakni orang kebanyakan yang belum bisa berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka itu dipanggil dengan “mau’izatulhasanah”. • Golongan yang tingkat kecerdasannya antara cendikiawan dan awam. Golongan ini adalah golongan yang menengah, kejadian tidak boleh terlalu mendalam, mempunyai batas-batas tertentu, mereka harus dihadapi dengan “mujadalah billati hiya ahsan”. Jadi menurut M. Natsir seorang da’i itu harus pandai-pandai melihat situasi kondisi, dengan siapakah ia berhadapan dan dengan bagaimana pula tingkat kecerdasan ummat. Agar sasaran dakwah dapat tercapai dengan baik maka seorang da’i berbicara sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka masing-masing. Dalam berdakwah ada 3 macam pendekatan yang perlu diketahui yaitu: o Approach filosofi pendekatan ilmiah dan aqliyah yang dihadapkan kepada golongan pemikir atau kaum intelektual. Karena golongan ini mempunyai daya pikir yang kritis, maka dakwah harus bersifat logika, menggunakan analisa yang luas dan obyektif serta argumen yang logis dan komperatif. Pendekatan filosofis ini adalah bertujuan untuk menghidupkan pikirannya sebab mereka menerima sesuatu itu lebih mendahulukan rasio dari pada rasa. o Approach instruksional pendekatan mau’izah atau pengajaran. Pendekatan ini adalah untuk kalangan orang awam, sebab pada umumnya daya nalar dan daya pikir mereka sangat lemah dan sederhana, mereka lebih mengutamakan unsur rasa dari pada rasio. Oleh sebab itu dakwah terhadap mereka lebih dititik beratkan kepada bentuk pengajaran, nasehat yang baik serta mudah dipahami. o Approach diskusi pendekatan mujadalah atau bertukar pikiran, secara informatif diaogis, karena pada umumnya ini terdapat pada golongan yang ketiga. Mereka sudah mulai maju dari golongan yang kedua yaitu golongan orang awam. Namun perlu diingat bahwa pelaksanaan informatif dialogis ini masih dalam batas-batas tertentu. Dengan memperhatikan ketiga bentuk pendekatan dan ketiga macam golongan manusia maka dapat disimpulkan bahwa setiap da’i sangat dituntut berbicara berdakwah sesuai dengan tingkat daya pikir dan kecerdasan ummat. Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi menjelaskan tentang pembagian metode dakwah yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut : • Hikmah ialah ucapan yang jelas, lagi diiringi dengan dalil yang memperjelas bagi kebenaran serta menghilangkan bagi keraguan. • Al mauizah al-hasanah ialah melalui dalil-dalil yang zhani meyakinkan yang melegakan bagi orang awam. • Jadilhum billati hiya ahsan, percakapan dan bertukar pikiran untuk memuaskan bagi orang-orang yang menentang. 34 Pendapat Ahmad Mustafa Al-Maraghi di atas dapat kita rinci sebagai berikut: Metode Hikmah Metode ini sasarannya adalah orang-orang intelek atau orang-orang yang berpendidikan. Terhadap mereka harus dengan ucapan yang tepat, logis, diiringi dengan dalil-dalil yang sifatnya memperjelas bagi kebenaran yang disampaikan, sehingga menghilangkan keraguan mereka. Jadi tidak tepat kalau dihadapkan kepada mereka cerita-cerita rakyat, banyak humor, ringkasnya segala hal-hal yang tidak masuk akal. Untuk itu sangat dikehendaki bahwa ucapan dihadapan mereka itu benar-benar sesuai dengan daya nalar mereka, yakni jelas, tepat, tegas dan ringkas tak perlu banyak komentar. Metode al-mauizatil hasanah Metode ini sasarannya adalah orang-orang awam. Materi yang akan disampaikan kepada mereka harus sesuai dengan daya tangkap mereka. Dihadapan mereka tidak sesuai apabila kata-kata yang mempunyai arti logis, mengucapkan istilah-istilah asing. 34 Imam Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Penerbit Darul Ihya Turas al-Araby, Beirut, h. 158-159 Metode Jadilhum billati hiya ahsan Bentuk metode yang ketiga ini adalah golongan pertengahan. Sebaiknya mereka ini diajak untuk berdialog atau bertukar pikiran berdiskusi. Kita dituntut untuk menghargai pendapat mereka. Berdialog tersebut harus memberikan kepuasan dan kelegaan si penantang atau lawan dialog.

H. PENGERTIAN AKTIVITAS