Perilaku Kawin Perilaku Berbiak

Maryanti 2007, sedangkan untuk sore hari pada pukul 16.00-18.00 WIB Winarto 1993; Hernowo 1995 dan 14.00-18.00 WIB Maryanti 2007. Pada siang hari merak hijau lebih banyak berteduh untuk istirahat, sehingga jarang mengeluarkan suara untuk menghindari predator dan pengganggu lainnya. Frekuensi perilaku bersuara yang dikeluarkan merak hijau berbeda-beda pada setiap tipe habitat terutama antara lokasi TNAP dan TNB. Merak hijau TNB lebih sering terdengar bersuara daripada merak hijau TNAP. Hal ini tidak terpengaruhi oleh habitat TNB yang memiliki tajuk renggang sedangkan TNAP bertajuk rapat. Namun, dipengaruhi oleh keberadaan individu merak itu sendiri. Merak hijau TNAP saat musim kawin terkonsentrasi pada areal terbuka seperti padang rumput dan areal tumpangsari sebagai tempat konsentrasi makan, sedangkan merak hijau TNB memiliki pola tersebar dan hanya berkumpul saat akan minum. Hal tersebut menyebabkan merak hijau TNB lebih sering mengeluarkan suara sebagai strategi untuk mengetahui keberadaan individu lain serta memberitahu keberadaannya. Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan frekuensi suara adalah keberadaan satwaliar lainnya. Karena beberapa tipe suara dikeluarkan ketika terjadi gangguan atau kecurigaan terhadap sesuatu. Merak hijau bersuara untuk berkomunikasi dengan sesama jenisnya baik untuk menandakan keberadaan, mencurigai sesuatu atau suara yang menandakan keterkejutan Maryanti 2007. Frekuensi perilaku bersuara merak hijau di TNAP tidak dipengaruhi oleh tipe habitat tetapi frekuensi suara di TNB dipengaruhi oleh tipe habitat. Hal ini dikarenakan habitat di TNB yang menyediakan tempat terbuka yang luas membuat merak hijau hidup secara menyebar tidak seperti di TNAP yang hidup secara mengelompok.

5.1.5 Perilaku Kawin

Perilaku kawin merupakan ekspresi dari satu atau dua individu yang saling tertarik untuk melakukan aktivitas seksual. Perilaku kawin merak hijau terjadi saat merak hijau betina menerima percumbuan dari merak hijau jantan. Secara umum, tahapan perilaku kawin diawali dengan tanda kesediaan dan kesiapan dari merak hijau betina untuk melakukan kopulasi yang diawali dengan posisi mendekam di depan merak hijau jantan dengan posisi membelakanginya. Setelah merak hijau betina mendekam, merak hijau jantan akan maju mendekat untuk naik di atas punggung merak hijau betina dengan diawali dengan suara “sheeiikks”. Saat di atas punggung, merak hijau jantan akan bergerak ke kiri dan ke kanan agar mendapatkan posisi yang sempurna untuk melakukan kopulasi. Setelah terjadi kopulasi merak hijau jantan akan turun dari punggung merak hijau betina dengan cara jalan mundur dan bergerak menjauh dari merak hijau betina. Merak hijau memiliki beberapa pola dalam berperilaku kawin. Perilaku kawin merak hijau ada yang didahului dengan aktivitas display maupun tanpa display. Perilaku kawin tanpa display terjadi setelah merak hijau jantan turun dari pohon tidurnya, lalu diawali dengan bersahutan suara dengan merak hijau betina Gambar 19a. Bersahutan suara hanya berlangsung dalam hitungan menit, lalu merak hijau betina meluncur turun ke arah tempat merak hijau jantan berada Gambar 19b. Merak hijau jantan berlari mendekat ke tempat mendarat merak hijau betina dengan posisi leher tegak lurus dan kepala digoyangkan ke depan ke belakang serta sesekali melakukan lompatan rendah hingga merak hijau betina mendarat di dekat merak hijau jantan Gambar 19c. Saat mendarat merak hijau betina akan merundukkan badan sambil menekuk kaki posisi mendekam ketika merak hijau jantan mendekatinya, setelah itu merak hijau jantan akan naik ke atas punggung merak hijau betina Gambar 19d dan 19e. Dalam posisi di atas punggung merak hijau betina, merak hijau jantan akan mendekam dan merapat sambil menghentak-hentakkan kaki dan merentangkan sayap ke bawah serta bulu hiasnya untuk memantapkan posisi agar seimbang Gambar 19f dan 19g. Setelah posisi ideal, merak hijau betina akan mengangkat bulu ekornya dan merak hijau jantan akan menurunkan bulu ekor dan bulu hiasnya untuk menempelkan anus ke dubur merak hijau betina kopulasi dengan memiringkan badan ke kiri atau ke kanan Gambar 19h. Merak hijau jantan akan kembali pada posisi awal saat pertama naik ke punggung merak hijau betina setelah kopulasi dan perlahan turun dari punggung merak hijau betina lalu lari menjauh dari merak hijau betina Gambar 19i, 19j, 19k dan 19l. Setelah merak hijau jantan turun dari punggungnya, merak hijau betina akan melanjutkan aktivitas lain baik menelisik maupun makan. Pada pola perilaku kawin tersebut terdapat variasi akhir dari merak hijau jantan, yaitu merak hijau janta merak hij menelisik. Gambar 1 Po aktivitas d merak hija ketika me mendekati putar mem mengelilin a d g j an akan me jau betina . 9. Tata uru Sadenga c mend i-j-k la perilaku display yan au betina. elihat kelom i merak hija mperlihatka ngi merak h elanjutkan d lainnya a utan perilaku an TNAP ta dekat, d n k turun dan kawin lainn ng dilakuka Pola ini dia mpok mera au jantan te n keelokan hijau terseb b h e k dengan akti atau melanj u kawin me anpa perilak naik, e-f- n l mening nya adalah an merak h awali denga ak hijau b ersebut. Me n tariannya but hingga b h k ivitas displa jutkan den erak hijau ja ku display: -g mengatu ggalkan mer perilaku ka hijau jantan an aktivitas betina, lalu erak hijau ja dan merak salah satu ay untuk m ngan aktivit antan di pad a bersuara ur posisi, h rak hijau be awin yang d n untuk me display me merak hij antan akan m hijau betin merak hija c f i l menarik perh tas makan dang rumput a, b berlari h kopulasi tina. didahului de enarik perh erak hijau j jau betina menari berp na akan ber au betina te 57 hatian atau t i, engan hatian antan akan putar- rputar ertarik dan menerima ajakan kawin dari merak hijau jantan, yang ditandai dengan mendekamnya merak hijau betina dihadapan merak hijau jantan Gambar 20a, 20b dan 20c. Gambar 20. Tata urutan perilaku kawin merak hijau jantan di padang rumput Sadengan TNAP diawali dengan perilaku display: a display, b betina tertarik, c betina mendekam, d jantan naik, e-f-g mengatur posisi, h kopulasi, i-j jantan turun, k-l display kembali. Ketika merak hijau betina mendekam, merak hijau jantan melangkah ke depan naik ke atas punggung merak hijau betina dan menyeimbangkan tubuh pada posisi ideal dengan bantuan dari bulu hias dan sayap yang diturunkan ke bawah Gambar 20d dan 20e. Setelah posisi seimbang dan ideal, merak hijau jantan akan menurunkan bulu ekor dan bulu hiasnya agar dapat menempelkan anusnya ke dubur merak hijau betina kopulasi dengan cara memiringkan tubuh ke kiri a b c d e f h g i k j l dan ke kanan untuk menyempurnakan kopulasi Gambar 20f dan 20g. Kopulasi terjadi dengan ditandai bulu hias direbahkan hingga menyentuh tanah Gambar 20h. Proses kopulasi merak hijau sangat cepat, lalu merak hijau jantan akan menyeimbangkan tubuhnya kembali dan turun dari punggung merak hijau betina dengan posisi bulu hias tetap terbuka lebar serta merak hijau betina berdiri dan pergi meninggalkan kerumunan Gambar 20i, 20j dan 20k. Merak hijau jantan melakukan display terhadap merak hijau betina lainnya setelah proses kopulasi terjadi Gambar 20l. Pola perilaku kawin ini memiliki variasi di akhir aktivitas seperti pola sebelumnya, yaitu setelah kopulasi merak hijau jantan akan melakukan display atau melakukan aktivitas lainnya seperti makan maupun menelisik. Hanya ditemukan enam merak hijau jantan yang kawin dari populasi rerata merak hijau di TNAP dan TNB secara berurut adalah sebesar 76.5 dan 61.8 individu Risnawati 2007. Merak hijau yang melakukan perkawinan ialah tiga merak hijau jantan di TNAP dan tiga merak hijau jantan lainnya di TNB. Setiap merak hijau jantan yang kawin memiliki strategi yang berbeda dalam menarik perhatian merak hijau betina. Di padang rumput Sadengan terdapat lima individu merak hijau jantan dewasa Risnawati 2007. Namun hanya dua individu yang melakukan aktivitas perkawinan, satu individu melakukan kopulasi sebanyak enam kali dan yang lainnya satu kali kopulasi selama pengamatan. Merak hijau jantan yang melakukan enam kali kopulasi merupakan merak hijau jantan dominan yang menguasai sebagian besar luasan areal padang rumput Sadengan terutama pada tempat makan dan minum merak hijau betina, sehingga merak hijau jantan tersebut memiliki peluang lebih besar untuk melakukan kopulasi karena setiap merak hijau jantan lain datang ke arealnya akan diusir pergi. Populasi merak hijau jantan dewasa di hutan tanaman jati Gunting sebanyak tiga individu Risnawati press.com. 2007. Selama pengamatan hanya terlihat satu individu yang melakukan perkawinan. Hal ini dikarenakan merak hijau jantan di hutan tanaman jati Gunting tersebut melakukan pengaturan jarak distance mechanisme antar sesama. Jarak antar merak hijau jantan lebih dari 200 m menjadikan peneliti sulit mengamati merak hijau jantan lainnya, dimana kondisi lokasi berupa tumpangsari dengan tegakan jati dan tumbuhan bawah yang cukup lebat, sehingga membatasi jarak pandang. Namun terdengar juga suara “sheeiikks” di lokasi merak hijau jantan lainnya, hal ini diduga bahwa merak hijau jantan lain pun melakukan perkawinan. Merak hijau jantan di TNB memiliki strategi yang tidak jauh berbeda dengan merak hijau jantan di TNAP. Di savana Bekol terdapat dua individu merak hijau jantan yang melakukan kopulasi. Merak hijau jantan yang satu menguasai bak minum buatan dan merak hijau jantan lainnya menguasai jalur perlintasan merak hijau betina menuju bak minum buatan. Sementara itu, merak hijau jantan di hutan pantai Manting melakukan strategi menjaga jarak distance mechanisme antar sesama. Dari enam merak hijau jantan yang ditemukan berbiak terlihat bahwa perkembangbiakan merak hijau yang dimulai dari percumbuan sampai terjadinya kopulasi dilakukan pada waktu pagi hari berkisar antara pukul 04.00-08.00 WIB. Di TNAP ditemukan tiga merak hijau jantan berbiak, yaitu dua merak hijau jantan di padang rumput Sadengan dan satu merak hijau jantan di hutan tanaman jati Gunting. Kisaran waktu kopulasi di TNAP antara pukul 04.00-08.00 WIB Tabel 9. Di hutan tanaman jati Gunting waktu terjadinya kopulasi relatif lebih siang di bandingkan waktu kopulasi di padang rumput Sadengan, yaitu pukul 07.47 dan 07.57 WIB. Tabel 9. Waktu terjadinya kopulasi merak hijau di TNAP dan TNB Lokasi Waktu Kopulasi WIB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TNAP 05.20 06.01 04.48 05.02 05.16 05.07 05.33 07.47 07.57 TNB 05.34 05.56 04.55 05.09 05.24 05.33 05.54 Keterangan: Pasangan TNAP 1-6 jantan I dan pasangan TNAP 7 jantan II di padang rumput Sadengan; Pasangan TNAP 8-9 jantan III di hutan tanaman jati Gunting; Pasangan TNB 1-4 jantan I di hutan pantai Manting; Pasangan TNB 5 jantan II dan pasangan TNB 6-7 jantan III di savana Bekol Aktivitas kopulasi di TNB terlihat di hutan pantai Manting dan savana Bekol. Di TNB merak hijau yang kawin memiliki sebaran waktu kopulasi yang tidak berbeda jauh di tiap lokasinya, yaitu 04.00-06.00 WIB Tabel 9. Ditemukan tiga merak hijau jantan yang kopulasi, yaitu dua merak hijau jantan di savana Bekol dan satu merak hijau jantan di hutan pantai Manting. Di hutan pantai Manting lebih banyak terlihat merak hijau yang kopulasi dibandingkan di savana Bekol, yaitu terjadi pada pukul 05.34 WIB, 05.56 WIB, 04.55 WIB dan 05.54 WIB. Perilaku kawin merak hijau berdurasi sangat singkat. Durasi setiap lokasi berbeda-beda baik di TNAP maupun TNB Tabel 10. Di TNAP, merak hijau memiliki durasi perilaku kawin relatif seragam, yaitu sebesar 13 detikhari di padang rumput Sadengan dan 11 detikhari di hutan tanaman jati Gunting. Dengan variasi durasi padang rumput Sadengan yang lebih beragam daripada hutan tanaman jati Gunting. Hutan pantai Manting memiliki durasi terlama, yaitu sebesar 18 detikhari, jika dibandingkan dengan savana Bekol di TNAP yang hanya sebesar 10 detikhari. Hal ini berbanding lurus dengan ragam waktu perilaku kawin yang dimiliki kedua lokasi tersebut. Hal ini menandakan bahwa penggunaan waktu perilaku kawin di hutan pantai Manting lebih beragam atau bervariasi daripada savana Bekol. Nilai durasi rerata aktivitas kawin yang dimiliki merak hijau di hutan pantai Manting bernilai dua kali lipat dari durasi rerata merak hijau, hal ini dikarenakan selama pengamatan merak hijau di hutan pantai Manting melakukan perkawinan rerata dua kali per hari. Tabel 10. Rekapitulasi durasi perilaku kawin merak hijau di TNAP dan TNB Lokasi Durasi Rerata detikhari Ragam Waktu detikhari 2 Durasi Min. detikhari Durasi Maks detikhari TNAP Padang rumput Sadengan 13 23 8 18 Hutan tanaman jati Gunting 11 2 10 12 Hutan Rowobendo TNB Savana Bekol 10 9 10 Hutan pantai Manting 18 2 17 19 Hutan evergreen 0 Keterangan: = Wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan Frekuensi aktivitas kawin merak hijau di TNAP tidak terpengaruh dengan tipe habitat baik padang rumput Sadengan, hutan tanaman jati Gunting dan hutan Rowobendo χ = 0.117, P = 9.210. Begitu pula dengan lamanya merak hijau di TNAP melakukan aktivitas kawin tidak terpengaruh oleh tipe habitat χ = 0.010, P = 9.210. Akan tetapi selama pengamatan merak hijau lebih sering dijumpai sedang kawin di padang rumput Sadengan dan hutan tanaman jati Gunting. Sedangkan, di hutan Rowobendo tidak dijumpai meskipun lokasinya cukup memadai. Hal ini disebabkan oleh frekuensi merak hijau pergi ke hutan Rowobendo cukup sedikit. Merak hijau lebih terfokus di padang rumput dan hutan tanaman jati yang memiliki tempat terbuka yang lebih berpeluang dikunjungi oleh merak hijau betina. Merak hijau melakukan aktivitas kawin di TNB selama pengamatan hanya dijumpai di savana Bekol dan hutan pantai Manting. Namun frekuensi dan lamanya aktivitas kawin merak hijau tidak berpengaruh nyata oleh tipe habitat di TNB χ = 0.343, P = 9.210 dan χ = 0.034, P = 9.210. Di hutan evergreen tidak ditemukan merak hijau yang melakukan kawin karena banyaknya aktivitas manusia yang melewati akses jalan utama yang membelah hutan evergreen baik petugas, pekerja dan pengunjung, sehingga merak hijau di hutan evergreen sulit dijumpai akibat peka terhadap aktivitas manusia. Proses kawin kopulasi terjadi ketika merak hijau betina menerima rayuan dari merak hijau jantan. Grizemks 1972 menyatakan bahwa kopulasi tidak akan terjadi tanpa ada persetujuan dari merak betina. Tahap awal kopulasi terjadi ketika merak hijau betina mendekam di depan merak hijau jantan, lalu merak hijau jantan naik ke atas punggung merak hijau betina. Kemudian merak hijau jantan akan mematuk kepala merak hijau betina dengan tujuan memberikan ketenangan serta dengan mengatur posisi anus merak jantan terhadap dubur merak betina maka terjadilah kopulasi. Hidayat 1996 dalam Ayat 2002 menyatakan perilaku kawin ditandai dengan terjadinya kopulasi yaitu mulai naiknya jantan ke atas betina dengan posisi jantan mematuk kepala betina. Perilaku kawin merak hijau dilakukan pada pagi hari, yaitu pukul 04.00- 08.00 WIB di TNAP dan pukul 04.00-06.00 WIB di TNB. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang mendukung seperti cahaya yang cerah dan hangat, angin tidak kencang serta kondisi tubuh yang masih bugar setelah istirahat semalaman. Dwisatya 2006 menyatakan bahwa kopulasi lebih banyak terjadi pada pagi hari karena pada pukul 13.00-16.00 matahari lebih cepat redup dan tenaga telah banyak digunakan untuk beraktivitas sepanjang pagi hingga siang. Tempat terjadinya proses perkawinan merupakan tempat biasa merak hijau jantan tersebut melakukan aktivitas display dan tempat yang telah dikuasainya sejak awal musim berbiak hingga berakhirnya musim berbiak. Tempatnya berupa areal terbuka dan bersih dari tumbuhan bawah. Selama pengamatan ditemukan sebanyak tiga merak hijau jantan di TNAP dan tiga merak hijau jantan di TNB yang melakukan aktivitas perkawinan. Strategi yang digunakan merak hijau jantan di kedua lokasi tersebut memiliki kesamaan yaitu menguasai sumberdaya pakan atau minum, sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk kawin. Wilayah yang dikuasainya hanya sesaat atau half-time territory yaitu penguasaan wilayah teritori hanya pada saat musim berbiak saja. McFarland 1987 dalam Dwisatya 2006 menyatakan bahwa betina akan memilih jantan yang teritorinya kaya pakan dan tempat bersarang yang memadai. Proses kopulasi merak hijau sangat cepat baik di TNAP maupun TNB, yaitu berdurasi rerata 10-19 detik. McFarland 1993 menyatakan bahwa kopulasi pada jenis burung berlangsung singkat. Hasil penelitian Dwisatya 2006 di TMII mendapatkan proses kopulasi secara keseluruhannya berlangsung singkat, hanya dalam hitungan detik yaitu antara 9-24 detik. Durasi maupun frekuensi aktivitas kawin sama pada beberapa tipe habitat baik di TNAP maupun TNB. Hal ini dipertegas dengan hasil uji chi-square yang menunjukkan nilai χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tab berarti perilaku kawin tidak dipengaruhi oleh tipe habitat. Faktor yang mempengaruhi proses perkawinan, diantaranya: 1 Keadaan cuaca, 2 Kecepatan angin, 3 Aktivitas satwa lain, 4 Faktor internal merak hijau kesiapan kawin, 5 Jumlah merak hijau betina, 6 Jumlah merak hijau jantan pengganggu, 7 Predator, 8 Ketidaksempurnaan fisik, dan 9 Gangguan aktivitas manusia.

5.1.6 Perilaku Pasca Kawin