gula sudah mulai dihapuskan. Naiknya harga gula eceran ternyata berdampak pada penurunan konsumsi gula oleh masyarakat Indonesia sebesar 0,01 persen.
Daya beli masyarakat mengalami penurunan karena kenaikan harga gula tersebut sementara pendapatan per kapita cenderung menurun.
Kenaikan impor gula tersebut juga berdampak pada peningkatan stok gula dalam negeri sebesar 0,07 persen dan meningkatkan harga provenue gula sebesar
0,025 persen. Mulai tahun 2001 hingga sekarang, harga provenue gula tidak lagi ditentukan oleh pemerintah melalui BULOG tetapi ditentukan berdasarkan sistem
lelang terbuka oleh empat importir, yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia RNI. Kenaikan harga provenue gula tersebut
ternyata mendorong peningkatan luas areal perkebunan tebu sebesar 0,04 persen. Dengan harga provenue gula yang menarik atau meningkat, petani pada areal
tertentu tetap mempunyai keuntungan yang layak pada usahatani tebunya. Akan tetapi, peningkatan impor gula ternyata membawa dampak negatif terhadap
perubahan produktivitas tebu yang mengalami penurunan sebesar 0,0014 persen. Hal tersebut mungkin disebabkan harga gula di tingkat internasional di bawah
biaya produksi gula dalam negeri, penerapan teknologi on farm dan efisiensi pabrik gula yang rendah.
6.2.2 Kebijakan Menurunkan Impor Gula Sebesar 98 Persen
Tabel 14 menggambarkan perubahan peubah endogen yang terjadi akibat penurunan impor gula sebesar 98 persen. Kebijakan menurunkan impor gula
sebesar 98 persen akan berdampak pada penurunan harga impor gula sebesar 0,06 persen. Penurunan harga impor gula tersebut akan diikuti oleh penurunan harga
gula eceran sebesar 0,03 persen. Turunnya harga gula eceran akan mendorong
konsumen khususnya masyarakat Indonesia untuk meningkatkan konsumsi gulanya sebesar 0,01 persen. Hal ini tentu saja berdampak pada penurunan stok
gula dalam negeri sebesar 0,08 persen ditambah impor gula yang turun. Kebijakan ini bias kepada konsumen dan bukan kepada produsen dimana harga provenue
gula mengalami penurunan sebesar 0,03 persen. Apabila harga provenue gula mengalami penurunan, maka petani tebu tidak mau mengusahakan atau menanam
tebu dan dapat beralih kepada usahatani tanaman padi mengingat tanaman padi merupakan kompetitor kuat tanaman tebu. Penurunan harga provenue gula
menyebabkan luas areal perkebunan tebu mengalami penurunan sebesar 0,05 persen. Hal ini tentu saja memukul industri gula Indonesia secara tidak langsung
karena dapat mengurangi produksi tebu. Akan tetapi, produktivitas tebu justru meningkat sebesar 0,0018 persen jika impor gula diturunkan sebesar 98 persen.
Kenaikan produktivitas tebu tersebut bukan disebabkan oleh perluasan areal tanaman tebu tetapi dapat juga disebabkan oleh pengenaan tarif impor gula yang
mulai diberlakukan pada tahun 1999, irigasi yang cukup efisien, penemuan varietas unggul, pemberian kredit usahatani tebu dan lain sebagainya.
Tabel 14. Dampak Alternatif Kebijakan Menurunkan Impor Gula Sebesar 98 Persen Terhadap Harga Gula Domestik dan Industri Gula
Indonesia Tahun 1976-2004
No Peubah Endogen
Nilai Dasar Nilai Simulasi
Perubahan Persen
1 Luas Areal Perkebunan Tebu
309668 309521
-147 -0,05
2 Produktivitas Tebu
73,5760 73.5773
0,0013 0,0018
3 Harga Provenue Gula
950929 950654
-275 -0,03
4 Stok Gula Indonesia
923826 923085
-741 -0,08
5 Konsumsi Gula
2438311 2438598
287 0,01
6 Impor Gula
682377 682122
-255 -0,04
7 Harga Impor Gula
6,397x10
11
6,393x10
11
-0,004 -0,06
8 Harga Gula Eceran
1348901 1348530
-371 -0,03
6.2.3 Kebijakan Impor Gula Sebesar Nol Persen