Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerugian Fisik Tindakan Pencegahan Rumahtangga Pesisir Terhadap Banjir Pasang

53 rumahtangga untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan akibat banjir Lampiran 2. Karena nilai dari biaya perbaikan berbeda untuk ketiga tahun tersebut maka digunakan indeks harga konsumen untuk mendapatkan nilai riil dari biaya perbaikan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh inflasi terhadap biaya perbaikan pada ketiga tahun tersebut. Indeks harga yang dipakai adalah indeks harga umum konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100 Lampiran 3. Biaya perbaikan rata-rata rumahtangga pesisir di Kamal Muara dalam kurun waktu 2007-2009 adalah sebesar Rp 3 994 125 per rumahtangga.

6.1.2. Biaya Kehilangan

Biaya kehilangan merupakan biaya peralatan rumahtangga yang rusak karena banjir namun tidak diperbaiki sehingga tidak dapat digunakan lagi karena banjir. Biaya kehilangan ini adalah biaya peralatan yang hilang karena kerusakan pada komponen rumah dan peralatannya Lampiran 2. Karena nilai dari biaya kehilangan berbeda untuk ketiga tahun tersebut maka digunakan indeks harga konsumen untuk mendapatkan nilai riil dari biaya kehilangan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh inflasi terhadap biaya kehilangan pada ketiga tahun tersebut. Indeks harga yang dipakai adalah indeks harga umum konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100 Lampiran 3. Biaya kehilangan rata-rata rumahtangga pesisir di Kamal Muara dalam kurun waktu tiga tahun 2007-2009 adalah sebesar Rp 526 304 per rumahtangga.

6.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerugian Fisik

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik dilakukan dengan cara membagi kerugian fisik ke dalam dua model yaitu model biaya 54 perbaikan dan model biaya kehilangan. Hal ini disebabkan nilai kerugian fisik terdiri dari nilai biaya perbaikan dan biaya kehilangan. 6.2.1. Analisis Biaya Perbaikan Hasil estimasi model biaya perbaikan adalah sebagai berikut: Y1 = - 14414301 – 0.025 PCGH + 46623 LRMH + 0.0308 PGLR + 48828 TBJR + 145336 LTGL + 7074945 LKS + 4979428 JRMH + 1792763 SRMH Tabel 11. Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan Variabel Koefisien T-statistik P-value Constant -14414301 -2.17 0.034 Biaya Pencegahan PCGH -0.0249 -0.07 0.947 Luas rumah LRMH 46623 1.07 0.291 Pengeluaran Rumahtangga PGLR 0.03078 3.05 0.004 Tinggi banjir TBJR 48828 0.67 0.507 Lama tinggal LTGL 145336 1.16 0.252 Lokasi rumah LRMH 7074945 1.90 0.062 Jenis rumah JRMH 4979428

1.25 0.217

Status rumah SRMH 1792763

0.38 0.703

Keterangan : nyata pada taraf α 0.15 Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa semua tanda koefisien variabel bebas dalam model biaya perbaikan sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Nilai R 2 yang diperoleh dari hasil regresi di atas sebesar 23.5 persen Lampiran 8. Artinya bahwa keragaman biaya perbaikan dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebas sebesar 23.5 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel- variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai R 2 yang kecil disebabkan oleh periode data biaya perbaikan, biaya pencegahan, dan pengeluaran rumahtangga yang sama sehingga belum dapat menjelaskan keragaman yang ada secara keseluruhan. Nilai R 2 yang kecil juga disebabkan oleh adanya variabel- variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model seperti frekuensi banjir secara periodik, ketersediaan drainase dan variabel-variabel lain. 55 Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabel- variabel bebas biaya pencegahan, luas rumah, tinggi banjir, lama tinggal, jenis rumah, status rumah, pengeluaran rumahtangga dan lokasi rumah berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan. Artinya, perubahan biaya perbaikan dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel bebas biaya pencegahan, luas rumah, tinggi banjir, lama tinggal, jenis rumah, status rumah, pengeluaran rumahtangga dan lokasi rumah secara bersamaan. Hal ini terlihat dari P-value untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.042 yang lebih kecil dari α = 0.15 Lampiran 8. Uji statistik t menunjukkan hasil bahwa hanya ada dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan yaitu pengeluaran rumahtangga dan lokasi rumah. Hal ini dapat dilihat dari P-value untuk pengeluaran rumahtangga dan lokasi rumah yang lebih kecil dari α = 0.15 Lampiran 8. Biaya pencegahan, luas rumah, tinggi banjir, lama tinggal, jenis rumah dan status rumah tidak berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan karena memiliki P-value yang lebih besar dari α = 0.15. Hal ini mengindikasikan bahwa secara parsial, hanya pengeluaran rumahtangga dan lokasi rumah yang signifikan mempengaruhi nilai biaya perbaikan. Variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan adalah sebagai berikut: 1. Pengeluaran rumahtangga memiliki P-value sebesar 0.004, dan berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga pada taraf α = 0.15. Nilai koefisien bertanda positif +, yang berarti jika rumahtangga memiliki pengeluaran yang semakin besar, maka biaya perbaikan akan semakin besar. Pengeluaran merupakan salah satu faktor yang menunjukkan tingkat 56 perekonomian suatu rumahtangga, sehingga semakin besar pengeluaran rumahtangga, maka kemampuan untuk melakukan tindakan perbaikan dengan biaya yang tinggi juga semakin besar. 2. Lokasi rumah memiliki P-value sebesar 0.062, dan berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga pada taraf α = 0.15. Nilai koefisien bertanda +, yang berarti jika lokasi rumah berada dekat dari pantai maka biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan akan semakin besar. Hal ini disebabkan rumahtangga yang berlokasi dekat dari pantai lebih sering mengalami banjir pasang sehingga dapat memicu terjadinya kerusakan yang semakin besar sehingga biaya untuk perbaikan juga semakin besar. Kriteria uji ekonometrika dilakukan dengan melihat tidak terjadi multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi dalam model Lampiran 9. Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam model dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor VIF untuk semua variabel yang nilainya relatif kecil kurang dari 10. Tidak adanya heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi nilai standar residual dengan variabel- variabel bebas. Berdasarkan Lampiran 9, dapat diketahui bahwa P-value untuk uji Glesjer sebesar 1.000. Nilai tersebut lebih besar dari α 0.15 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model. Tidak adanya autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson pada model yang berada dalam selang 1.72 DW 2.28. Lokasi rumah merupakan variabel dummy yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan. Untuk melihat perbedaan antara rumah yang berlokasi dekat dan rumah yang berlokasi jauh dari pantai, maka model biaya perbaikan 57 dikelompokkan dalam dua model yaitu biaya perbaikan pada rumah yang berlokasi dekat dan biaya perbaikan pada rumah yang berlokasi jauh dari pantai. Adapun hasil estimasi model biaya perbaikan lokasi rumah dekat dari pantai adalah sebagai berikut: Y1D i = - 11373876 + 9754 LRMH + 0.549 PGLR dimana : Y1D = Biaya perbaikan lokasi dekat dengan pantai Rp LRMH = Luas rumah m 2 PGLR = Pengeluaran rumahtangga Rp Tabel 12. Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan Lokasi Rumah Dekat dari Pantai Variabel Koefisien T-statistik P-value Constant -11373876 -3.41 0.002 Luas rumah 9754 0.20 0.842 Pengeluaran rumahtangga 0.54862 7.45 0.000 Keterangan : nyata pada taraf α 0.15 Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa semua tanda koefisien variabel bebas dalam model biaya perbaikan lokasi rumah dekat dari pantai sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Nilai R 2 yang diperoleh dari hasil estimasi sebesar 66.6 persen lampiran 8. Artinya bahwa keragaman biaya perbaikan rumahtanga yang berlokasi dekat dari pantai, dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas sebesar 66.6 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabel- variabel bebas luas rumah dan pengeluaran rumahtangga berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan lokasi rumah dekat dari pantai. Artinya, perubahan biaya perbaikan rumahtangga yang berlokasi dekat dari pantai dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel bebas luas rumah dan pengeluaran rumahtangga 58 secara bersamaan. Hal ini terlihat dari P-value untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.000 yang lebih kecil dari α = 0.15 Lampiran 9. Uji statistik t menunjukkan hasil bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga yang berlokasi dekat dari pantai yaitu pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran memiliki P-value sebesar 0.000. Artinya, variabel ini berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga yang berlokasi dekat dari pantai pada taraf α = 0.05. Nilai koefisien bertanda positif +, berarti jika rumahtangga yang berlokasi dekat dari pantai memiliki pengeluaran yang semakin besar, maka biaya perbaikan juga akan semakin besar. Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam model dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor VIF untuk semua variabel yang nilainya kurang dari 10 Lampiran 9. Tidak adanya heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi nilai standar residual dengan variabel- variabel bebas. Berdasarkan Lampiran 9, diketahui bahwa P-value untuk uji Glesjer sebesar 0.377. Nilai tersebut lebih besar dari α 0.15 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model. Tidak adanya autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson dari model yang berada dalam selang 1.377 DW 2.623. Hasil estimasi model biaya perbaikan lokasi jauh dari pantai adalah sebagai berikut: Y1J i = - 3351311 – 0.247 PCGH + 0.0225 PGLR + 30353 TBJR + 2069764 JRMH + 2089345 SRMH dimana : Y1J = Biaya perbaikan lokasi jauh dari pantai Rp PCGH = Biaya pencegahan Rp 59 PGLR = Pengeluaran rumahtangga Rp TBJR = Tinggi banjir cm JRMH = Jenis rumah SRMH = Status kepemilikan rumah Tabel 13. Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan Lokasi Rumah Jauh dari Pantai Variabel Koefisien T-statistik P-value Constant -3351311 -1.35 0.188 Biaya pencegahan -0.2475 -1.16 0.258 Pengeluaran rumahtangga 0.022494 12.58 0.000 Tinggi banjir 30353 1.66 0.111 Jenis rumah 2069764 0.94 0.355 Status rumah 2089345 1.77 0.090 Keterangan : nyata pada taraf α 0.15 Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa semua tanda koefisien variabel bebas dalam model biaya perbaikan lokasi jauh dari pantai sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Nilai R 2 yang diperoleh dari hasil estimasi sebesar 87.9 persen lampiran 8. Artinya bahwa keragaman biaya perbaikan rumahtangga yang berlokasi jauh dari pantai, dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas sebesar 87.9 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabel- variabel bebas tinggi banjir, jenis rumah, status rumah, biaya pencegahan dan pengeluaran rumahtangga berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan lokasi rumah jauh dari pantai. Artinya, perubahan biaya perbaikan rumahtangga yang berlokasi jauh dari pantai dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel bebas tinggi banjir, jenis rumah, status rumah, biaya pencegahan dan pengeluaran rumahtangga secara bersamaan. Hal ini terlihat dari P-value untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.000 yang lebih kecil dari α = 0.15 Lampiran 8. 60 Uji statisik t menunjukkan hasil bahwa variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga pesisir yang berlokasi jauh dari pantai adalah: 1. Pengeluaran rumahtangga memiliki P-value sebesar 0.000, dan berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga yang berlokasi jauh dari pantai pada taraf α = 0.15. Nilai koefisien bertanda positif +, yang berarti rumahtangga yang berlokasi jauh dari pantai memiliki pengeluaran rumahtangga yang semakin besar, maka biaya perbaikan juga akan semakin besar. 2. Tinggi banjir memiliki P-value sebesar 0.111, dan berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga yang berlokasi jauh dari pantai pada taraf α = 0.15. Nilai koefisien bertanda + berarti semakin tinggi banjir, maka biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk perbaikan akan semakin besar. Semakin tinggi banjir, maka kerusakan yang terjadi juga akan semakin besar sehingga biaya perbaikan yang dikeluarkan juga semakin tinggi. 3. Status rumah memiliki P-value sebesar 0.090, dan berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan rumahtangga pada taraf α = 0.15. Nilai koefisien bertanda +, yang berarti rumahtangga yang memiliki rumah dengan status milik sendiri mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki rumah dengan status sewa. Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam model dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor VIF untuk semua variabel yang nilainya kurang dari 10 Lampiran 9. Tidak adanya heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi nilai standar residual dengan variabel- 61 variabel bebas. Berdasarkan Lampiran 9, dapat diketahui bahwa P-value untuk uji Glesjer sebesar 0.999. Nilai tersebut lebih besar dari α sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model. Tidak adanya autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson dari model yang berada dalam selang 1.283 DW 1.604.

6.2.2. Analisis Biaya Kehilangan

Hasil estimasi model biaya kehilangan adalah sebagai berikut: Y2 = - 378909 + 17136 LTGL + 16.0 LBJR + 217178 JRMH + 164739 SRMH Tabel 14. Hasil Estimasi Model Biaya Kehilangan Variabel Koefisien T-statistik P-value Constant -378909 -0.94 0.349 Lama tinggal LTGL 17136 1.98 0.052 Lama banjir LBJR 15.98 0.57 0.573 Jenis rumah JRMH 217178

0.79 0.434

Status rumah SRMH 164739

0.46 0.646

Keterangan : nyata pada taraf α 0.15 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa semua tanda koefisien variabel bebas dalam model biaya kehilangan sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Nilai R 2 yang diperoleh dari hasil estimasi di atas sebesar 11.9 persen Lampiran 8. Artinya bahwa keragaman biaya kehilangan dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebas sebesar 11.9 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel- variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai R 2 yang kecil disebabkan oleh periode data biaya kehilangan, dan lama tinggal yang sama sehingga belum dapat menjelaskan keragaman yang ada secara keseluruhan. Nilai R 2 yang kecil juga disebabkan oleh adanya variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model seperti frekuensi banjir secara periodik, ketersediaan drainase dan variabel-variabel lain. 62 Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabel- variabel bebas lama tinggal, lama banjir, jenis rumah dan status rumah berpengaruh nyata terhadap biaya kehilangan. Hal ini terlihat dari P-value untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.098 yang lebih kecil dari α = 0.15 Lampiran 8. Artinya, perubahan biaya kehilangan dipengaruhi oleh perubahan variabel- variabel bebas lama tinggal, lama banjir, jenis rumah dan status rumah secara bersamaan. Uji statistik t menunjukkan hasil bahwa hanya satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap biaya kehilangan yaitu lama tinggal Lampiran 8. Hal ini dapat dilihat dari P-value untuk lama tinggal yang lebih kecil dari α = 0.15. Lama banjir, jenis rumah dan status rumah tidak berpengaruh nyata terhadap biaya kehilangan karena memiliki P-value yang lebih besar dari α = 0.15. Lama tinggal memiliki P-value sebesar 0.052. Artinya, variabel lama tinggal berpengaruh nyata terhadap biaya kehilangan rumahtangga pada taraf α = 0.15. Nilai koefisien bertanda positif + berarti jika rumahtangga lebih lama tinggal di Kamal Muara, maka biaya kehilangan akan semakin besar. Hal ini karena rumahtangga yang tinggal lebih lama di Kamal Muara akan lebih sering mengalami banjir pasang yang dapat memicu timbulnya biaya kehilangan atas kerusakan yang terjadi akibat banjir pasang. Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam model dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor VIF untuk semua variabel yang nilainya kurang dari 10 Lampiran 9. Tidak adanya heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi nilai standar residual dengan variabel- variabel bebas. Berdasarkan Lampiran 9, dapat diketahui bahwa P-value untuk uji 63 Glesjer sebesar 1.000. Nilai tersebut lebih besar dari α 0.15 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model. Tidak adanya autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson dari model yang berada dalam selang 1.568 DW 2.432. 6.3. Perbandingan Nilai Kerugian Fisik Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kerugian Fisik Nilai kerugian fisik terdiri dari nilai biaya perbaikan dan nilai biaya kehilangan. Perbandingan nilai kerugian fisik dilakukan dengan membandingkan nilai biaya perbaikan dan biaya kehilangan berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh dalam model biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Nilai biaya perbaikan dan biaya kehilangan dilihat dari rata-rata biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga pesisir.

6.3.1. Rata-Rata Biaya Perbaikan

Berdasarkan hasil estimasi model biaya perbaikan, lokasi rumah dan pengeluaran rumahtangga merupakan variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan. Sehingga, nilai biaya perbaikan secara garis besar dibandingkan berdasarkan lokasi rumah dan pengeluaran rumahtangga. Hasil tabulasi perbandingan rata-rata biaya perbaikan berdasarkan lokasi rumah dan pengeluaran rumahtangga pesisir di Kamal Muara dalam kurun waktu tiga tahun 2007-2009 Lampiran 5 dan 6 adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya dekat dari pantai sebesar Rp 4 944 342, sedangkan rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai sebesar Rp 2 853 865. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dekat lokasi rumah dari pantai, biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh rumahtangga juga semakin besar. 64 2. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga dengan pengeluaran tinggi lebih dari Rp 50 juta per tahun, sebesar Rp 20 683 284. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga dengan pengeluaran menengah Rp 25 juta s.d. Rp 50 juta per tahun, sebesar Rp 2 288 590. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga dengan pengeluaran rendah kurang dari sama dengan Rp 25 juta per tahun, sebesar Rp 1 782 417. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengeluaran rumahtangga semakin tinggi pendapatan maka biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh rumahtangga juga semakin besar. 3. Rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya dekat dari pantai dan memiliki pengeluaran rendah kurang dari Rp 25 juta per tahun, sebesar Rp 1 560 327. Rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya dekat dari pantai dan memiliki pengeluaran menengah Rp 25 juta s.d. Rp 50 juta per tahun, sebesar Rp 2 995 700. Rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya dekat dari pantai dan memiliki pengeluaran tinggi lebih dari Rp 50 juta per tahun, sebesar Rp 92 029 875. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga yang lokasi rumahnya dekat dari pantai dan memiliki pengeluaran semakin besar, biaya perbaikan yang dikeluarkan juga semakin besar. Semakin tinggi pengeluaran rumahtangga, maka kemampuan untuk melakukan tindakan perbaikan dengan biaya yang lebih tinggi, juga semakin besar. 4. Rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai dan memiliki pengeluaran rendah kurang dari Rp 25 juta per tahun, sebesar Rp 2 107 009. Rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai dan memiliki pengeluaran menengah Rp 25 juta s.d. Rp 50 65 juta per tahun, sebesar Rp 1 527 088. Rata-rata biaya perbaikan rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai dan memiliki pengeluaran tinggi lebih dari Rp 50 juta per tahun, sebesar Rp 9 593 171. Berdasarkan Lampiran 5, terlihat bahwa rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai dan memiliki pengeluaran rendah, biaya perbaikannya lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki pengeluaran menengah. Hal ini berkaitan dengan frekuensi tindakan perbaikan yang dilakukan oleh rumahtangga yang memiliki pengeluaran rendah, lebih tinggi dibandingkan rumahtangga yang memiliki pengeluaran menengah. Meskipun demikian, secara garis besar terlihat bahwa biaya perbaikan paling tinggi dikeluarkan oleh rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai dan memiliki pengeluaran tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai dan memiliki pengeluaran yang semakin besar, biaya perbaikan yang dikeluarkan juga semakin besar. Semakin tinggi pengeluaran rumahtangga, maka kemampuan untuk melakukan tindakan perbaikan dengan biaya yang lebih tinggi juga semakin besar. Selain berdasarkan lokasi rumah dan pengeluaran rumahtangga, berikut juga akan dijabarkan perbandingan nilai biaya perbaikan berdasarkan jenis rumah, tinggi banjir, luas rumah, status kepemilikan rumah dan lama tinggal. 1. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga yang memiliki rumah permanen sebesar Rp 5 054 700, sedangkan rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen sebesar Rp 1 165 926. Rumahtangga yang memiliki rumah permanen mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki rumah 66 nonpermanen. Biaya perbaikan untuk rumah nonpermanen lebih kecil karena kerusakan fisik yang terjadi pada rumah nonpermanen lebih sedikit dibandingkan dengan kerusakan fisik yang terjadi pada rumah permanen. Hal ini disebabkan oleh struktur rumah nonpermanen yang berbentuk rumah panggung dan nilai rumah nonpermanen yang lebih kecil dibandingkan dengan rumah permanen. 2. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga yang mengalami tinggi banjir kurang dari sama dengan 15 cm sebesar Rp 1 299 204. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga yang mengalami tinggi banjir antara 15 cm sampai 57 cm sebesar Rp 4 169 709. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga yang mengalami tinggi banjir lebih dari 57 cm sebesar Rp 5 770 436. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi banjir, semakin besar kerusakan fisik yang terjadi sehingga biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh rumahtangga juga semakin besar. 3. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga dengan luas rumah lebih besar dari 60 m 2 sebesar Rp 7 849 683, sedangkan rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga dengan luas rumah kurang dari sama dengan 60 m 2 sebesar Rp 1 790 949. Hal ini menunjukkan bahwa biaya perbaikan untuk rumahtangga yang memiliki luas rumah lebih dari 60 m 2 , lebih besar dibandingkan dengan biaya perbaikan rumahtangga yang memiliki luas rumah kurang dari 60 m 2 . 4. Rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa, rata-rata biaya perbaikannya sebesar Rp 194 772, sedangkan rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri, rata-rata biaya perbaikannya sebesar Rp 4 518 174. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga dengan status 67 kepemilikan rumah sendiri, keinginan untuk melakukan tindakan perbaikan lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa, sehingga biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri juga semakin besar. 5. Rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga dengan lama tinggal lebih dari 20 tahun sebesar Rp 5 087 219, sedangkan rata-rata biaya perbaikan untuk rumahtangga dengan lama tinggal kurang dari sama dengan 20 tahun sebesar Rp 2 682 412. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama rumahtangga tinggal di Kamal Muara, maka semakin besar pula biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh rumahtangga pesisir akibat banjir. Variabel yang berpengaruh nyata dalam model biaya perbaikan lokasi rumah dekat dari pantai adalah pengeluaran rumahtangga. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dalam model biaya perbaikan lokasi rumah jauh dari pantai adalah pengeluaran rumahtangga, tinggi banjir dan status kepemilikan rumah. Tabulasi rata-rata biaya perbaikan lokasi rumah dekat dari pantai dan lokasi rumah jauh dari pantai Lampiran 5 menunjukkan hasil yang sama dengan analisis modelnya. Berdasarkan tabulasi rata-rata biaya perbaikan lokasi rumah dekat dari pantai, dapat disimpulkan bahwa rumahtangga yang memiliki pengeluaran lebih dari Rp 50 juta per tahun mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki pengeluaran kurang dari Rp 50 juta per tahun. Kesimpulan dari tabulasi rata-rata biaya perbaikan lokasi rumah jauh dari pantai Lampiran 5 adalah sebagai berikut: 68 1. Rumahtangga yang memiliki pengeluaran rendah kurang dari 25 juta per tahun, biaya perbaikannya lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki pengeluaran menengah Rp 25 juta s.d. Rp 50 juta per tahun. Hal ini berkaitan dengan frekuensi tindakan perbaikan yang dilakukan oleh rumahtangga yang memiliki pengeluaran rendah, lebih tinggi dibandingkan rumahtangga yang memiliki pengeluaran menengah. Meskipun demikian, secara garis besar terlihat bahwa biaya perbaikan paling tinggi dikeluarkan oleh rumahtangga yang lokasi rumahnya jauh dari pantai dan memiliki pengeluaran tinggi. Rumahtangga yang memiliki pengeluaran rumahtangga lebih dari Rp 50 juta per tahun mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibanding dengan rumahtangga yang memiliki pengeluaran rumahtangga kurang dari Rp 50 juta per tahun. 2. Rumahtangga yang mengalami banjir dengan tinggi kurang dari 15 cm, biaya perbaikannya lebih kecil dibandingkan dengan rumahtangga yang mengalami banjir dengan tinggi lebih dari 15 cm. 3. Rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri, mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa.

6.3.2. Rata-Rata Biaya Kehilangan

Karena lama tinggal merupakan variabel yang berpengaruh nyata terhadap biaya kehilangan maka perbandingan rata-rata biaya kehilangan secara garis besar dibagi dalam dua kelas berdasarkan rata-rata lama tinggal rumahtangga di pesisir Kamal Muara Lampiran 6. Hasil tabulasi perbandingan rata-rata biaya 69 kehilangan rumahtangga pesisir di Kamal Muara pada tahun 2007-2009 Lampiran 7 adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata biaya kehilangan untuk rumahtangga dengan lama tinggal lebih dari 20 tahun sebesar Rp 748 134, sedangkan rata-rata biaya kehilangan untuk rumahtangga dengan lama tinggal kurang dari sama dengan 20 tahun sebesar Rp 260 107. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama rumahtangga tinggal di Kamal Muara, semakin besar biaya kehilangan yang ditanggung oleh rumahtangga tersebut. Keterkaitan antara biaya kehilangan dengan lama tinggal terletak pada kondisi rumah dan peralatan rumahtangga. Semakin lama rumahtangga pesisir tinggal di Kamal Muara, maka kondisi rumah dan peralatannya akan semakin rapuh karena sering tergenang banjir. Hal ini menimbulkan kerusakan yang lebih besar sehingga biaya kehilangan yang ditanggung oleh rumahtangga juga semakin besar. 2. Rata-rata biaya kehilangan untuk rumahtangga yang mengalami banjir kurang dari sama dengan dua jam per hari tipe I sebesar Rp 503 803. Rata-rata biaya kehilangan untuk rumahtangga yang mengalami banjir dua sampai dengan duabelas jam per hari tipe II sebesar Rp 609 698. Rumahtangga yang mengalami banjir lebih dari duabelas jam per hari tipe III menanggung biaya kehilangan rata-ratanya sebesar Rp 571 195. Biaya kehilangan untuk banjir tipe II paling besar dibandingkan dengan biaya kehilangan untuk banjir tipe lainnya. Hal ini disebabkan oleh frekuensi kejadian banjir tipe II yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi kejadian banjir tipe lainnya. 70 Selain berdasarkan lama tinggal, berikut juga akan dijabarkan perbandingan nilai biaya kehilangan berdasarkan jenis rumah dan status kepemilikan rumah. 1. Rata-rata biaya kehilangan untuk rumahtangga yang memiliki rumah permanen sebesar Rp 646 585, sedangkan rata-rata biaya kehilangan untuk rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen sebesar Rp 205 556. Biaya kehilangan rumahtangga yang memiliki rumah permanen lebih besar dibandingkan dengan biaya kehilangan rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen. Hal ini berkaitan dengan nilai rumah dan peralatan rumah permanen yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rumah dan peralatan rumah nonpermanen, serta struktur rumah nonpermanen yang berbentuk rumah panggung. 2. Rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa, rata-rata biaya kehilangannya sebesar Rp 271 875, sedangkan rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri, rata-rata biaya kehilangannya sebesar Rp 561 398. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa, biaya kehilangan atas kerusakan akibat banjir pasang lebih kecil dibandingkan dengan rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri.

6.4. Tindakan Pencegahan Rumahtangga Pesisir Terhadap Banjir Pasang

Kerusakan fisik yang terjadi membuat rumahtangga melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk mengurangi dampak banjir di kemudian hari Lampiran 15. Gambaran mengenai jenis tindakan pencegahan yang dilakukan 71 oleh rumahtangga pesisir terhadap banjir terlihat dalam Tabel 15. Tindakan pencegahan yang umumnya dilakukan oleh rumahtangga adalah: 1. Membuat penghalang air atau tanggul kecil di depan rumah 2. Meninggikan lantai rumah, termasuk halaman 3. Meninggikan lantai rumah, tidak termasuk halaman 4. Meninggikan rumah Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, sebanyak 20 30 persen rumahtangga tidak melakukan tindakan pencegahan terhadap banjir, sedangkan 46 70 persen rumahtangga melakukan tindakan pencegahan terhadap banjir. Tindakan pencegahan yang umumnya dilakukan oleh rumahtangga yaitu kombinasi antara tindakan membuat bendungan atau tanggul kecil di depan rumah dengan tindakan meninggikan lantai rumah, tidak termasuk halaman. Tabel 15. Jenis Tindakan Pencegahan Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Terhadap Banjir Pasang Tahun 2007-2009 No. Jenis Tindakan Sampel Rumahtangga Jumlah 1. Tidak ada tindakan pencegahan 20 30 2. 1 dan 3 19 29 3. 3 8 12 4. 1 7 11 5. 1 dan 2 5 8 6. 3 dan 4 3 5 7. 2 2 3 8. 1,3 dan 4 1 1 9. 1,2 dan 4 1 1 Total 66 100 Biaya pencegahan merupakan biaya-biaya atas tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumahtangga. Biaya-biaya tersebut dikeluarkan oleh rumahtangga dalam kurun waktu 2007-2009. Nilai biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh rumahtangga berbeda pada setiap tahun dalam kurun waktu 2007-2009 karena 72 pengaruh inflasi. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai riil dari biaya pencegahan pada setiap tahun tersebut dengan menggunakan indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. Perhitungan nilai riil biaya pencegahan tercantum dalam Lampiran 3. Kesimpulan dari hasil perhitungan nilai riil biaya pencegahan rumahtangga pesisir di Kamal Muara dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Biaya Pencegahan Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009 No. Biaya Pencegahan Rp Sampel Rumahtangga Jumlah 1. 0 44 67 2. 0 x ≤ 5 000 000 17 26 3. 5 000 000 5 7 Total 66 100 Berdasarkan Tabel 16, diketahui bahwa rumahtangga pesisir yang mengeluarkan biaya pencegahan dalam kurun waktu 2007-2009 hanya 22 rumahtangga, sedangkan 44 rumahtangga tidak mengeluarkan biaya pencegahan. Hasil perhitungan biaya pencegahan pada Tabel 16 tidak sesuai dengan hasil identifikasi jenis tindakan pencegahan pada Tabel 15. Pada Tabel 15 tercatat bahwa rumahtangga yang melakukan tindakan pencegahan sebanyak 46 rumahtangga, sedangkan pada Tabel 16 rumahtangga yang mengeluarkan biaya untuk tindakan pencegahan sebanyak 22 rumahtangga. Kondisi ini disebabkan oleh adanya perbedaan waktu rumahtangga dalam melakukan tindakan pencegahan. Rumahtangga yang melakukan tindakan pencegahan dan mengeluarkan biaya pencegahan dalam kurun waktu 2007-2009 hanya sebanyak 22 rumahtangga, sedangkan 24 rumahtangga melakukan tindakan pencegahan dan mengeluarkan biaya pencegahan sebelum tahun 2007. Identifikasi 73 jenis tindakan pencegahan tidak memasukkan aspek waktu pelaksanaan tindakan pencegahan, sedangkan perhitungan nilai biaya pencegahan memasukkan aspek waktu pelaksanaan tindakan pencegahan dan pengeluaran biaya pencegahan. Berdasarkan hasil analisis model biaya perbaikan dan biaya kehilangan, dapat disimpulkan bahwa besarnya biaya pencegahan, tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga. Hasil deskripsi hubungan biaya pencegahan dengan biaya perbaikan juga tidak sesuai dengan hipotesis. Rumahtangga yang tidak melakukan tindakan pencegahan selama kurun waktu 2007-2009, rata-rata biaya perbaikannya sebesar Rp 1 818 563. Rumahtangga yang melakukan tindakan pencegahan dengan biaya lebih dari Rp 0 s.d. Rp 5 000 000, rata-rata biaya perbaikannya sebesar Rp 10 264 342. Rumahtangga yang melakukan tindakan pencegahan dengan biaya lebih dari Rp 5 000 000, rata-rata biaya perbaikannya sebesar Rp 1 820 331. Hasil deskripsi hubungan biaya pencegahan dengan biaya perbaikan tidak sesuai dengan hipotesis karena berdasarkan hiotesis, biaya pencegahan mempengaruhi biaya perbaikan secara negatif. Artinya semakin tinggi biaya pencegahan maka semakin rendah biaya perbaikan yang dikeluarkan. Ketidaksesuaian hubungan biaya pencegahan dengan biaya perbaikan ini disebabkan oleh frekuensi kejadian banjir pasang yang semakin tinggi, ketinggian banjir pasang cenderung meningkat akibat pemanasan global, dampak konversi lahan pesisir, gejala penurunan tanah dan lain-lain. Akibatnya, dampak yang timbul akibat banjir pasang juga semakin buruk sehingga tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumahtangga tidak dapat mengurangi biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh rumahtangga. 74

VII. IDENTIFIKASI JENIS KERUGIAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG

Banjir pasang menimbulkan kerugian nonfisik bagi rumahtangga pesisir di Kamal Muara. Informasi mengenai kerugian nonfisik yang timbul akibat banjir pasang diperoleh melalui wawancara terhadap rumahtangga yang dijadikan sampel dalam penelitian. Jenis kerugian nonfisik akibat banjir pasang diidentifikasi berdasarkan dampak nonfisik banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara yaitu dampak terhadap kesehatan, dampak terhadap aktifitas, dampak terhadap transportasi dan dampak lain. Nilai kerugian nonfisik dilihat dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh anggota rumahtangga dalam menghadapi dampak nonfisik banjir pasang.

7.1. Kerugian Nonfisik Akibat Banjir Pasang Terhadap Kesehatan

Banjir pasang menimbulkan dampak terhadap kesehatan rumahtangga pesisir di Kamal Muara. Sebanyak 46 70 persen rumahtangga merasa terganggu kesehatannya karena banjir, sedangkan 20 30 persen rumahtangga merasa tidak terganggu kesehatannya karena banjir. Gambaran mengenai dampak banjir ditampilkan dalam Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa penyakit yang banyak diderita oleh anggota rumahtangga akibat banjir yaitu gatal-gatal 38 persen dan gatal- gatal dan diare 13 persen. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kotor saat banjir datang. Kondisi ini diperparah dengan sulitnya mendapatkan air bersih akibat tidak terjangkaunya air dari PDAM dan rendahnya kualitas air tanah di Kamal Muara. Jenis penyakit lain yang juga diderita oleh anggota rumahtangga karena banjir yaitu pusing, kelelahan dan influenza.

Dokumen yang terkait

Peranan Orang Tua Dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Anak (Studi Kasus Di Lingkungan Rt. 004 Rw. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

0 5 139

Peranan Orang Tua Dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

3 21 139

Zakat hasil tangkapan laut di kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

1 31 0

Karakteristik Komunitas Fauna di Derah Intertidal Pantai Kamal Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara

0 6 108

Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Ikan yang Didaratkan dan Dilelang di PPJ Muara Angke dan PPI Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

0 11 123

Model Adaptasi Banjir Rob Kawasan Pesisir Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Di Kecamatan Penjaringan Pantai Utara Jakarta)

2 24 135

Analisis Dinamika Hubungan Sosial-Ekologi di Hutan Mangrove (Studi Kasus: Masyarakat Pesisir Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara)

3 32 241

Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut

0 9 67

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Banjir Sungai Pesanggrahan Pada Sektor Komersil (Studi Kasus: Kelurahan Ulujami dan Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan)

0 3 88

Resiliensi Sosial Terkait Akses Masyarakat Nelayan Terhadap Sumber Daya Pesisir : Perspektif Political Ecology (Studi Kasus: Masyarakat Nelayan Di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara).

0 0 1