terkumpulnya informasi untuk analisis risiko yang dirasakan pekerja kepada pimpinan. Oleh sebab itu disarankan untuk mengubah waktu
sistem pertemuan menjadi lebih siang yaitu jam 08.00 – 09.30 WIB.
Selain mengubah waktu pertemuan pihak K3LMP juga membagi jadwal untuk karyawan yang mengikuti safety morning di
setiap posisi kerja, membuat jadwal shift anggota yang mengikuti safety morning., agar proses kerja tidak terhambat dan jumlah
kehadiran peserta safety morning lebih terkontrol.
b. Cabang Execution LTA
Cabang execution LTA mempertimbangkan hal-hal yang memengaruhi kualitas risk assessment. Terdapat 5 cabang yang
memengaruhi kualitas risk assessment, yaitu: 1
Cabang Time LTA Waktu merupakan bagian penting dalam sebuah proses
pelaksanaan risk assessment. Pelaksanaan risk assessment harus dilakukan sebelum dan selama proses pekerjaan berjalan. Risk
assesment dilakukan sebelum pekerjaan bertujuan melindungi pekerja dari dampak buruk yang dapat terjadi.
Berdasarkan hasil
wawancara diketahui
bahwa waktu
pelaksanaan analisis risiko tidak di awal pekerjaan dan tidak di revisi secara berkala sesuai dengan prosedur penialain risiko PT Waskita
Karya disebabkan oleh keterlambatan spesifikasi teknik yang merupakan dokumen yang dibutuhkan untuk menganalisis risiko.
Selain itu dari hasil telaah dokumen ditemukan adanya
ketidaktepatan hasil revisi dokumen risk assessment. Ketentuan dalam merevisi dokumen risk assessment telah ditentukan dalam
prosedur penilaian risiko telah ditetapkan bahwa hasil penilaian risiko secara periodik ditinjau minimal 6 bulan sekali.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 15 ayat 4 peninjauan risk assessment
dilakukan bila adanya tuntutan dari pihak terkait pasar, adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan, terjadinya perubahan
peraturan perundangan, adanya masukan dari pekerjaburuh, terjadi perubahan struktur organisasi serta adanya pelaporan. Diketahui
selama proses pekerjaan berlangsung terdapat aktivitas baru yang dilakukan yakni plumbing dan finishing yang tidak dilakukan risk
assessment. Padahal dalam proses kerja tersebut juga memiliki risiko-risiko yang harus dianalisis.
Pemantauan dan peninjauan ulang perlu dilakukan untuk memonitor
efektifitas. Pemantauan
perlu dilakukan
untuk mengetahui
perubahan-perubahan yang
bisa terjadi.
Perubahanperubahan tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan ASNZS 4360, 2004.
Ketidaktepatan tersebut tidak hanya terletak pada prosedur PT Waskita Karya tetapi juga tidak sejalan dengan standar yang
diadopsi oleh perusahaan yakni OHSAS 18001: 2007 SMK3 yang menyatakan bahwa organisasi harus mendokumentasikan dan
memelihara hasil identifikasi bahaya, penilaian risko dan penetapan pengendalian selalu terbaru OHSAS 18001, 2007.
2 Cabang Budget LTA
Anggaran dana dalam suatu perusahaan sangat diperlukan untuk mendukung berjalannya sistem. Penyediaan anggaran dana yang
cukup pada suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja merupakan
komitmen yang harus dipenuhi oleh manajemen perusahaan Pinto, 2014. Uang merupakan persediaan asset yang digunakan untuk
aktivitas perekonomian baik transaksi barang dan jasa. Hal ini akan berhubungan dengan jumlah uang yang harus disediakan perusahaan
untuk menyediakan peralatan yang dibutuhkan perusahaan dan gaji yang harus dikeluarkan untuk orang yang bekerja Mankiw, 2006.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Proyek Cibis Tower 9 memiliki anggaran untuk melaksanakan program K3LMP
dan risk assessment masuk kedalam anggaran program tersebut. Proyek Cibis Tower 9 berjalan dengan anggaran yang diberikan oleh
perusahaan terdapat pada Rencana Keselamatan, Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan RK3LMP. Pada RK3LMP
diketahui terdapat biaya perencanaan yang didalamnya termasuk biaya fotokopi dan biaya jilid untuk dokumen risk assessment.
Anggaran dana terkait pelaksanaan risk assessment juga mencakup biaya penyelenggaraan training, biaya seminar K3LMP
internaleksternal. Salah satu bentuk pengendalian kecelakaan kerja
dalam PP No.50 tahun 2012 adalah pelatihan. Berdasarkan risiko dan bahaya yang terdapat pada sektor konstruksi, Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya memiliki anggaran program pelatihan dan seminar K3LMP yang bertujuan agar karyawan
mengetahui risiko dan bahaya di tempat kerja. Berdasarkan hasil wawancara anggaran dana yang ada dikatakan
cukup dan dapat mendukung berlangsungnya pengendalian risiko dan program K3LMP di Proyek Cibis Tower 9. Jumlah anggaran
dana 3,2 dari total keseluruhan dana untuk pembangunan sehingga anggaran dana tersebut dirasa cukup untuk memenuhi seluruh
kebutuhan program K3LMP termasuk pelaksanaan risk assessment. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Budget telah sesuai untuk
memenuhi kebutuhan program K3LMP secara menyeluruh sehingga dapat dikatakan tidak bermasalah.
3 Cabang Scope LTA
Lingkup pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 dibuat berdasarkan proses secara umum pada kegiatan konstruksi.
Pada prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9 dijelaskan bahwa pelaksanaan risk assessment dilakukan di seluruh proses
bisnis di PT Waskita Karya termasuk pihak luar yang bekerja untuk atau atas nama Waskita.
Ruang lingkup risk assessment harus mencakup semua risiko yang terkait dengan pekerjaan proses yang ada di tempat kerja. Risk
Assessment wajib dilakukan di seluruh aktifitas pekerjaan, termasuk
aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut dilakukan oleh karyawan langsung atau kontrak, suplier dan kontraktor, serta
aktifitas fasilitas atau personil yang masuk ke tempat kerja ASNZS 4360, 2004.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa lingkup pelaksanaan risk assessment masih ada kekurangan. Terdapat proses
kerja baru yang tidak dianalisis risikonya yakni proses plumbing yang dilakukan oleh pihak subkontraktor yang tergabung dengan
perusahaan. Padahal
proses plumbing
juga merupakan
tanggungjawab PT Waskita Karya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak semua proses dilaksanakan risk assessment. Padahal proses
tersebut tentu memiliki potensi bahaya dan risiko yang berbeda di tempat kerja. Jika terdapat proses kerja yang tidak di analisis risiko
nya maka dapat menyebabkan tidak teridentifikasinya potensi bahaya dan risiko yang ada pada proses kerja tersebut, sehingga
pengendaliannya pun tidak akan dilakukan. Risiko adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang
dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau
konsekuensi yang dapat ditimbulkannya ASNZS 4360, 2004. Oleh sebab itu, seluruh risiko yang ada di tempat kerja harus dianalisis.
Berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 terdapat kolom lokasi namun kolom tersebut digabung
dengan kolom peralatan, perkakas dan material sehingga pengisian
tidak lengkap. Area lokasi yang pernah disebutkan dalam hasil risk assessment hanya area proyek tidak ada area kantor atau lokasi
lainnya. Dalam mengidentifikasi bahaya terdapattiga sumber potensi bahaya yang dapat terjadi yakni pada manusia, peralatan dan
lingkungan Russ, 2010. Meskipun risk assessment berdasarkan aktivitas akan tetapi
terdapat kekurangan aktivitas dalam hasil risk assessment yakni tidak ada nya aktivitas plumbing dan finishing. Namun pada form
hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 risiko yang dianalisis hanya risiko keselamatan dan kesehatan terhadap manusia, sehingga
tidak ditemukan upaya mencegah pencemaran lingkungan. Padahal berdasarkan pengamatan, terdapat risiko pencemaran udara dari
pekerjaan pengecoran dan pembongkaran. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha danatau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
danatau kegiatan Jadi pada pelaksanaan risk assessment mengalami ketidaktepatan dalam lingkup pelaksanaannya.
4 Cabang Analytical Skill LTA
Pengalaman dan keterampilan pelaksana yang dibutuhkan untuk membuat dan melaksanakan risk assessment. Proyek Cibis Tower 9
mengharuskan pelaksana risk assessment termasuk dalam divisi
K3LMP. Berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9 pelaksana risk assessment secara tanggung
jawab berada pada divisi K3LMP dan kepala proyek serta unit kerja terkait. Petugas yang melakukan risk assessment harus memiliki
pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan pengetahuan untuk menemukan bahaya ASNZS 4360, 2004.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaksana telah memiliki banyak pengalaman dibidang konstruksi. Tidak hanya
divisi K3LMP saja yang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan risk assessment. Pimpinan juga dilibatkan dalam
pelaksanaan risk assessment, Kepala proyek bertugas meninjau hasil risk assessment akan tetapi berdasarkan pengakuan Kepala Proyek
belum memeriksa hasil risk assessment yang dibuat. Berdasarkan hasil wawancara dengan sekertaris K3LMP juga menjelaskan bahwa
risk assessment dibuat berdasarkan data sebelumnya saja. Staf ikut terlibat dalam pelaksanaan risk assessment namun tidak memiliki
sertifikasi akan hal tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3
pasal 10 ayat 3, yang menyatakan bahwa pelaksana harus memiliki kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat serta
kewenangan di bidang K3. Hal ini berakibat ketidakpahaman pelaksanaan risk assessment mulai dari tahapan pelaksanaan sampai
metode yang digunakan.
Pengalaman dan keterampilan pelaksana dapat disimpulkan belum memadai. Sehingga, cabang Analytical Skill LTA bermasalah.
Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya menetapkan pelaksana secara struktural dengan deskripsi kerja jelas
yang dituangkan dalam surat izin kerja, serta membekali para personil dengan pelatihan khusus.
5 Cabang Hazard Selection LTA
Cabang ini menganggap bahaya yang tidak dicantumkan dapat memicu masalah. Temuan bahaya sangat penting untuk kecukupan
analisis risiko. Terdapat 2 cabang yang mempengaruhi, yaitu: a
Cabang Hazard Identification LTA Prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9 menjelaskan
bahwa identifikasi bahaya harus dilakukan secara on going dimana jika terjadi perubahan aktivitas penilaian risiko dibuat
yang baru. Berdasarkan hasil telaah dokumen metode kerja dengan nomor dokumen WK-CIBIS-ENG-MS-BS-009 dengan
hasil form risk assessment dengan nomor dokumen PW-K3LMP- 01-01 diketahui terdapat ketidaksesuaian tahapan yang di analisis.
Terdapat tahapan kerja yang tidak dianalisis adalah proses kerja yakni plumbing. Selain itu bahaya diidentifikasi berdasarkan
aktivitas proses pekerjaan, akan tetapi kolom lokasi, proses, peralatan, material dijadikan dalam satu kolom sehingga terdapat
ketidakjelasan atau membingungkan dalam pengisian.
Untuk itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya melakukan revisi form risk assessment aspek K3LMP,
yaitu dengan memisahkan kolom lokasi, peralatan dan material. b
Cabang Hazard Prioritisation LTA Metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya
perlu diperhatikan saat melakukan identifikasi bahaya. Proyek Cibir Tower 9 menggunakan metode analisis kualitatif dalam
menentukan prioritas bahaya. Hal tersebut terlihat dari tahapan pelaksanaan pertama yaitu menentukan kemungkinan dan
selanjutnya menentukan keparahan. Kelebihan menggunakan analisis kualitatif adalah mudah dimengerti, tidak menggunakan
sumber daya yang mahal, dan dapat digunakan ketika tidak tersedia data yang baik Cross, 1998. Berdasarkan kelebihan
tersebut, maka Proyek Cibis Tower 9 telah sesuai memilih metode kualitatif. Kondisi Proyek Cibis Tower 9 yang memiliki sumber
daya yang seperti personil, waktu, dan lain-lain. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun
2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1, bahwa prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3
dikomunikasikan. Namun dalam pelaksanaan risk assessment terdapat ketidaksesuaian dengan prosedur, yaitu penentuan
kategori terkait tingkatan risiko. Untuk beberapa pekerjaan yang mengakibatkan jari terputus tingkat risiko tersebut termasuk
tingkat 3 yaitu cacat permanen akan tetapi dalam hasil risk
assessment keparahan tersebut masih dinilai 2. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Hazard Prioritisation bermasalah. Hal tersebut
karena terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori tingkatan risiko kemungkinan dan keparahan antara prosedur serta form
hasil risk assessment. Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 memantau pelaksanaan risk assessment yang dibuat agar
dapat terdeteksi kesalahan-kesalahan dalam memprioritaskan bahaya.
2. Cabang Recommended Risk Controls LTA