diasetil untuk menutupi kekurangan tersebut dan memberikan bau sedap khas mentega pada produk margarin.
Komponen flavor yang ditambahkan pada produk cake margarine adalah asam butirat bersama diasetil yang memberikan flavor khas
margarin, dan pineapple yang memberikan aroma nanas. Kedua flavor tersebut ditambahkan dalam bentuk serbuk yang dilarutkan terlebih dahulu
dalam minyak coconut oil bersama dengan bumbu-bumbu lain.
10. Vitamin B
2
Vitamin B
2
atau juga dikenal sebagai riboflavin merupakan salah satu vitamin yang sangat dibutuhkan dalam berbagai proses seluler, terutama
dalam metabolisme energi dan metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat. Pada umumnya, kekurangan vitamin B
2
akan selalu diikuti oleh kekurangan vitamin-vitamin lainnya karena tubuh tidak mampu
menggunakan vitamin atau peningkatan ekskresi vitamin dari tubuh akibat dari gangguan pada penyerapan usus. Oleh karena itu vitamin ini sangat
penting untuk diperhatikan kecukupannya, yaitu 1.1-1.3 mgkg berat badan, menurut standar RDA Anonim, 2007c. Riboflavin juga bekerja
sebagai antioksidan dalam tubuh yang dapat menetralisasi radikal-radikal bebas serta koenzim yang mengaktivasi konversi dan sintesis vitamin-
vitamin lainnya. Pada produk cake margarine, riboflavin ditambahkan sebagai
suplemen, sekaligus memberikan kontribusi warna kuning sampai oranye pada produk. Penambahan vitamin ini dilakukan dengan melarutkan
terlebih dahulu pada air bersama-sama dengan bumbu-bumbu lain.
C. KARAKTERISTIK FISIK MARGARIN
Menurut Podmore 1994, karakteristik fisik yang penting dari margarin adalah tekstur, kekuatan, dan daya gunanya. Karakteristik tersebut terutama
dipengaruhi oleh perbandingan solid-liquid, titik cair kristal, geometri kristal ukuran, bentuk, alignment, tingkat pembentukan campuran kristal, dan
kemampuan kristal untuk saling menyatu membentuk sebuah jaringan. Sedangkan menurut Bumbalough 2000, karakteristik fisik margarin,
terutama tekstur, spreadability, warna, penampakan, dan melting profile, merupakan fungsi dari struktur lemak dan kondisi proses yang digunakan
dalam proses produksi. Pada umumnya, semakin besar jumlah trigliserida padat dalam
campuran, kekakuan jaringan akan semakin meningkat pula, karena terjadi peningkatan jumlah kristal dan kekuatan saling menyatu di antara kristal-
kristal tersebut. Perubahan suhu secara nyata akan mengubah kekuatan dan plastisitas produk dengan perubahan pada jumlah kristal yang ada, kekerasan,
dan viskositas dari trigliserida cair. Kristalisasi lemak diawali dengan pembentukan inti kristal nucleation dalam sistem supercooled. Laju
pendinginan, agitasi, dan tingkat pendinginan akan menentukan kecepatan pertumbuhan kristal, ukuran kristal, dan aglomerasi kristal, yang selanjutnya
akan berpengaruh pada tekstur dan karakteristik pencairan dari produk Podmore, 1994.
Polimorfisme merupakan suatu fenomena pada kristal lemak yang dapat berada dalam bentuk berbeda-beda. Satu jenis trigliserida dapat
memiliki lebih dari satu bentuk kristal yang berbeda-beda titik cairnya. Lemak dan trigliserida dapat memiliki tiga bentuk kristal dasar, yaitu
α alfa, β’ beta prime, dan β beta. Kristal alfa adalah bentuk yang paling tidak
stabil dan memiliki titik cair terendah, sedangkan kristal beta memiliki kestabilan dan titik cair paling tinggi. Ketiga bentuk kristal tersebut dapat
berada dalam bermacam-macam kombinasi, sehingga setiap trigliserida akan memiliki perilaku polimorfisme dan pencairan masing-masing Timms,
1994. Ukuran kristal lemak biasanya berkisar antara 1-10
μm. Kristal alfa berbentuk datar, transparan, dengan ukuran sekitar 5
μm. Kristal beta-prime berbentuk seperti jarum dengan panjang sekitar 1
μm. Kristal beta berbentuk besar, kasar, dan berukuran 25-50
μm. Jika suatu lemak didinginkan dengan cepat, maka akan cenderung membentuk kristal alfa yang kecil. Namun
bentuk tersebut tidak berlangsung lama dan dengan cepat berubah menjadi bentuk beta-prime yang memiliki kecenderungan tinggi untuk mengeras.
Kristal beta-prime dapat berubah menjadi kristal beta yang paling stabil, bergantung pada trigliserida penyusunnya dan sejarah suhunya.
Gambar 3. Polimorfisme kristal lemak Podmore, 1994
Brennan et al. 1990 menyebutkan bahwa terdapat dua tipe polimorfisme, yaitu enantiotropisme reversibel dan monotropisme
irreversibel. Hampir semua polimorfisme trigliserida bersifat monotropik, di mana kristal bertitik cair rendah hanya dapat bertransformasi menjadi bentuk
kristal dengan titik cair yang lebih tinggi. Proses kristalisasi berlangsung sangat cepat pada bentuk kristal bertitik cair rendah. Kemudian kristal
tersebut dapat bertransformasi menjadi kristal dengan titik cair yang lebih tinggi, dan kecepatan transformasinya merupakan fungsi dari temperatur. Jika
kristal dicairkan dan lemak cair tersebut didinginkan kembali, maka dapat dihasilkan kembali kristal dengan titik cair rendah.
Penentuan jumlah padatan lemak merupakan salah satu prosedur analisis yang paling penting dalam industri minyak, lemak, dan produk
turunannya. Sekarang ini, pengukuran solid fat content SFC menggunakan nuclear magnetic resonance NMR lebih populer dibandingkan dengan
pengukuran solid fat index SFI menggunakan metode dilatometri. SFC merupakan indeks proporsi kristal lemak dan lemak cair pada suhu tertentu
Asianagri, 2007. Menurut Hendrikse et al. 1994, persentase solid yang dihasilkan dari pengukuran dengan NMR dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara respon dari inti hidrogen dalam fase solid dengan respon dari keseluruhan inti hidrogen dalam sampel. Dari percobaan yang dilakukan
oleh Steidley et al. 2004 dirumuskan bahwa pengukuran SFI menghasilkan nilai empiris untuk rasio solidliquid, sedangkan NMR menghasilkan nilai
mutlak SFC. Dari hasil pengukuran kedua parameter tersebut pada suhu 10- 40
C, menunjukkan bahwa pada suhu 10 C nilai SFC selalu lebih tinggi
daripada SFI. Sedangkan pada suhu 21.1-40 C, kedua nilai tersebut dapat
dikatakan sama. Slip melting point MP adalah temperatur pada saat lemak dalam pipa
kapiler yang berada di dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler. Titik cair lemak merupakan karakteristik nyata yang berkaitan
dengan metode penentuan dari eksperimen, dan bukan merupakan karakteristik fisik dasar seperti pada senyawa murni Timms, 1994.
Sedangkan Lawson 1995 menyatakan bahwa complete melting point adalah temperatur pada saat lemak padat menjadi minyak cair seluruhnya. Setiap
asam lemak murni memiliki titik cair spesifik. Minyak dan lemak merupakan campuran dari bermacam-macam asam lemak berupa trigliserida, sehingga
tidak memiliki titik cair yang tajam sharp. Menurut Lawson 1995, faktor-faktor yang penting dalam menentukan
titik cair dan melting behaviour dari suatu produk antara lain adalah 1. rata-rata panjang rantai dari asam lemak. Semakin panjang rantai maka
titik cairnya akan semakin tinggi. 2. posisi asam lemak pada molekul gliserol juga mempengaruhi titik cair.
3. proporsi relatif dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Semakin tinggi proporsi asam lemak tidak jenuh, maka titik cairnya akan
semakin rendah. 4. teknik proses, seperti derajat hidrogenasi dan winterisasi.
Menurut Weiss 1983, hubungan antara SFI dan melting point sangat bergantung pada jenis lemak yang dianalisis. Pada Tabel 1 dapat terlihat
bahwa tiga jenis minyaklemak yang berbeda memiliki titik cair yang hampir sama tetapi bervariasi pada nilai SFI-nya.
Tabel 1. SFI dan melting point dari jenis minyak yang berbeda
SFI pada Minyak kedelai
hidrogenasi Minyak biji kapas
hidrogenasi Minyak
kelapa sawit C
F 10.0
21.1 26.7
33.3 40.0
50 70
80 92
104 47.5
33.0 25.1
12.5
1.4 43.3
28.6 22.5
10.1
0.6 36.2
14.5 12.0
9.0 5.5
Wiley melting point
C 40.5 41.0 39.1
Sumber: Weiss 1983 Demikian pula Lawson 1995 juga menyatakan bahwa titik cair dari
suatu campuran lemakminyak tidak dapat menjadi pedoman dalam mempelajari karakteristik fisiknya. Parameter yang lebih berhubungan
dengan karakteristik fisiknya adalah perbandingan solid terhadap liquid pada temperatur 10-49
C. Pada Tabel 2 terlihat bahwa dua produk yang berbeda dengan titik cair yang sama, ternyata memiliki nilai solid fat index yang
berbeda.
Tabel 2. Perbandingan nilai SFI dari dua produk bertitik cair sama Parameter
Solid shortening Fluid shortening
Titik cair 119-121
F 48.2-49.3
C 119-121
F 48.2-49.3
C Kandungan solid pada
50 F 10
C 70
F 21 C
92 F 33
C 105
F 40.5 C
120 F 49
C 23
18 15
9 8
7 7
6
Sumber: Lawson 1995 Dari uraian di atas, terlihat bahwa kristalisasi dan jumlah solid-liquid
akan sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik akhir margarin yang dihasilkan. Oleh karena itu, Podmore 1994 menegaskan bahwa
perbandingan solidliquid dan crystal habit yang tepat dalam campuran minyak juga harus menjadi perhatian dalam pengendalian analisis produk,
dan tidak hanya berpusat pada sifat organoleptik dan kestabilan oksidatif yang baik.
D. DIAGRAM ISHIKAWA
Diagram Ishikawa merupakan diagram sebab akibat yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943.
Diagram tersebut menjelaskan bagaimana bermacam-macam faktor dapat disortir dan dihubungkan satu sama lain Ishikawa, 1982. Diagram Ishikawa
didefinisikan sebagai grafik yang digunakan untuk mengeksplorasi dan menampilkan pendapat tentang sumber variasi dalam suatu proses. Tujuan
akhirnya adalah menemukan beberapa sumber kunci yang berkontribusi secara signifikan terhadap permasalahan, sehingga dapat dijadikan target
dalam upaya peningkatanperbaikan Anonim, 2007b. Selain itu diagram ini juga digunakan untuk mengetahui alasan yang mungkin ketika suatu proses
mulai bermasalah, tidak menunjukkan kinerjanya secara tepat, atau tidak memberikan hasil yang diharapkan NCDENR, 2002.
Kategori penyebab yang umum digunakan adalah 5M yang meliputi Material bahan, Machine mesin peralatan, Manpower tenaga kerja,
Methods metode, dan Mother nature lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat diubah sesuai dengan kebutuhan, namun pada intinya adalah membuat
kategori penyebab yang dapat mencakup keseluruhan kemungkinan. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembuatan diagram Ishikawa ini
adalah brainstorming. Semakin spesifik suatu penyebab dirumuskan, maka akan semakin mudah mengetahui upaya perbaikan yang harus dilaksanakan
Anonim, 2007b.
E. DIAGRAM PARETO
Diagram Pareto pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Italia, Vilvredo Pareto, pada tahun 1897 dan kemudian digunakan oleh
Dr. M. Juran dalam bidang pengendalian mutu. Pada suatu diagram Pareto akan dapat diketahui suatu faktor merupakan faktor yang paling prioritas
dibandingkan faktor-faktor lainnya, karena faktor tersebut berada pada urutan terdepan, terbanyak atau pun tertinggi pada deretan sejumlah faktor yang
dianalisis. Melalui dua diagram Pareto yang diperbandingkan, akan dapat
dilihat perubahan seluruhsebagian faktor-faktor yang sedang diteliti, pada kondisi yang berbeda PMMI, 2005.
Diagram Pareto dapat menunjukkan permasalahan mana yang harus diselesaikan pertama kali, untuk mengurangi cacat dan meningkatkan operasi.
Dari pengalaman yang ada, Ishikawa 1982 menyatakan bahwa lebih mudah mengurangi kolom yang tinggi pada diagram tersebut menjadi setengahnya
daripada mengurangi kolom yang pendek menjadi nol. Dalam situasi apapun, misalnya peningkatan mutu, peningkatan efisiensi, penghematan bahan baku
dan energi, keamanan, dan sebagainya, jika yang menjadi tujuan adalah peningkatan, maka diagram Pareto dapat diaplikasikan.
Selain itu, diagram Pareto juga dapat digunakan untuk memastikan dan mengukur dampak dari upaya peningkatan perbaikan yang telah dilakukan.
Jika perbaikan tersebut efisien, maka akan terjadi perubahan urutan faktor penyebab pada diagram Pareto yang dibuat sebelum dan setelah perbaikan
dilaksanakan. Namun pembandingan tersebut harus dilakukan dalam interval yang sama antara sebelum dan setelah pelaksanaan perbaikan, sehingga
interpretasi yang dihasilkan akan lebih akurat Ishikawa, 1982.
F. BAGAN KENDALI CONTROL CHART
Bagan kendali merupakan grafik atau bagan dengan garis batas pengendali, yang terdiri dari tiga jenis garis, yaitu batas pengendali atas
upper control limitUCL, garis tengah nilai rata-rata, dan batas pengendali bawah lower control limitLCL Ishikawa, 1982. Penggambaran bagan
kendali tersebut bertujuan mendeteksi berbagai perubahan dalam proses yang akan ditunjukkan oleh titik-titik abnormal dari data yang diplotkan Anonim,
2006. Tujuan utama dari bagan kendali adalah untuk mendeteksi penyebab
khusus special cause dan mengurangi variasi dalam proses. Variasi yang terjadi dalam proses dapat disebabkan oleh penyebab umum common cause
dan penyebab khusus special cause. Penyebab umum selalu terjadi secara alami dalam proses dan menunjukkan proses yang stabil dan dapat terprediksi
sehingga dapat meminimalisasi variasi. Suatu proses yang berjalan tanpa adanya penyebab khusus dapat dikatakan sebagai proses yang terkendali
secara statistik. Sedangkan penyebab khusus akan mengakibatkan variasi yang melebihi batas kendali, sehingga proses harus ditelusuri untuk
mengidentifikasikan penyebabnya. Namun bagan kendali hanya dapat mendeteksi adanya penyebab khusus dan tidak dapat menemukan penyebab
itu sendiri Gryna, 2001. Ada dua tipe bagan kendali yang sering digunakan dalam proses
produksi, yaitu bagan kendali tipe X dan R. Bagan kendali tipe X menunjukkan berbagai perubahan pada nilai rata-rata dari proses, sedangkan
bagan kendali tipe R menunjukkan berbagai perubahan pada persebaran data dari proses PMMI, 2005. Titik yang keluar dari garis batas kendali
menunjukkan adanya penyebab khusus special cause yang harus dianalisis dan diselesaikan. Apabila peningkatan proses telah dilakukan dan variasi
proses berhasil dikurangi, maka titik-titik tersebut akan menunjukkan suatu pola tertentu yang dapat diprediksikan dan lebih stabil Anonim, 2006.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam menganalisis bagan kendali antara lain adalah
1. Run, yaitu ketika beberapa titik secara terus menerus membentuk kenaikan garis pada salah satu sisi dari garis tengah, baik di atas maupun di bawah
garis tengah. Jika terdapat tujuh titik berturut-turut pada salah satu sisi dari garis tengah, maka terjadi abnormalitas pada proses dan membutuhkan
suatu penyesuaian. 2. Trend, yaitu jika terdapat sejumlah titik yang naik dan turun secara
berkelanjutan seperti bukit yang naik turun. Hal tersebut biasanya menunjukkan proses yang bergerak menuju ke luar batas kendali dan
membutuhkan penyesuaian pada mesin. 3. Periodicity, yaitu jika titik-titik tersebut membentuk suatu pola naik-turun
yang sama pada setiap interval tertentu. Dengan demikian harus dicari penyebab dari pergerakan yang seragam tersebut.
4. Hugging, yaitu jika titik-titik pada bagan kendali tampak seperti menempel dekat dengan garis tengah atau garis batas pengendali. Hal tersebut
biasanya mengindikasikan bahwa data yang berbeda tipenya atau data yang
berasal dari faktor yang berbeda telah disatukan dalam subgrup Anonim, 2006.
G. DESIGN EXPERT V.7
Optimasi merupakan suatu pendekatan normatif untuk mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan
suatu permasalahan. Melalui optimasi, permasalahan akan diselesaikan untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai dengan batasan yang diberikan Ma’arif et
al., 1989. Design expert V. 7 adalah suatu program komputer yang dapat
digunakan untuk mengoptimasi formula suatu produk atau proses. Program ini menyediakan empat jenis rancangan percobaan dengan efisiensi tinggi,
yakni factorial design, respons surface method RSM, mixture design technique, dan combined design. Desain faktorial ditujukan untuk
mengidentifikasi faktor penting yang mempengaruhi proses atau produk. RSM ditujukan untuk menetapkan proses yang ideal guna mencapai kinerja
yang optimal. Mixture design ditujukan untuk mendapatkan formulasi yang optimal. Combined design ditujukan khusus untuk optimasi yang
menggabungkan antara komponen bahan-bahan yang dicampur dengan proses dalam satu rancangan Anonim, 2005.
Faktor adalah variabel atau fungsi kendala yang mempengaruhi proses optimasi. Run adalah formula atau banyaknya rancangan percobaan yang
dapat dihasilkan, berdasarkan fungsi kendala banyaknya dan rentang nilai yang diberikan. Dalam menentukan model matematika yang cocok untuk
optimasi, program ini akan memberikan rekomendasi berdasarkan nilai F dan R
2
terbaik dari data respon yang telah diukur dan dimasukkan ke dalam rancangan percobaan. Terdapat lima model matematika yang diolah dalam
program ini, yaitu mean, linear persamaan garis lurus, kuadratik, kubik, dan special kubik Anonim, 2005.
Pada proses optimasi terdapat empat tahap, yaitu merancang percobaan, mengukur respon parameter yang akan dioptimasi dan memasukkan datanya
ke dalam rancangan percobaan, analisis data, dan rekomendasi formula yang optimal. Pada tahap merancang percobaan khususnya untuk tujuan optimasi
formulasi, harus ditentukan faktor atau fungsi kendala yang mempengaruhi produk, kemudian ditentukan rentang nilainya kuantitas masing-masing
komponen, dari jumlah minimal hingga maksimal. Keluaran dari tahap perancangan adalah beberapa rancangan formula yang direkomendasikan
untuk dicoba dan diukur responnya. Data respon yang telah diukur, kemudian dimasukkan ke dalam program DX7. Sebelum program melakukan optimasi,
ditentukan dahulu respon yang akan dioptimasi beserta tujuannya, dimaksimalkan, diminimalkan, berada dalam rentang nilai tertentu atau tidak
dioptimasi. Setelah itu, program akan secara otomatis melakukan optimasi berdasarkan data yang dimasukkan dan merekomendasikan formula baru
yang paling optimal Anonim, 2005.
IV. KEGIATAN MAGANG
A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG
Kegiatan magang di PT Unilever Indonesia, Tbk. Cikarang dilaksanakan pada Divisi Makanan Foods SCCC Spread Cooking Category and
Culinary Blue Band Cake Margarine selama empat bulan, mulai tanggal 5 Februari 2007 sampai dengan 5 Juni 2007. Kegiatan magang dilakukan setiap
hari kerja dengan mengikuti jam kerja perusahaan pukul 07.30 – 17.00 WIB. Pembimbing lapang mahasiswa magang adalah Ir. Maulana W. Jumantara dan
Ir. M. M. Noer Iman. Selama kegiatan magang, dilakukan penelitian dengan topik yang ditentukan oleh pembimbing lapang dan disesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan. Selama magang, mahasiswa diberi tugas untuk mengatasi permasalahan
penggunaan formula yang berbeda antara proses produksi aktual dan dalam sistem Business Process and Control System BPCS, sebagai salah satu upaya
mengurangi jumlah loss PO.
B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Tahap ini meliputi mengamati berbagai faktor eksternal dan internal sehingga dapat ditentukan faktor yang berkontribusi pada masalah; mengkaji
kembali faktor-faktor tersebut sehingga dapat ditentukan penyebab utama dari permasalahan; dan mengintegrasikan faktor penyebab masalah dengan tujuan
yang ditetapkan pada tahap kedua Hellriegel et al., 2002. Permasalahan awal yang harus diidentifikasi pada tahap ini adalah faktor
penyebab terjadinya loss PO. Penelusuran pertama terhadap sumber-sumber loss dilakukan menggunakan alat bantu diagram sebab akibat Ishikawa. Pada
diagram Ishikawa dirumuskan faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab. Selanjutnya dilakukan konsultasi dengan pihak accounting untuk
memverifikasi penyebab yang telah diikutsertakan dalam perhitungan loss, sehingga diperoleh faktor-faktor penyebab yang utama.
Penelusuran terhadap jumlah loss yang disebabkan oleh penggunaan formula yang berbeda dilakukan dengan membandingkan formula aktual
produksi dan formula dalam system BPCS. Dari data jumlah produksi selama periode stock taking maka dapat dilakukan perhitungan jumlah loss PO dari
sumber penggunaan formula yang berbeda tersebut. Bagan kendali X-R digunakan untuk mengkaji berat bersih produk, sehingga dari hasil
perhitungan rata-rata berat bersih produk dapat diketahui kontribusi faktor overweight terhadap jumlah loss total.
Dari perhitungan kontribusi jumlah masing-masing penyebab tersebut, maka disusun sebuah diagram Pareto. Faktor penyebab yang memberikan
persentase terbesar terhadap jumlah loss PO total, merupakan rumusan masalah yang selanjutnya akan dicari penyelesaiannya.
Bahan baku minyak palm oil yang datang dari dua supplier memiliki fluktuasi mutu yang dapat mempengaruhi mutu cake margarine yang
dihasilkan. Selama ini dilakukan penyesuaian formula dalam proses produksi aktual secara intuitif dan perhitungan sederhana untuk memperoleh produk
sesuai spesifikasi dari raw material yang berfluktuasi kualitasnya. Formula yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
oleh bagian Development pada sistem BPCS. Akibatnya, pada saat dilakukan perhitungan technical return, terdapat loss PO yang dianggap sebagai
kerugian perusahaan. Melalui kegiatan magang ini akan dilakukan upaya untuk membenahi
ketidaksesuaian formula tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah loss PO. Salah satu upaya yang dilakukan antara lain dengan menetapkan formula yang
tepat, yang akan digunakan baik dalam proses produksi maupun sebagai standar dalam sistem BPCS, dengan mempertimbangkan faktor pemenuhan
spesifikasi produk.
C. METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
Tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan penulis dalam rangka menganalisis permasalahan dan menyelesaikannya adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari proses produksi