Sensitifitas Gender Mahasiswa Untuk peran Presenter, MC, penulis
74
Gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki laki dan perempuan akibat bentukan
budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Artinya perbedaan sifat, sikap dan perilaku yang dianggap khas perempuan atau
khas laki- laki atau yang lebih populer dengan istilah feminitas dan maskulinitas, terutama merupakan hasil belajar sesecrang melalui suatu proses sosialisasi yang
panjang dilingkungan masyarakat, tempat ia tumbuh dan dibesarkan. Dari hasil kai kudrat di atas, diduga proses sosialisasi yang panjang akan konstruksi peran,
tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku antara laki-laki dan perempuan masih mengakar kuat baik di desa maupun kota sekalipun yang dimana akses informasi
begitu pesat dan mudah. c. Tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa berdasarkan asal sekolah
Tabel 16 Perhitungan X
2
Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Berdasarkan Asal Sekolah
Sekolah Respon
Fo Jh
fo-fh fo-fh
2
fo-fh
2
Fh
ALIYAH PESANTREN
Pengetahuan Pemahaman
96.7 97.1
-0.4 0.16
0.001
Sensitifitas 64.22
63.81 0.41
0.16 0.002
SMA Pengetahuan
Pemahaman 102.82
102.41 0.41
0.16 0.001
Sensitifitas 66.91
67.31 -0.4
0.16 0.002
Total 330.65
330.63 0.02
0.64 0.006
75
Jadi rX
2
Hitung = 0,006 db = r-1.c-1
Alfa = 5 0.005 db = 2-1.2-1
X
2
Tabel =3.84 db = 1 x 1 = 1
Maka X
2
hitX
2
tab
Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai kai kuadrat X
2
tab 3.84 dan nilai dari X
2
hit 0.006 ака X
2
hit X
2
tab atau X
2
hitung lebih kecil dari X
2
tabel yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara responden yang tinggai di
Perkotaan dengan responden yang tinggai di desa terkait dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap sensitifitas gender keduanya
sama-sama rendah. Dari hasil tabel diatas diduga, Lingkungan sekolah asal responden
sebelum masuk ke universitas, teknik pengajaran, kurikulum, hingga bahan ajar masih merepresentasikan perempuan dan laki-laki stereotype khas patriarki. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa tidak semua ruang lingkup pendidikan bisa mengakomodir kehausan terhadap pengetahuan di luar pengetahuan yang
maskulin. Tidak heran jika atmosfir lingkungan seperti itu menjadikan orang- orang yang berada didalamnya menjadi kaku dan kebal terhadap isu-isu
perempuan dan kesetaraan gender. Jika melihat responden dalam penelitian ini berasal dari sekolah agama atau pesantren, seharusnya mempunyai sensitifitas
gender. Hal tersebut karena Agama Islam, sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan kesetaraan sehingga sekolah-sekolah agama lebih bisa
melakukan pengarusutamaan gender. Misalnya mengintegrasikannya dalam