Perkembangan Ekspor dan Impor Beras Indonesia

bagaimana meningkatkan produksi, diversifikasi produk khususnya untuk produk substitusi impor. Perkembangan volume ekspor beras Indonesia selama periode tahun 1976 hingga tahun 2005 yang dapat dilihat pada lampiran 1 menunjukkan kecenderungan berfluktuasi secara signifikan. Pada periode tahun 1976 hingga 1983 Indonesia hampir sama sekali tidak melakukan ekspor beras. Hal ini karena pada periode tersebut Indonesia belum mampu untuk berswasembada pangan dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, Indonesia harus melakukan impor. Namun pada periode 1984 hingga tahun 1985 mengalami peningkatan yang relatif signifikan. Hal ini terjadi karena pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan sehingga ekspor beras dapat dilakukan tanpa mengorbankan konsumsi beras domestik. Pada tahun 1985 hingga tahun 2000 ekspor beras mengalami fluktuasi yang cenderung menurun, bahkan pada tahun 1995 ekspor beras Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan tahun 1994 yaitu dari sebesar 233 ribu ton menjadi 10 ton. Hal ini terjadi karena terjadinya peningkatan konsumsi perkapita dari 139,6 pada tahun 1994 menjadi 171,16 pada tahun 1995, selain itu terjadi peningkatan jumlah panduduk sebesar 1,6 dari tahun sebelumnya. Keadaan ini membuat Indonesia harus mengorientasikan produksi berasnya kepada pemenuhan kebutuhan konsumsi beras domestiknya terlebih dahulu, sehingga ekspor beras menurun secara signifikan. Pada tabel 6 terlihat bahwa peningkatan ekspor beras kembali dicapai oleh Indonesia pada periode tahun 2001 hingga 2002, namun pada tahun 2003 ekspor beras Indonesia turun kembali menjadi 1.234 ton, sedangkan pada tahun 2004 ekspor beras Indonesia kembali meningkat menjadi 4.495 ton dan pada akhir 2005 ekspor beras Indonesia meningkat cukup signifikan menjadi 44.285 ton. Peningkatan ekspor beras selama dua tahun terakhir ini terjadi karena adanya peningkatan produksi beras akibat adanya perluasan luas areal tanam melalui pencetakan sawah-sawah baru pada tahun 2004. Selain itu peningkatan ekspor beras tersebut juga dipicu oleh peningkatan harga beras internasional dan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang terjadi pada periode 2004-2005. Tabel 6. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Beras Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Volume Ekspor Beras ton Nilai Ekspor Beras USton 2000 4.671 907.000 2001 5.222 997.000 2002 11.320 1.643.000 2003 1.234 679.000 2004 4.495 1.465.186 2005 44.285 8.941.927 Sumber: Departemen Pertanian . Dari rata-rata ekspor beras Indonesia pada tahun 2000-2003, beras Indonesia paling banyak diekspor ke negara Philippina 17,34 , kemudian diikuti dengan East Timur 7,89 , Malaysia 6,06 , dan negara-negara lainnya Deptan, 2004. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia telah mampu mengembangkan potensinya sebagai negara produsen beras, meskipun beras yang diekspor adalah beras jenis tertentu yang kualitasnya memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor beras Indonesia. Pada periode 1998-1999, terjadi penurunan produksi padi akibat adanya bencana El Nino yang bersamaan dengan krisis ekonomi, sehingga impor beras tertinggi yaitu mencapai 3,8 juta tontahun, dengan tingkat ketergantungan impor hampir 11. Namun, impor beras menurun drastis pada periode 2004-2005, karena Indonesia melarang impor beras, kecuali beberapa jenis beras untuk penggunaan tertentu Tabel 7. Pada periode ini, rata-rata impor hanya 206 ribu tontahun, dengan tingkat swasembada mencapai 99,5 Sawit, 2006. Tabel 7. Produksi, ImporEkspor Beras 1000 Ton, dan Tingkat Swasembada dan Ketergantungan impor: Rataan 4 periode 1995-2005 Rataan Tahun Produksi Impor Ekspor Tingkat Swasembada Tingkat Ketergantungan Impor 1995-1997 32.252 1.920,1 3,5 94,6 5,4 1998-1999 31.633 3.844,9 4,2 89,3 10,7 2000-2003 32.356 1.310,0 2,9 96,1 3,9 2004-2005 34.174 205,5 21,6 99,5 0,5 Sumber : Badan Pusat Statistik Berdasarkan tabel 7 di atas, volume impor beras Indonesia selama dua tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan. Keadaan ini disebabkan oleh adanya upaya peningkatan produktivitas padi melalui penambahan luas areal tanam padi dan peningkatan efisiensi dalam biaya produksi usahatani padi. Dalam dua tahun terakhir ini, Indonesia hampir mampu 100 berswasembada beras. Keadaan ini membuat pemerintah Indonesia pun melemparkan sinyal bahwa impor beras akan dihentikan Sawit, 2006. Hal ini mengindikasikan bahwa impor beras dapat berpeluang untuk dihapuskan apabila Indonesia mampu lebih meningkatkan produktivitas padi dan efisiensi. Swasembada on trend merupakan salah satu program yang ditetapkan untuk meningkatkan produksi beras domestik dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan mencapai swasembada pangan. 5.2 Kondisi Perberasan Dunia 5.2.1 Perkembangan Produksi Beras Dunia Beras merupakan komoditas strategis bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi sebagian besar negara-negara Asia, karena 1 usahatani padi masih diusahakan oleh jutaan petani, 2 bagi sebagian negara, seperti Vietnam, Burma, Thailand, India dan China, beras merupakan salah satu penyumbang devisa negara yang cukup besar, dan 3 bagi masyarakat berpendapatan rendah, dimana jumlah golongan berpendapatan tersebut masih dominan di Asia, beras masih merupakan bahan pangan pokok yang utama. Hampir semua negara penghasil beras di Asia gencar mengembangkan inovasi teknologi untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi. China semakin gencar mengembangkan padi hibrida dengan potensi hasil yang mencapai 17,92 ton per hektar, sedangkan India sedang mengembangkan padi rekayasa genetika yang disebut dengan golden rice, dimana beras tersebut mengandung beta carotene provitamin A yang dapat digunakan untuk membantu upaya penyelamatan jutaan anak-anak India yang kekurangan vitamin A. Thailand, Vietnam dan Philipina saat ini juga sangat gencar mengembangkan varietas unggul padi untuk lahan kering dan rawapasang surut Mardianto dan Ariani, 2004. Produksi beras dunia tahun 2002 meningkat dibandingkan tahun 2001 dari 398,1 juta ton menjadi 398,6 juta ton sejalan dengan meningkatnya produksi beras di negara-negara produsen utama seperti Vietnam, Thailand, dan Myanmar, namun kembali turun pada tahun 2003 menjadi 378,3 juta ton dan meningkat kembali pada tahun 2004. Bahkan pada tahun 2004 produksi beras dunia mencapai 395,8 juta ton, naik 4,4 dari tahun sebelumnya. Walaupun perkembangan luas panen padi dunia cukup berfluktuasi pada tahun-tahun tertentu namun karena produktivitasnya selalu bergerak naik maka laju produksi padi dunia juga cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa China merupakan negara dengan share produksi terbesar 32 dari total produksi beras dunia dan kemudian diikuti oleh India dengan share produksi sebesar 21 dari total produksi total beras dunia. Indonesia merupakan produsen beras ke tiga dunia dengan share produksi sebesar 9 . Hal ini didukung oleh keadaan alam ketiga negara yang berpotensi untuk menghasilkan beras. Tabel 8. Produksi Beras Dunia Tahun 2001-2004 Negara Tahun 000 ton Share Ratio 2001 2002 2003 2004 China 131 536 124 306 122 180 121 438 33 India 84 871 93 080 72 700 86 667 21 Indonesia 32 960 32 960 33 411 34 571 9 Bangladesh 25 086 24 310 25 187 25 917 6 Vietnam 20 473 21 036 21 527 21 403 5 Thailand 17 057 17 499 17 198 17 792 4 Lainnya 86 124 85474 86 110 88 069 22 Total 398 107 398 665 378 313 395 856 100 Sumber: USDA, Diolah Subdit Pemasaran Internasional Tanaman Pangan, Tahun 2004

5.2.2 Perkembangan Konsumsi Beras Dunia

Lonjakan permintaan beras di dunia sulit dibendung, dengan bertambahnya jumlah penduduk, semakin bertambah pula jumlah konsumsi, terutama negara China, India, Indonesia, termasuk Amerika Serikat. Meskipun China, India, dan Indonesia merupakan negara produsen beras yang utama, namun demikian kebutuhan konsumsi domestik ketiga negara juga sangat tinggi,