Rancangan percobaan faktorial dua arah

menggunakan rancangan percobaan faktorial dua arah untuk memperoleh hasil yang lebih tepat. Tabel 7. Koefisien korelasi dari data percobaan laboratorium MP PO N 30 PO MP POs N 30 POs MP CM +0.78 +0.18 N 30 CM +0.99 +0.23 Pada Tabel 6 terlihat bahwa koefisien korelasi N 30 PO-CM +0.48 lebih besar daripada koefisien korelasi N 30 POs-CM +0.11. Hal tersebut berarti bahwa N 30 PO memiliki korelasi atau pengaruh yang lebih kuat terhadap N 30 produk akhir. Hasil tersebut sejalan dengan perhitungan koefisien koerelasi dari data trial lab Tabel 7, di mana korelasi N 30 PO dan N 30 fat blend +0.99 lebih kuat daripada korelasi antara N 30 POs dan N 30 fat blend +0.23. Secara keseluruhan, korelasi antara N 30 minyak dan produk juga lebih kuat daripada korelasi antara titik cair minyak dan produk, sehingga untuk penentuan formula, parameter N 30 akan lebih diutamakan daripada titik cair.

4. Rancangan percobaan faktorial dua arah

Rancangan percobaan faktorial dua arah dilakukan untuk memperkuat hasil analisis yang diperoleh pada perhitungan koefisien korelasi. Rancangan percobaan ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh MP dan N 30 dari minyak PO dan POs terhadap parameter MP dan N 30 fat blend, tanpa melihat pengaruh dari interaksi keduanya. Rancangan dilakukan dengan dua faktor PO dan POs, tiga level untuk setiap faktor, dan dua ulangan untuk setiap perlakuan, sehingga menghasilkan rancangan percobaan 2x3. Dari pengolahan data rancangan percobaan tersebut, diperoleh hasil bahwa perbedaan level titik cair pada faktor PO akan menghasilkan titik cair produk yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 Lampiran 8. Sehingga titik cair PO akan tetap digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan formula yang tepat. Demikian pula hasil pengolahan data pada Lampiran 9, juga terdapat kesamaan hasil bahwa penggunaan bahan baku PO yang berbeda N 30 -nya akan menghasilkan N 30 produk yang berbeda secara nyata pada tingkat kepercayaan 95. Sedangkan MP dan N 30 POs tidak berpengaruh secara nyata pada MP dan N 30 fat blend yang dihasilkan karena memiliki nilai signifikansi 0.05. Hasil tersebut sejalan dengan hasil analisis menggunakan perhitungan koefisien korelasi, di mana koefisien korelasi PO-CM lebih besar daripada koefisien korelasi POs-CM, dan tidak terdapat korelasi antara N 30 POs dan N 30 produk Dengan demikian, pada optimasi formulasi, MP dan N 30 POs tidak diperhatikan lebih lanjut berdasarkan hasil analisis tersebut. Hasil yang diperoleh sejalan dengan pernyataan Lawson 1995 bahwa titik cair dari suatu campuran lemakminyak tidak dapat menjadi pedoman dalam mempelajari karakteristik fisiknya. Parameter yang lebih berhubungan adalah perbandingan solid terhadap liquid pada temperatur 10-49 C. Demikian pula Timms 1994 menyatakan bahwa deskripsi lengkap tentang melting behaviour dari lemak ditunjukkan dengan penentuan SFC pada temperatur yang berbeda-beda. Boekenoogen 1964 diacu dalam Hendrikse et al. 1994, menyatakan bahwa terdapat beberapa metode untuk pengukuran titik cair lemak atau minyak. Namun hasil yang diperoleh hanya sedikit berhubungan dengan titik cair yang sebenarnya, karena lemak memiliki rentang pencairan yang bergantung pada perlakuan sampel. Untuk tujuan ilmiah, penentuan titik cair harus diganti dengan pengukuran dilatasi SFI. Sedangkan untuk tujuan komersial, pengukuran titik cair dapat digunakan. Namun apabila dua buah tabung kapiler menghasilkan selisih 0.5 C, maka penentuan harus diulangi. C. PENGGUNAAN FORMULA YANG BERBEDA PADA CAKE MARGARINE Formula yang digunakan dalam proses produksi akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Dalam pembuatan margarin, kualitas produk akhir akan sangat dipengaruhi oleh komposisi campuran minyak, bahan baku penunjang ingredients, dan kondisi proses. Formula yang akan ditentukan dalam penelitian ini berkaitan dengan komposisi campuran minyak, sehingga dapat dihasilkan produk yang memenuhi spesifikasi dan didukung oleh efisiensi proses produksi. Pada saat penelitian dilakukan, terdapat empat formula aktual yang digunakan sebagai alternatif dalam proses produksi, yaitu 5.5, 6, 6.5, dan 7. Penentuan penggunaan alternatif formula tersebut didasarkan pada titik cair raw material PO dan POs sebagai indikator karena terjadi kerusakan NMR. Sejalan dengan hasil analisis bahwa fluktuasi titik cair minyak berkorelasi lemah terhadap fluktuasi titik cair produk, penggunaan indikator titik cair tersebut menyebabkan produk yang dihasilkan sering tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Akibatnya, selama tahun 2006 terdapat blocked produk mencapai 278.73 ton atau 4.43 dari total jumlah produksi, yang disebabkan parameter MP dan N 30 . Setelah NMR kembali dapat digunakan, yaitu awal tahun 2007, pemilihan penggunaan formula didasarkan pada N 30 PO dan POs. Sedangkan formula yang digunakan antara 5.5 dan 6. Standar formula yang terdapat dalam sistem BPCS Business Process and Control System adalah 8, yaitu yang ditetapkan oleh bagian development pada sekitar tahun 1994. Karena sudah tidak terdapat data yang dapat dijadikan pembanding pada saat penggunaan formula 8 tersebut, pengkajian hanya dilakukan dengan diskusi dengan pihak terkait, yaitu bagian development dan produksi. Formula 8 ditetapkan berkaitan dengan terjadinya penurunan titik cair POs dari spesifikasi yang telah ditetapkan, yaitu dari 51-52 C menjadi 50-51 C disertai dengan solid fat content yang relatif rendah. Perubahan kualitas tersebut menyebabkan penurunan hardness margarin yang dihasilkan. Oleh karena itu, penambahan jumlah POs dari 5 menjadi 8 diharapkan dapat meningkatkan kembali hardness value dari margarin. Namun perubahan formula tersebut tidak disertai dengan perubahan rentang spesifikasi yang ditetapkan, khususnya titik cair dan N value , sehingga sering menimbulkan permasalahan terjadinya blocked produk. Setelah beberapa tahun, penggunaan formula 8 tersebut menjadi tidak relevan lagi ketika fluktuasi kualitas bahan baku minyak menjadi relatif meningkat. Akhirnya bagian produksi mengambil kebijakan mengubah formula aktual yang digunakan menjadi beberapa alternatif formula yang disesuaikan dengan kualitas bahan baku minyak, terutama titik cair dan N value , dengan tujuan memperoleh produk yang memenuhi spesifikasi. Dengan demikian terjadi perbedaan antara formula aktual yang digunakan dengan formula standar yang terdapat dalam BPCS. Gambar 14. Diagram Ishikawa penggunaan fomula aktual yang tidak sesuai dengan formula standar Dari pembuatan diagram Ishikawa Gambar 14, maka dapat dirumuskan penyebab terjadinya penggunaan formula aktual yang tidak sesuai dengan formula standar, yaitu:

1. Bahan