8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 menurut PP RI No. 50 Tahun 2012 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagai segala daya dan upaya serta pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi
terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian
bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja Depnaker, 2005.
B. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu insiden yang menyebabkan cidera, sakit penyakit atau kematian OHSAS 18001, 2007. Kecelakaan kerja merupakan
kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui Menakertrans,
2012.
1. Kecelakaan Kerja Konstruksi
Menurut Permen PU Nomor 05PRTM2014, pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
danatau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup bangunan gedung, bangunan sipil, instalasi mekanikal dan elektrikal serta jasa
pelaksanaan lainnya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain dalam jangka waktu tertentu. Kecelakaan kerja konstruksi
merupakan kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja pada seluruh
kegiatan dalam pekerjaan konstruksi baik dalam rangkaian kegiatan perencanaan danatau pelaksanaan beserta pengawasan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang disingkat K3 Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi.
2. Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja
Faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja adalah kelemahan sistem manajemen K3, kondisi
– kondisi yang membahayakan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti penempatan
mesin dan bahan – bahan yang mengganggu, lingkungan pekerjaan yang
kurang mendukung, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja. Selain itu, tindakan
yang membahayakan
seperti kurangnya
pengetahuan keterampilan pelaksana, cacat tubuh yang tidak kentara, keletihan dan
kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang tidak sempurna juga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja Srijayanti dkk., 2013.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja adalah kelemahan sistem manajemen K3 Srijayanti dkk., 2013.
Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3 yang diibaratkan sebagai mata uang dengan dua sisi. Jika tidak ada bahaya dan
risiko, maka upaya K3 tidak diperlukan dan sebaliknya manajemen K3 diperlukan sebagai antisipasi terhadap adanya bahaya dan risiko Ramli,
2010. a.
Bahaya Bahaya adalah segala sesuatu atau kondisi yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan atau membahayakan kesehatan atau sumber potensial yang dapat merusak energi Taylor, 2004. Banyak
definisi mengenai bahaya, namun istilah ini akan menjadi sangat umum saat dibicarakan pada keselamatan dan kesehatan ditempat
kerja dimana suatu bahaya hazard bisa menjadi sumber dari potensi kerusakan, gangguan efek kesehatan yang mempengaruhi sesuatu
atau seseorang di bawah kondisi-kondisi tertentu dtempat kerja workplace
CCOHS, 2009.
Keberadaan bahaya
dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa
dampak terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan Ramli, 2010.
b. Risiko
Risiko adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko
diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau konsekuensi yang dapat ditimbulkannya ASNZS 4360, 2004.
Risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan suatu cidera atau sakit
penyakit yang dapat disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut OHSAS 18001, 2007.
Risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar.
Oleh karena itu, risiko dalam organisasi sangat beragam sesuai dengan sifat, lingkup, skala, dan jenis kegiatannya. Risiko juga
menggambarkan besarnya potensi bahaya untuk dapat menimbulkan insiden atau cidera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan
dan keparahan
yang diakibatkannya,
sehingga diperlukan
manajemen risiko sebagai bentuk pengelolaan manajemen K3 yang baik Ramli, 2010
C. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan
pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
1. Teori Domino
Gambar 2. 1 Teori Domino Heinrich mengemukan sebuah teori yang dikenal sebagai “Teori
Domino”. Dalam teorinya tersebut dinyatakan mengenai lima faktor yang terjadi secara berurutan dan berakhir dengan suatu kerugian. Lima faktor
tersebut adalah Stranks, 2007: a.
Kebiasaan atau lingkungan sosial uncestry or social environment. Kebiasaan merupakan karakter sifat individu seperti sombong,
keras kepala, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan sosial yang mempengaruhi terbangunnya karakter sifat tersebut.
b. Kesalahan manusia Fault by the person meliputi: Keterampilan
dan pengetahuan pekerja yang minim, masalah fisik dan mental, motivasi yang minim atau salah penempatan, perhatian yang
kurang. c.
Kondisi tidak aman dan atau tindakan tidak aman unsafe condition and or unsafe action. Tindakan tidak aman seperti berdiri di
bawah tumpukan barang, menyalakan mesin tanpa memperhatikan
peringatan, memindahkan alat pengaman dan lain-lain. Sedangkan kondisi tidak aman seperti peralatan yang tidak dilengkapi
pengaman, pencahayaan yang kurang, dan hal lainnya yang secara langsung menyebabkan kecelakaan.
d. Kecelakaan accident kejadian seperti terjatuh, oleh objek yang
melayang dan lain-lain yang mana kecelakaan tersebut dapat menyebab cedera.
e. Cidera atau kerusakan peralatan lossinjury Patah tulang, luka,
dan lain-lain yang mana merupakan cedera akibat kecelakaan. Salah satu kesulitankendala dari penggunaan teori Heinrich ini
adalah model tersebut masih terlalu luas dan dapat diartikan dalam banyak cara. Model ini tidak menyediakan gambaran umum atau
klasifikasi yang dapat dijadikan dasar penelitian ilmiah. Model ini juga melibatkan faktor perilaku manusia, dan faktor mekanik atau fisik dalam
klasifikasi yang sama Stranks, 2007.
2. ILCI Loss Causation Model
The International Loss Control Institute mengembangkan suatu sistem pencegahan kerugian yang disebut sebagai ILCI Loss Causation
Model yang juga mengacu pada urutan peristiwa yang akan berakibat pada kerugian. Pada buku Practical Loos Control leadershift 1986,
Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan
peralatan atau terhentinya proses. Urutan kejadian tersebut adalah Sklet, 2004 :
Gambar 2. 2 Teori ILCI Loss Causation Model a. Kurang Pengendalian Kontrol
Kontrol merupakan salah satu diantara fungsi manajemen yang penting meliputi, perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengontrolan. Seseorang secara propesional memimpin perusahaan mengetahui tentang program keselamatanloss control, mengetahui
standar-standar, memimpin karyawan guna mencapai standar, mengukur kinerja dirinya sendiri dan orang lain, mengevaluasi hasil
dan keperluan, mengomentari dan mengoreksi guna pengembangan kinerja. Tanpa itu, rangkaian kecelakaan berawal dan menyebabkan
faktor-faktor penyebab yang berkelanjutan mengarah pada kerugian. Tanpa pengontrolan manajemen memadai, penyebab kecelakaan dan
pengaruh rangkaian di mulai dan tanpa koreksi, mengarah pada kerugian.
b. Penyebab Dasar Penyebab dasar adalah akar masalah, penyebab nyata setelah
gejala-gejala, alasannya mengapa terjadi tindakan dan kondisi tidak standar, faktor yang bila dikenali membuat pengendalian manajemen
yang berarti. Seringkali mengacu pada berbagai sumber penyebab
diantaranya penyebab dasar, penyebab tidak langsung dan penyebab utama. Penyebab dasar juga membantu menjelaskan mengapa timbul
kondisi yang tidak standar. c. Penyebab Langsung
Penyebab langsung kecelakaan merupakan suatu kejadian yang terjadi sebelum terjadi kontak, biasanya dapat dilihat. Keadaan ini
biasanya disebut keadaan dan tindakan tidak aman. d. Insiden Kejadian
Insiden disebabkan adanya suatu kontak dengan sumber nergi yang melampaui ambang batas dari yang seharusnya diterima oleh tubuh atau
benda. Setiap kali timbul potensi kecelakaan maka selalu terbuka kemungkinan
terjadinya suatu
kontakkejadian, baik
yang mengakibatkan kerugian atau tidak. Bilamana tenaga yang dipindahkan
terlalu banyak, menyebabkan seseorang cideraluka atau kerugian harta benda, yang disebabkan karena energy kinetic, listrik, panas, radiasi,
kimia dan lain-lain. e. Kerugian Loss
Akibat dari kecelakaan adalah kerugian berupa cidera ringan bahkan kematian pada karyawanpekerja, kerusakan peralatan, kerugian
harta benda atau kerugian proses produksi. Jenis dan derajat kerugian sebagian
tergantung hal-hal
yang dilakukan
untuk mengurangimemperkecil resiko kerugian. Konsep tentang kontrol
kerugian yang dikemukakan oleh Frank. E. Bird dan George Germani merupakan penyesuaian dari model yang dikemukakan oleh H.W
Heinrich, pada tahun 1969 di Amerika Utara menyimpulkan tentang formula 1-10-30-600, dapat diartikan bahwa setiap adanya suatu
kejadian cidera berat seperti fatality, cidera kehilangan jam kerja selalu ada kurang lebih 30 property damage, serta 600 kajian yang tidak
terlihat adanya cidera atau kerusakan material termasuk neermiss incident.
3. Fault Tree Analysis
Fault Tree
Analysis FTA
merupakan deduktif
untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya bahaya dengan pendekatan bersifat
top-down, dengan memulai analisis dari kejadian yang tidak diinginkan atau kerugian yang terjadi kemudian menganlisa penyebab dari kejadian
tersebut yang dideskripsikan dalam bentuk sebuah pohon kesalahan fault tree Stranks, 2007. FTA adalah daftar peristiwa kegagalan, suatu
metode model grafik dan logika dengan kombinasi kejadian yang memungkinkan yaitu rusak atau baik, yang terjadi dalam sistem Susanto,
2010. Terdapat 5 tahapan untuk melakukan analisa dengan FTA, yaitu: a.
Mendefinisikan masalah dan kondisi batas dari sistem yang ditinjau b.
Penggambaran model grafis Fault Tree c.
Mencari minimal cut set dari analisa Fault Tree d.
Melakukan analisa kualitatif dari Fault Tree e.
Melakukan analisa kuantitatif dari Fault Tree
4. Management Oversight and Risk Tree MORT
Management Oversight and Risk Tree MORT merupakan sebuah prosedur untuk menganalisis serta menyelidiki penyebab dan faktor yang
berkontribusi atas kejadian kecelakaan dan insiden Noordwijk Risk Initiative, 2009. Secara luas pendekatan manajemen untuk menemukan
penyebab kecelakaan adalah dengan sistem MORT. Pendekatan MORT merupakan mata rantai penyebab dari level pekerja hingga level
manajemen tingkat atas Oakley, 2003. Metode MORT adalah sebuah pernyataan logika dari sebuah fungsi
yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk mengatur risiko secara efektif. MORT dapat diaplikasikan di berbagai industri yang berbeda.
Filosofi MORT menyatakan bahwa cara yang paling efektif mengatur keselamatan adalah menyatukannya ke dalam manajemen bisnis dan
pengendalian operasi. MORT sering digunakan sebagai alat untuk menyelidiki kecelakaan dan mengevaluasi program keselamatan yang
ada Ericson, 2005. MORT menjadi prosedur analisis yang komprehensif yang
menyediakan metode disiplin untuk menentukan penyebab dan faktor- faktor utama yang berkontribusi kecelakaan. Secara total, sekitar 1.500
peristiwa dasar tercakup oleh bagan MORT. Di bagian bawah, MORT terdiri dari kumpulan pertanyaan. Kriteria yang memandu keputusan
apakah peristiwa dan kondisi tertentu yang memuaskan atau kurang memadai berasal dari pertanyaan-pertanyaan ini. Bagan MORT pada
dasarnya adalah bagan logika yang rumit. Bagan MORT bagan sangat efektif dalam menjamin perhatian pada akar penyebab yang mendasari
manajemen bahaya International Crisis Management Association, 2014.
18 Bagan 2. 1 Cabang Utama Pohon MORT
Tabel 2. 1 Perbandingan Teori Kecelakaan Kerja Teori
Kelebihan Kekurangan
Domino -
Spesifik -
Bisa digunkan untuk semua sektor industri
- Mencakup model sekuensial,
pengolahan dan informasi oleh manusia
- Kecelakaan bersumber pada
genetika pekerja -
Dilakukan oleh ahli
ILCI -
Spesifik -
Bisa digunakan untuk semua sektor industri
- Fokus pada tindakan dan
kondisi tidak aman -
Hanya mampu
menganalisis penyebab
sampai level manajemen perusahaan
- Dilakukan oleh ahli
FTA -
Bersifat terbuka -
Segala kemungkinan penyebab mempunyai
peluang yang
sama untuk dipilih -
Dilakukan oleh ahli -
Tidak memiliki dasar teori kecelakaan kerja
- Pengguna harus memiliki
pengalaman dan terlatih MORT
- Model sekuensial Memiliki
daftar penyebab-penyebab
yang telah ditentukan -
Bersifat deduktif -
Memiliki pedoman pertanyaan -
Dilakukan oleh ahli
Sumber: Katsakiori dkk, 2009
D. Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu proses yang terdiri dari langkah-langkah yang telah dirumuskan dengan baik, mempunyai urutan langkah-langkah
dan membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dengan melihat risiko dan dampak yang dapat ditimbulkan. Manajemen risiko merupakan
metode yang
sistematis yang
terdiri dari
menetapkan konteks,
mengidentifikasi, meneliti, mengevaluasi, perlakuan, monitoring dan mengkomunikasikan risiko yang berhubungan dengan aktivitas apapun,
proses atau fungsi sehingga dapat memperkecil kerugian perusahaan ASNZS 4360, 2004.
1. Tahapan Manajemen Risiko
Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat
luas dan bermacam-macam, salah satu diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk manajemen risiko K3, juga diperlukan penentuan
konteks yang akan dikembangkan, misalnya menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, hygiene, dan lain sebagainya. Dari konteks
tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen risiko untuk aktifitas rumah sakit, industri kimia, kilang minyak, dan
bidang lainnya. Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi dan misi organisasi
serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan kriteria risiko yang sesuai bagi organisasi. Setelah menetapkan konteks manajemen
risiko, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi hazard, analisis, dan evaluasi risiko serta menentukan langkah atau straregi
pengendaliannya. Proses manajemen risiko harus dilakukan secara komprehensif dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
manajemen proses. Proses manajemen risko digambarkan sebagai berikut ASNZS 4360, 2004:
Bagan 2. 2 Tahapan Manajemen Risiko ASNZS 4360:2004
2. Risk Assessment
Risk assessment adalah metode sistematis untuk menentukan risiko dari suatu aktivitas dapat ditoleransi atau tidak. Risk assessment akan
bermanfaat jika hasil risiko yang telah teridentifikasi dan diprioritaskan tersebut ditindaklanjuti dengan cara mengelola mengendalikan
memperlakukan risiko tersebut dengan baik. Tujuannya adalah memberikan masukan untuk keputusan tentang apakah risiko perlu
dikendalikan dan strategi pengendalian risiko yang tepat dan hemat biaya. Risk assessment melibatkan pertimbangan sumber risiko,
keparahan dan kemungkinan terjadinya. Pengendalian sendiri berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang posistif
ASNZS 4360, 2004.
Dalam melaksanakan identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko harus dilakukan oleh pekerja yang mempunyai kompetensi yang
ditetapkan. Orang yang menganalisis risiko harus memiliki pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan pengetahuan untuk menemukan bahaya.
Melibatkan pekerja
akan membantu
meminimalkan kelalaian,
memastikan kualitas analisis dan memperdalam analisis untuk solusi. Ada berbagai pendekatan dalam menggambarkan kemungkinan dan
keparahan suatu risiko baik secara kualitatif, semi kuantitatif atau kuantitatif ASNZS 4360, 2004.
a. Penilaian risiko dengan analisis kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan
yang akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan.
Dalam metode analisis kualitatif terdapat 2 unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu:ASNZS 4360, 2004:
1 Konsekuensi Konsekuensi adalah nilai yang menggambarkan suatu keparahan
dari efek yang ditimbulkan oleh sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan.
2 Kemungkinan Kemungkinan adalah nilai yang menggambarkan kecenderungan
terjadinya konsekuensi dari sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan.
Tingkat risiko pada analisis kualitatif merupakan hasil perkalian nilai variabel konsekuensi dan kemungkinan dari risiko-risiko keselamatan
kerja yang terdapat pada setiap tahapan pekerjaan. b.
Penilaian risiko dengan analisis kuantitatif Analisis kuantitatif menggunakan hasil perhitungan numerik untuk
tiap konsekuensi dan tingkat kemungkinan dengan menggunakan variasi, seperti:
Catatan-catatan terdahulu Pengalaman kejadian yang relevan
Literatur-literatur yang beredar dan relevan Marketing tes dan penelitian pasar
Percobaan-percobaan dan prototype Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis memiliki
keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis risiko lainnya. c. Penilaian risiko dengan analisis semi kuantitatif
Pada analisis semikuantitatif penilaian numerik diberikan kepada tingkat likelihood dan consequences berdasarkan penilaian subyektif.
Nilai tersebut tidak mencerminkan secara tepat ukuan relatif dari penilaian deskriptif. Analisis semi kuantitatif menghasilkan prioritas
yang lebih rinci dibandingkan dengan analisis kualitatif karena risiko di agi menjadi beberapa kategori. Metode ini pada prinsipnya hampir sama
dengan metode analisis kualitatif, perbedaannya terletak pada uraian atau deskripsi dari parameter yang ada pada analisis semi kuantitatif
dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu. Analisis semi kuantitatif mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu
probabilitas likelihood dan paparan exposure sebagai frekuensi. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara frekuensi dari paparan
dengan probabilitas terjadinya risiko ASNZS 4360, 2004. Hasil dari analisis risko kemudian di evaluasi dengan
membandingkan nilai risiko yang diperoleh dengan kriteria risiko yang ditentukan apakah risiko yang di analisis dapat diterima atau tidak. Jika
risiko masih berada di atas batas yang dapat diterima, harus dilakukan langkah pengendalian Ramli, 2010.
Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Risiko yang telah diketahui besar
dan potensi risikonya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Dalam menentukan
pengendalian harus mempertimbangkan hirarki pengendalian, sebagai berikut Ramli, 2010 :
1 Eliminasi Eliminasi
merupakan teknik
pengendalian dengan
menghilangkan sumber bahaya. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan.
2 Subtitusi Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti
alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahay dengan yang lebih aman atau lebih rendah bahayanya.
3 Pengendalian Teknis Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau saran teknis
yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan
pemasangan peralatan pengaman. 4 Pengendalian Administratif
Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau
prosedur kerja yang lebih aman, rotasi kerja atau pemeriksaan kesehatan.
5 Penggunaan Alat Pelindung Diri Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan
memakai alat pelindung diri misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernapasan, pelindung jatuh dan pelindung kaki.
Dalam konsep K3 penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena
APD bukan untuk mencegah kecelakaan namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan.
3. Cabang Risk Assessment dalam MORT
Tujuan dari MORT adalah untuk merumuskan sistem manajemen keselamatan yang ideal berdasarkan sintesis terbaik elemen program
keselamatan sehingga tersedia teknik manajemen keselamatan. MORT digunakan sebagai alat praktis dalam penyelidikan kecelakaan dan
evaluasi program keselamatan yang ada Ericson, 2005. Pertanyaan-
pertanyaan di MORT memiliki urutan tertentu, yang dirancang untuk membantu mengklarifikasi fakta-fakta seputar insiden.
Struktur MORT menyerupai sebuah pohon dan berasal dari fault tree pohon kegagalan. Dilihat dari struktur pohon MORT, kerugian
akibat kecelakaan dan insiden timbul dari dua sumber yang berbeda. Sumber pertama berasal dari risiko yang sudah diidentifikasi lalu risiko
tersebut diterima dengan pengelolaan yang benar assumed risk dan sumber kedua berasal dari risiko yang belum dikelola dengan benar.
Sumber kedua ini dimasukkan sebagai kelalaian oversight and omission.
Bagan MORT berperan sebagai daftar yang memungkinkan untuk berkonsentrasi pada isu-isu terungkap melalui proses. Bagan MORT
dasar dapat digunakan untuk memfasilitasi dan memeriksa proses identifikasi bahaya secara keseluruhan International Crisis Management
Association, 2014. Bagan MORT memiliki dua kegunaan langsung yaitu untuk menganalisis manajemen dan faktor organisasi relatif terhadap
kecelakaan yang telah terjadi dan untuk mengevaluasi atau mengaudit program keselamatan dalam kaitannya dengan kecelakaan yang
signifikan yang memiliki potensi untuk terjadi ILO, 2011. Untuk
menganalisis penyebab
masalah pelaksanaan
risk assessment berdasarkan teknik MORT yaitu terletak pada cabang Task
Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA Less Than Adequate. Cabang Task Spesific Risk
Assessment Not Performed membahas tidak terlaksananya risk assessment. Sedangkan cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
membahas ketidaktepatan pelaksanaan risk Assessment.
Bagan 2. 3 Cabang Risk Assessment MORT
Berikut ini penjelasan cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA Noordwijk Risk
Initiative, 2009:
a. Task Spesific Risk Assessment Not Performed
Pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed membahas tentang risk assessment yang. Permasalahan dapat
timbul jika penilaian risiko tidak dilakukan pada pekerjaan yang memiliki risiko tinggi.
Bagan 2. 4 Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed
1 Task Analysis Not Required Cabang ini merupakan cabang pertama pada lapisan
Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e1. Cabang ini akan membahas apakaah perusahaan mewajibkan pelaksanaan
pre-job analysis pada setiap pekerjaan. 2 Task Analysis LTA
Cabang ini merupakan cabang kedua pada lapis Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e2. Jika perusahaan
mewajibkan pre-job analysis maka cabang ini akan membahas ketepatan job analysis yang ditinjau dari identifikasi bahaya pada
setiap langkah proses kerja. 3 Task Analysis Not Made
Cabang ini merupakan cabang ketiga pada lapis kelima Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e3. Pada
cabang Task Analysis Not Made terdapat empat cabang lagi yang wajib dipertimbangkan sebagai penyebab kegagalan pre-job
analysis, yakni: a Authority LTA
Cabang ini merupakan cabang pertama yang menjurus bahwa
kelemahan risk
assessment disebabkan
oleh ketidakahlian analisis menganalisis sebuah pekerjaan.
b Budget LTA Cabang ini merupakan cabang kedua yang menekankan
pada aspek pembiayaan untuk pelaksanaan risk assessment.
c Time LTA Cabang ini merupakan cabang yang membahas tentang
permasalahan waktu untuk pelaksanaan risk assessment. d Supervisor Judgement LTA
Cabang ini merupakan cabang keempat yang membahas tentang ketidaktepatan supervisor mengambil keputusan dalam
pelaksanaan pre-job analysis.
b. Task Spesific Risk Assessment LTA
Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA merupakan cabang yang akan menjadi fokus analisis untuk mengetahui
penyebab ketidaktepatan pada pelaksanaan risk assessment. Berikut merupakan cabang dari Task Spesific Risk Assessment:
1 Task Spesific Risk Analysis LTA Cabang dengan kode D10 ini mempertimbangkan kualitas
analisis risiko pekerjaan yang sudah dilakukan. a Knowledge LTA
Cabang dengan
kode E4
ini mempertimbangkan
pengetahuan yang memadai tersedia untuk analisis risiko. i.
Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA Cabang dengan kode F5 ini mempertimbangkan saran dan
input pekerja yang memadai digunakan dalam analisis risiko.
ii. Technical Information Systems LTA
Cabang dengan kode F6 ini mempertimbangkan analisis risiko pekerjaan cukup didukung oleh sistem
informasi teknis. b Execution LTA
Cabang dengan kode E5 ini mempertimbangkan hal-hal yang memengaruhi kualitas analisis risiko.
iii. Time LTA
Cabang dengan kode F7 ini mempertimbangkan waktu yang cukup untuk melakukan analisis risiko.
iv. Budget LTA
Cabang dengan kode F8 ini mempertimbangkan anggaran yang memadai untuk melakukan analisis risiko.
v. Scope
Cabang dengan kode F9 ini mempertimbangkan ruang lingkup dan detail dari analisis risiko pekerjaan yang
cukup untuk mencakup semua risiko yang terkait dengan pekerjaan proses tersebut.
vi. Analytical Skill LTA
Cabang dengan kode F10 ini mempertimbangkan pengalaman dan keterampilan para pengawas dan peserta
lain yang memadai untuk menyelesaikan penilaian risiko pekerjaan yang diperlukan.
vii. Hazard Selection LTA
Cabang dengan kode F11 ini menganggap bahaya yang tidak dicantumkan memicu masalah. Temuan bahaya
sangat penting untuk kecukupan analisis risiko. - Hazard Identification LTA
Cabang dengan kode G1 ini mempertimbangkan kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya.
- Hazard Prioritisation LTA Cabang dengan kode G2 ini mempertimbangkan
metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi.
2. Recommended Risk Control LTA
Cabang dengan kode D11 ini mempertimbangkan kecukupan pengendalian yang direkomendasikan oleh penilaian
risiko pekerjaan.
c. Clarity LTA Cabang
dengan kode
E6 ini
mempertimbangkan rekomendasi dari penilaian risiko pekerjaan cukup jelas untuk
mengizinkan penggunaannya mudah dan paham. d. Compatibility LTA
Cabang dengan
kode E7
ini mempertimbangkan
pengendalian yang
direkomendasikan kompatibel
dengan persyaratan yang ada.
e. Testing of Control LTA Cabang
dengan kode
E8 ini
mempertimbangkan pengendalian diuji untuk efektivitas sebelum diimplementasikan.
f. Directive LTA Cabang dengan kode E9 ini mempertimbangkan arahan
untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan. g. Availability LTA
Cabang dengan kode E10 ini mempertimbangkan pengendalian yang direkomendasikan tersedia untuk digunakan
oleh personil yang terlibat. h. Adaptability LTA
Cabang dengan kode E11 ini mempertimbangkan pengendalian yang direkomendasikan dirancang dengan cara yang
memungkinkan mereka untuk secara memadai disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda.
i. Use Not Mandatory Cabang dengan kode E12 ini mempertimbangkan
penggunaan pengendalian yang direkomendasikan adalah wajib.
34 Berikut ini cabang Task Spesific Risk Assessment LTA:
Bagan 2. 5 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
Berikut arti simbol-simbol dalam MORT Noordwijk Risk Initiative, 2009: Tabel 2. 2 Arti Simbol dalam MORT
Simbol Arti
Simbol ini digunakan untuk menyatakan suatu kegagalan atau kelalaian.
Simbol ini mendeskripsikan komponen dasar dari sebuah cabang.
Simbol ini menyatakan akhir dari sebuah rangkaian tanpa informasi dan solusi yang cukup. Cabang ini
baru dapat dianalisis pada cabang Assumed Risk.
Gerbang DAN.
Gerbang ATAU.
Simbol yang digunakan untuk perpindahan ke lokasi lain.
Untuk meninjau proses lebih mudah menggunakan kode warna bagan Noordwijk Risk Initiative, 2009:
Tabel 2. 3 Kode Warna Pohon MORT
Warna Arti
Merah Masalah ditemukan
Hijau Isu telah relevan dan dinilai memuaskan
Biru Menunjukan masalah relevan tetapi tidak memiliki informasi
yang cukup untuk menilai masalah besar
c
12
d
10
d
11
e
4
e
5
e6 e7
e8 e9
e10 e11
e12
f
5
f
6
f
7
f8 f
9
f
10
f
11
g1 g2
E. Kerangka Teori
Berdasarkan teori MORT yang dikeluarkan Noordwijk Risk Initiative 2009 untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Bagan 2. 6 Kerangka Teori
Task Spesific Risk Assessment
LTA
Task Spesific Risk Analysis
LTA Rceommended
Risk Control LTA
Knowledge LTA
Execution LTA
Clarity LTA
Compati bility
LTA Testing of
Control LTA
Directive to Use
LTA
Availabi lity LTA
Adaptabili ty LTA
Use Not Mandatory
Use of workers
Input LTA
Technical Information
System LTA
Time LTA
Budget LTA
Scope LTA
Analytical Skill
LTA
Hazard Selection LTA
Hazard Identificatio
n LTA Hazard
Prioritisatio n LTA
37
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT
Waskita Karya tahun 2015. Proyek Cibis Tower 9 merupakan kegiatan industri konstruksi yang dalam proses pekerjaanya mengandung sumber
bahaya serta risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan. Penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan studi pendahuluan yang menyatakan bahwa
pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya diketahui tidak dilakukan di waktu yang tepat, belum sesuai alur proses
penilaian risiko, ketidaktepatan juga meliputi revisi dokumen, identifikasi bahaya serta tidak dikomunikasikannya hasil penilaian risiko pada pekerja
atau karyawan lain termasuk pimpinan. Berdasarkan temuan tersebut, peneliti melakukan proses analisis
pelaksanaan risk assessment dengan menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree MORT. Teknik MORT yang digunakan adalah
cabang yang fokus pada risk assessment, yakni cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA membahas
pelaksanaan risk assessment yang tidak tepat. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ini yang menjadi fokus analisis pelaksanaan risk assessment
pada Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya tahun 2015.