Luas Areal Perkebunan Tebu

berkisar antara 0,01 sampai dengan 0,20 dengan masing-masing simbol sebagai berikut: 1. Berbeda nyata dengan nol pada taraf a = 0,01 A 2. Berbeda nyata dengan nol pada taraf a = 0,05 B 3. Berbeda nyata dengan nol pada taraf a = 0,10 C 4. Berbeda nyata dengan nol pada taraf a = 0,15 D 5. Berbeda nyata dengan nol pada taraf a = 0,20 E Berdasarkan hasil uji statistik durbin-h, persamaan yang digunakan tidak mengandung adanya autokorelasi karena nilai h-hitung lebih kecil dari tabel distribusi normal. Hasil dalam pendugaan model dalam penelitian ini dapat dinyatakan cukup representatif dalam menggambarkan fenomena ekonomi gula di Indonesia.

5.3 Dugaan Model Ekonometrika

Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka diperoleh model harga gula domestik dan industri gula Indonesia yang terdiri dari delapan persamaan struktural dengan menggunakan data-data dari tahun 1975-2004.

5.3.1 Luas Areal Perkebunan Tebu

Hasil pendugaan parameter luas areal perkebunan tebu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, nilai koefisien determinasi R 2 dari model luas areal perkebunan tebu adalah sebesar 0,96467 yang artinya 96,467 persen keragaman luas areal perkebunan tebu dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel eksogen di dalam model, yaitu variabel harga provenue gula, harga dasar gabah, dan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model tersebut dengan nilai statistik F hitung sebesar 227,57. Dengan kata lain, bahwa model atau persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik. Tabel 4. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Luas Areal Perkebunan Tebu Variabel Koefisien t hitung P Elastisitas Nama Variabel Pendek Panjang Intercep 31257.32 1,48 0,1506 E - - Intersep HPROV 0.058795 1,84 0,0781 C 0.18 1,77 Harga Provenue Gula HDG -0.11284 -2,21 0,0366 -0.15 -1,47 Harga Dasar Gabah LLAPT 0.898103 22,91 0,0001 A - - Lag LAPT R-Sq 0,96467 0,96044 227,57 2,27184 Adj R-Sq F Stat DW Stat Selain itu, dapat juga diketahui bahwa luas areal perkebunan tebu berhubungan positif dengan harga provenue gula dan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya. Hasil uji statistik-t menunjukkan bahwa masing-masing variabel,yaitu harga provenue gula, harga dasar gabah, dan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap luas areal perkebunan tebu pada taraf nyata masing-masing sebesar sepuluh persen, lima persen, dan satu persen. Koefisien dugaan variabel harga provenue gula sebesar 0,058795. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga provenue gula sebesar satu Rupiah per ton akan meningkatkan luas areal perkebunan tebu sebesar 0,058795 hektar, cateris paribus. Luas areal perkebunan tebu juga dipengaruhi secara nyata oleh harga dasar gabah yang memiliki hubungan negatif dengan luas areal perkebunan tebu dengan koefisien dugaan sebesar 0,11284. Artinya, jika terjadi penurunan harga dasar gabah sebesar satu Rupiah per ton akan menurunkan luas areal perkebunan tebu sebesar 0,11284 hektar, cateris paribus. Hal ini disebabkan tanaman padi merupakan kompetitor kuat tanaman tebu. Apabila harga dasar gabah meningkat, sementara harga provenue gula tetap, maka petani akan berfikir secara rasional untuk menanam padi yang bertujuan meningkatkan penerimaannya. Menurut Soentoro dalam Suparno 2004, dampak perubahan harga komoditas pertanian berpengaruh terhadap perubahan luas areal tanam komoditas tersebut. Artinya, respon petani terhadap perubahan harga dapat dilihat dari perubahan areal tanaman komoditas pertanian itu sendiri. Namun, respon tersebut tidak terlihat langsung pada saat terjadi perubahan harga karena penanaman komoditas pertanian hanya mungkin dilakukan pada musim selanjutnya. Hasil estimasi berdasarkan nilai elastisitas menunjukkan bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan luas areal perkebunan tebu adalah harga provenue gula dengan nilai elastisitas yang lebih besar dibandingkan nilai elastisitas variabel lainnya. Nilai elastisitas harga provenue gula di tingkat produsen baik dalam jangka pendek dan jangka panjang masing-masing sebesar 0,18 dan 1,77. Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga provenue gula sebesar satu persen, maka luas areal perkebunan tebu akan meningkat sebesar 0,18 persen dalam jangka pendek dan 1,77 persen dalam jangka panjang, cateris paribus . Nilai tersebut juga menunjukkan bahwa dalam jangka pendek luas areal perkebunan tebu tidak responsif terhadap perubahan harga provenue gula di tingkat produsen bersifat inelastis tetapi luas areal perkebunan tebu responsif bersifat elastis terhadap perubahan harga provenue gula dalam jangka panjang. Luas areal perkebunan tebu tidak responsif terhadap perubahan harga dasar gabah dalam jangka pendek dan responsif dalam jangka panjang. Hal ini terlihat dari nilai elastisitasnya sebesar -0,15 dalam jangka pendek dan -1,47 dalam jangka panjang. Artinya, jika terjadi kenaikan harga dasar gabah sebesar satu persen, maka luas areal perkebunan tebu akan turun sebesar 0,15 persen dalam jangka pendek dan 1,47 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, luas areal perkebunan tebu juga dipengaruhi secara nyata oleh peubah bedakala. Koefisien dugaan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya sebesar 0,898103. Artinya, setiap kenaikan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya sebesar satu hektar akan meningkatkan luas areal perkebunan tebu sebesar 0,898103 hektar, cateris paribus .

5.3.2 Produktivitas Tebu