Dampak Kebijakan Impor Gula Yang Diterapkan Oleh Pemerintah Indonesia

pendorong peningkatan produksi gula. Hubungan antara harga provenue gula dan harga dasar gabah merupakan variabel penentu yang penting dalam mengendalikan luas areal perkebunan tebu, khususnya di lahan sawah. Petani tebu dapat meningkatkan penerimaannya jika mereka memperoleh harga provenue gula yang menarik. Kebijakan impor gula sebesar nol persen ternyata membawa negatif terhadap harga provenue gula karena mengalami penurunan sebesar 0,03 persen. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap perubahan luas areal perkebunan dimana luas areal perkebunan tebu mengalami penurunan sebesar 0,05 persen. Sementara itu, produktivitas tebu mengalami peningkata n sebesar 0,018 persen. Kenaikan produktivitas tebu tersebut bukan disebabkan oleh perluasan areal tanaman tebu tetapi dapat juga disebabkan oleh irigasi yang cukup efisien, penemuan varietas unggul, pemberian kredit usahatani tebu, peningkatan upah tenaga kerja, penemuan teknologi modern, dan lain sebagainya.

6.3. Dampak Kebijakan Impor Gula Yang Diterapkan Oleh Pemerintah Indonesia

Kebijakan tataniaga impor gula yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula dalam negeri. Berdasarkan hasil analisis simulasi kebijakan, kebijakan tataniaga impor gula tidak responsif atau bersifat inelastis terhadap perubahan harga gula eceran domestik dan industri gula Indonesia. Apabila impor gula semakin tinggi akan meningkatkan stok gula Indonesia sehingga penawaran gula akan meningkat. Kenaikan penawaran gula tersebut akan menurunkan harga gula eceran dalam negeri. Menurut Susila 2005, walaupun pasar gula di pasar domestik cukup lama terisolasi oleh pasar internasional akibat peran BULOG sebagai importir tunggal, harga gula di pasar internasional masih mempunyai keterkaitan dengan harga domestik. Harga gula domestik berfluktuasi mengikuti dinamika harga internasional yang bergejolak mengikuti harga musiman, dimana harga tertinggi akan terjadi pada periode Mei-Agustus dan terendah pada bulan September- Oktober Sudana et. al , 2001. Salah satu faktor yang juga mempengaruhi harga gula eceran dalam negeri adalah harga gula impor dimana jika impor gula meningkat maka harga impor gula turun. Dalam hal ini, mengingat Indonesia sebagai negara pengimpor gula, maka harga gula impor memiliki pengaruh besar terhadap terbentuknya harga gula eceran dalam negeri. Menurut Susila 2005, salah satu faktor yang mempengaruhi harga gula eceran dalam negeri adalah harga impor gula yang berhubungan positif terhadap perubahan harga gula eceran. Turunnya harga gula eceran di pasar domestik ternyata membawa pengaruh yang negatif terhadap perubahan konsumsi gula domestik dimana konsumsi gula akan me ngalami peningkatan. Kenaikan konsumsi ini tidak mampu dipenuhi sepenuhnya oleh produksi dalam negeri tetapi harus dipenuhi oleh impor gula dari negara lain. Hal ini dibuktikan dimana pabrik- pabrik gula di Indonesia pada saat ini tidak efisien lagi berproduksi akibat rendahnya harga gula internasional sehingga sulit bersaing dengan industri gula di luar negeri dan tidak ada perubahan dalam teknologi pergulaan. Sebagai negara importir besar, Indonesia hanya mampu menyediakan kebutuhan gula sekitar 1,5 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan gula mencapai sekitar 3 juta ton per tahun Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2005. Sejak tahun 1981, tataniaga gula pasir diatur dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 122KPIII1981 tentang Tataniaga Gula Pasir Produksi Dalam Negeri yang menyebutkan BULOG melakukan pembelian gula dalam negeri guna disalurkan kepada masyarakat. Dengan dibebaskannya tataniaga gula sejak awal tahun 1998, maka harga gula eceran dalam negeri ditentukan oleh mekanisme pasar yang bersifat lelang Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2005. Seperti yang terjadi pada lelang bulan Agustus 2002 yang hanya mencapai Rp 2.650 per kg, sementara biaya produksi Rp 3.200 per kg sehingga sangat merugikan petani dan pabrik gula. Menurut Susila 2005, agar harga gula di tingkat konsumen masih wajar, pemerintah perlu mengatur jadwal impor sesuai dengan perkembangan harga gula eceran. Hal tersebut bertujuan penawaran gula dalam negeri relatif stabil. Ketika musim giling Mei- November, impor gula yang diizinkan dijadwalkan relatif kecil dan demikian juga sebaliknya karena impor gula masih tetap diperlukan mengingat industri gula Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi gula dalam negeri dalam jangka pendek.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula untuk bertahan dalam industri gula nasional apalagi untuk berkembang. Impor gula semakin terbuka lebar dan membanjir semenjak pemerintah tidak lagi memberi monopoli kepada BULOG untuk mengimpor komoditas strategis termasuk gula dan tarif impor yang ditetapkan sebesar nol persen. Kemelut pengelolaan impor gula terus berlangsung sehingga mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan tarif impor gula sebesar 20 persen untuk raw sugar dan 25 persen untuk white sugar. 2. Apabila terjadi kenaikan impor gula sebesar 86 persen, maka akan meningkatkan harga impor gula, meningkatkan harga gula eceran dalam negeri, penurunan konsumsi gula oleh masyarakat Indonesia. Kenaikan impor gula tersebut juga berdampak pada peningkatan stok gula dalam negeri, meningkatkan harga provenue gula dan mendorong peningkatan luas areal perkebunan tebu serta penurunan produktivitas tebu. 3. Kebijakan menurunkan impor gula sebesar 98 persen akan berdampak pada penurunan harga impor gula dan diikuti oleh penurunan harga gula eceran, konsumsi meningkat serta berdampak pada penurunan stok gula dalam negeri. Kebijakan ini juga menyebabkan harga provenue gula