Teori Belajar Dienes LANDASAN TEORI

Perkembangan konsep matematika menurut Dienes dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yaitu adanya rangkaian kegiatan belajar dari konkret ke simbolik Saad Ghani, 2008:41. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang didisain secara khusus Somakim, 2010:8. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik Somakim, 2010:8. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes sebagaimana dikutip oleh Saad Gani 2008:42-44, konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi beberapa tahap, yaitu 1 Permainan Bebas Free Play Pada tahapan belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan tidak resmi ini dilakukan oleh siswa sendiri tanpa ada aturan atau hukum pada permainan. Tujuan dari permainan ini adalah untuk memotivasi para siswa agar belajar dalam suasana yang menyenangkan. Selama permainan, pengetahuan siswa muncul. Dalam tahap ini siswa mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Siswa akan menemukan sendiri aturan dalam permainan ini dan selanjutnya akan mengikuti aturan dalam melaksanakan kegiatan sisa permainan 2 Permainan yang Menggunakan Aturan Games Setelah periode bermain bebas, siswa akan bermain dalam permainan yang disertai dengan aturan. Dalam permainan ini siswa mulai mengamati pola dan keteraturan yang diwujudkan dalam konsep tertentu. Setelah siswa menemukan aturan dan sifat yang menentukan kejadian, mereka siap untuk bermain game, bereksperimen dengan aturan permainan yang dibuat guru dan membuat permainan mereka sendiri. Dari permainan ini siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan yang tidak relevan dengan pengalaman itu Somakim, 2010:8-9. Berbagai permainan dengan representasi yang berbeda dari konsep akan membantu siswa untuk menemukan unsur-unsur logis dan matematis dari konsep. 3 Permainan Kesamaan Sifat Searching for Communalities Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru mengarahkan siswa dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. 4 Permainan Representasi Representation Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. 5 Permainan dengan Simbolisasi Symbolization Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. 6 Permainan dengan Formalisasi Formalization Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Menurut Karso, sebagaimana dikutip oleh Somakin 2010:11 menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya.

2.1.2. Teori Belajar Van Hiele

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri Purwoko, 2010:2. Lima tahap tersebut adalah tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan. 1 Tahap Pengenalan Pada tahap ini siswa baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya di hadapkan dengan sejumlah bangun-bangun geometri, anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, yang dikenalnya hanya sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya itu. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan, jangan sampai anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian. 2 Tahap Analisis Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun- bangun geometri, pada tahap ini anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun lainnya. 3 Tahap Pengurutan Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat- sifatnya. Pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang- layang, kubus itu adalah balok. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal. Karena masih pada tahap awal siswa masih belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus. 4 Tahap Deduksi Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti telah diketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. 5 Tahap Keakuratan Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau

Dokumen yang terkait

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

The Effectiveness of Using Teams Games Tournaments (TGT) in Teaching Reading of Narrative Text, (A Quasi-Experimental Study at the Second Year Students of SMPN I Pakuhaji)

0 10 0

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 3 48

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHECK BERBANTUAN APLIKASI PREZI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII

4 34 369

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN ARIAS BERBANTUAN ALAT PERAGA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VII MATERI SEGIEMPAT

0 6 256

KEEFEKTIFAN PBL BERBASIS NILAI KARAKTER BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI SEGIEMPAT KELAS VII

45 173 294

KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN CRH BERBANTUAN KARTU MASALAH DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SMP KELAS VII

0 11 367

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN AIR BERBANTUAN WORKSHEET TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VII PADA MATERI HIMPUNAN

2 17 157

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI KELAS VII SMPN.

0 2 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E BERBANTUAN ALAT PERAGA PADA MATERI SEGITIGA KELAS VII TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

1 1 12