sexangula, B. gymnorhyza, Avicenia marina, Xylocarpus granatum, Heriteira littoralis, Sonneratia alba dan S. Caseolaris BTNAP 2007.
Hutan alam dataran rendah didominasi oleh rau Dracontomelon mangiferum, santenjaran Lannea gradis, kedongdong alas Spondias pinnata,
pulai Alstonia scholaris, legaran Alstonia villosa, kemiri Aleurites molucana dan asam Tamarindus inidca. Hutan bambu didominasi oleh bambu ampel
Bambusa vulgaris, bambu wuluh Schizostrachyum blummei, bambu apus Gigantochloa apus, bambu gesing Bambusa spinosa, bambu jajang
Gigantochloa nigrociliata, bambu jalar Gigantochloa scandens, bambu jawa Gigantochloa vertiliata, bambu kuning Phyllostachys aurea, bambu petung
Dendrocalamus asper, bambu rampel Schizostachyum branchyladum, bambu jabal, bambu wulung dan bambu manggong Gigantochloa manggong BTNAP
2007. Keanekaragaman jenis fauna di kawasan TNAP secara garis besar dapat
dibedakan menjadi empat kelas yaitu mamalia, aves, pisces dan reptilia. Mamalia yang tercatat sebanyak 31 jenis, diantaranya Banteng Bos javanicus, Rusa timor
Cervus timorensis, Ajag Cuon alpinus, Babi hutan Sus scrofa, Kijang muncak Muntiacus muntjak, Macan tutul Panthera pardus, Lutung budeng
Presbytis auratus, Monyet ekor panjang Macaca fascicularis dan Biawak air
asia Varanus salvator BTNAP 2007. 4.2 Taman Nasional Baluran
4.2.1 Sejarah dan Dasar Hukum
Baluran pada awalnya dikenal sebagai lokasi perburuan. Pada tahun 1928, Kebun Raya Bogor merintis penunjukan Baluran menjadi suaka margasatwa SM
atas usulan Ah Loedeboer yang merupakan penguasa wilayah tersebut pada masa itu. Tahun 1937 kawasan Baluran ditetapkan sebagai SM dengan SK Pemerintah
Hindia Belanda Nomor 9 tahun 1937 Lembaran Negara No. 544 tahun 1937. Tujuan dijadikannya kawasan Baluran sebagai SM pada waktu itu adalah untuk
melindungi berbagai jenis satwa langka dari kepunahan. Pada tahun 1980 bertepatan dengan hari Pengumuman Strategi Pelestarian Dunia, SM Baluran
dideklarasikan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia sebagai taman nasional.
Saat ini, Baluran berstatus balai taman nasional yang merupakan UPT dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Hutan dan Pelestarian
Alam Departemen Kehutanan yang ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 279Kpts-VI1997 tanggal 25 Mei 1997 dan berdasarkan SK Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 51KptsDJ-VI1987 tanggal 12 Desember 1997.
4.2.2 Keadaan Fisik Kawasan 4.2.2.1 Letak
dan Luas
Secara administratif TNB terletak di Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Kawasan ini berbatasan dengan Selat Madura di sebelah utara, Selat
Bali di sebelah timur, Sungai Bajulmati di sebelah selatan dan Sungai Klokoran di sebelah barat. Secara geografis terletak di antara 114°18-114°27 Bujur Timur
dan 7°45-7°57 Lintang Selatan dengan luas 25.000 ha wilayah daratan dan 3.750 ha wilayah perairan Gambar 5.
Sumber: BTNB 2007
Gambar 5. Peta Taman Nasional Baluran
4.2.2.2 Topografi
Kawasan TNB mempunyai topografi yang sangat bervariasi, dari yang landai di daerah pantai sampai berbukit-bukit di kaki gunung, bahkan berupa
jurang terjal di puncak Gunung Baluran. Gunung Baluran terdapat di bagian tengah kawasan dalam kondisi sudah tidak aktif lagi. Tinggi dinding kawahnya
bervariasi antara 900-1.247 m dan membatasi kaldera yang cukup luas. Kawasan TNB mempunyai ketinggian berkisar antara 0-1.274 meter di atas permukaan laut.
Bentuk topografi datar sampai berombak relatif mendominasi kawasan ini. Dataran rendah di kawasan ini terletak di sepanjang pantai yang merupakan batas
kawasan sebelah timur dan utara. Di sebelah selatan dan barat mempunyai bentuk lapangan relatif bergelombang BTNB 2007.
4.2.2.3 Geologi dan Tanah
Tanahnya berasal dari batuan vulkanis yang terdiri atas tanah aluvial dengan kadar tanah liat yang tinggi dan berwarna hitam. Jenis tanah ini bersifat sangat
lengket pada musim hujan dan sangat kering hingga pecah dengan kedalaman +10 cm pada musim kemarau BTNB 2007.
4.2.2.4 Hidrologi
Kawasan ini tidak dijumpai sungai yang mengalir sepanjang tahun. Tata airnya sangat miskin, sehingga hanya berair pada musim penghujan dan menjadi
kering di musim kemarau. Namun, di kawasan tersebut terdapat dua buah sungai yang sangat besar, yaitu Sungai Bajulmati dan Sungai Klokoran BTNB 2007.
4.2.2.5 Iklim
Kawasan TNB bertipe monsoon yang dipengaruhi oleh angin timur yang kering. Curah hujan berkisar antara 900-1600 mmtahun, dengan bulan kering per
tahun rata-rata 9 bulan. Di antara bulan Agustus sampai dengan Desember bertiup angin cukup kencang dari arah selatan BTNB 2007.
4.2.3 Potensi Biotik
Taman Nasional Baluran merupakan satu-satunya kawasan di Pulau Jawa yang memiliki padang savana alamiah. Luas pada savana + 10.000 ha atau sekitar
40 dari luas kawasan. Kawasan Baluran mempunyai ekosistem yang lengkap yaitu hutan mangrove, hutan pantai, hutan payau atau rawa, hutan savana dan
hutan musim dataran tinggi dan dataran rendah BTNB 2007. Tipe hutan mangrove terdapat di daerah pantai utara dan timur kawasan
taman nasional seperti di Bilik, Lempuyang, Mesigit, Tanjung Sedano dan Kelor. Pada daerah bakau yang masih baik Kelor dan Bilik, flora yang umum dijumpai
adalah api-api Avicenia spp., bogem Sonneratia spp. dan bakau Rhizophora spp.. Pada beberapa tempat dijumpai tegakan murni tinggi Ceriops tagal dan
bakau Rhizophora apiculata BTNB 2007. Beberapa daerah lain seperti di utara Pandean, Mesigit, sebelah barat Bilik
terdapat hutan bakau yang telah rusak. Daerah ini menjadi lumpur yang dalam pada musim hujan, tetapi akan berubah menjadi keras dan kering dengan lapisan
garam di permukaan pada musim kering. Sedikit sekali pohon yang tumbuh di sini dan tidak dijumpai tumbuhan bawah. Beberapa jenis yang tumbuh antara lain
adalah api-api dan truntun Lumnitzera racemosa. Menurut hasil inventarisasi penilaian potensi hutan bakau di TNB tahun 19941995 di daerah sekitar Bama
terdapat salah satu pohon bakau yang diduga terbesar di dunia dengan keliling pohon 450 cm BTNB 2007.
Hutan Payau di TNB merupakan daerah ekoton yang berbatasan dengan savana. Penyebaran hutan ini sebagian besar terdapat di Kalikepuh bagian
tenggara dan pada luasan yang lebih kecil terdapat di Popongan, Kelor, bagian timur Bama serta barat laut Gatel. Jenis-jenis pohon yang selalu hijau sepanjang
tahun pada hutan ini dijumpai jenis-jenis pohon antara lain malengan Excoecaria agallocha, manting Syzigium polyanthumm dan popohan rengas Buchacania
arborescens BTNB 2007. Tipe habitat savana merupakan klimaks kebakaran yang sangat dipengaruhi
oleh aktivitas manusia. Tipe habitat ini dapat dibedakan ke dalam dua sub tipe, yaitu flat savana padang rumput alami datar dan Undulting savana padang
rumput alami bergelombang BTNB 2007. Flat savana tumbuh pada tanah alluvial berbatu-batu. Sub tipe savana ini
terdapat di bagian tenggara kawasan, yaitu daerah sekitar Plalangan dan Bekol dengan luasan sekitar 1.500 sampai dengan 2.000 ha. Sebagian besar dari
populasi banteng, rusa maupun kerbau liar mempergunakan areal ini untuk merumput. Jenis-jenis rumput yang dominan di daerah ini adalah lamuran putih
Dichantium caricosum, rumput merakan Heteropogon concortus dan padi- padian Shorgum nitidus. Beberapa pohon yang menghuni savana antara lain
pilang Acacia leucophloea dan kesambi Schleichera oleosa. Khusus padang rumput alami di daerah Bekol seluas 420 ha, saat ini telah ditumbuhi tanaman
Acacia nilotica BTNB 2007. Undulting savana tumbuh pada tanah hitam berbatu-batu. Sub tipe savana
ini membujur dari sebelah utara hingga timur laut dengan luas lebih kurang 8.000 ha. Daerah ini kurang disukai oleh banteng, rusa maupun kerbau liar. Jenis
rumput yang dominan adalah merakan putih Dichantium caricosum. Apabila dibandingkan dengan flat savana, jenis gajah-gajahan Scherachne punctata lebih
sedikit dan padi-padian lebih banyak. Pohon kesambi, pilang dan bidara tumbuh secara terpencar pada savana ini BTNB 2007.
Hutan monsoon yang terdapat di TNB dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hutan monsoon dataran rendah dan hutan monsoon dataran tinggi. Daerah
transisi kedua hutan ini terletak pada ketinggian 250-400 meter dari permukaan air laut. Di kawasan TNB juga terdapat tanaman yang dapat dipakai sebagai bahan
obat tradisional. Pada kekhasan tumbuhan, TNB memiliki pohon widoro bekol Zizyphus rotundifolia, tumbuhan lainnya dalam asam Tamarindus indica,
gadung Dioscorea hispida, pilang Acacia leucophloea, kemiri Sterculia foetida, gebang Corypha utan, talok Grewia sp, walikukun Schoutenia ovata,
mimbo Azadirachta indica, kesambi Schleichera oleosa, lontar Borassus sp dan lain-lain BTNB 2007.
Selain flora, TNB memiliki fauna yang beraneka ragam dan secara garis besar terdapat empat kelas yaitu mamalia, aves, pisces dan reptilia. Mamalia
besar yang penting terutama dari golongan hewan berkuku antara lain Banteng Bos javanicus, Kerbau liar Bubalus bubalis, Rusa timor Cervus timorensis,
Kijang muncak Muntiacus muntjak, Babi hutan Sus scrofa dan Sus verrucossus, Macan tutul Panthera pardus dan Ajag Cuon alpinus. Jenis primata yang
terdapat di TNB yaitu Monyet ekor panjang Macaca fascicularis dan Lutung budeng Presbytis aurata BTNB 2007.
Kelas burung yang terdapat di TNB sebanyak 155 jenis, diantaranya terdapat jenis endemik Jawa yaitu Takur tulungtumpuk Megalaima javensis, endemik
Jawa dan Bali yaitu Jalak putih Sturnus melanopterus serta Cekakak jawa Halcyon cyanoventris. Di daerah ini juga terdapat Ayam hutan Gallus sp. dan
merak hijau. Dari kelas pisces belum banyak diketahui informasinya, walaupun demikian terdapat jenis yang memiliki nilai ekonomis yaitu Bandeng Chanos
chanos. Reptilia besar tidak banyak dijumpai pada daerah ini. Jenis penting yang terdapat di sekitar pantai adalah Biawak air asia Varanus salvator BTNB
2007.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
5.1 Perilaku Berbiak
5.1.1 Habitat Berbiak
Sadengan, Rowobendo dan Gunting merupakan lokasi yang teramati merak hijau TNAP berbiak Gambar 6a, 6b dan 6c. Ketiga lokasi tersebut
memiliki tipe habitat yang berbeda, Sadengan merupakan tipe habitat padang rumput dengan tepian hutan, Rowobendo merupakan tipe habitat hutan alam,
sedangkan Gunting merupakan tipe habitat hutan tanaman jati yang terdapat areal tumpangsari yang berada pada wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan. Akan
tetapi ketiga lokasi tersebut memiliki areal terbuka yang akan didatangi merak hijau sebagai tempat berlangsungnya aktivitas berbiak. Luas areal terbuka di
ketiga lokasi tersebut beragam ukuran dari mulai 2 ha hingga 20 ha.
Gambar 6. Lokasi berbiak merak hijau di TNAP dan TNB; a padang rumput Sadengan, b hutan alam Rowobendo, c hutan tanaman jati
Gunting dan d savana Bekol.
Lokasi lainnya yang dijadikan sebagai tempat penelitian perilaku berbiak merak hijau berada di TNB. Bekol, Manting dan hutan Evergreen merupakan tiga
a b
c d