Cacing jantan, ujung posterior tajam agak melengkung ke ventral seperti kait, mempunyai 2 buah copulatory spicule panjangnya 2 mm yang muncul dari
orifisium kloaka dan di sekitar anus terdapat sejumlah papillae. Cacing betina, ujung posterior tidak melengkung ke arah ventral tetapi lurus. Jangka hidup life
span cacing dewasa 10 -12 bulan Ideham B dan Pusarawati S, 2007.
b. Siklus Hidup
Telur cacing yang telah dibuahi yang keluar bersama tinja penderita, dalam tanah yang lembap dan suhu yang optimal akan berkembangmenjadi telur
infektif, yang mengandung larva cacing. Infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang infektif ke dalammulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar tanah yang mengandung tinja penderita askariasis Soedarto, 2008. Bentuk infektif ini akan menetas menjadi larva di usus halus, larva
tersebut menembus dinding ususmenuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding
pembuluh darah, lalu melalui dindingalveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus danbroncus. Dari trachea larva menuju ke
faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa.
Seekor cacing betina mulai mampu bertelur, yang jumlah produksi telurnya dapat mencapai 200.000 butir perhari Soedarto, 2008.
c. Patologi dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena cacing dewasa biasanya ringan, kadang-kadang penderita
Universitas Sumatera Utara
mengalami gangguan usus ringan, seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Sedangkan gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat
berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan seperti batuk dan eosinofilia. Pada foto thoraks
tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebut
“Sindrom Loeffler” Utama, 2009. Patogenesis A.lumbricoides berhubungan dengan respon imun hospes, efek
migrasi larva, efek mekanis cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Larva yang mengalami siklus dalam jumlah besar akan menyebabkan pneuminitis. Apabila
larva menembus jaringan masuk alveoli, larva mampu merusak epitel bronkus Muslim, 2009.
Jumlah cacing mempengaruhi timbulnya gejala. Adapun berbagai macam gejala yang muncul, seperti :
1. Gejala infeksi cacing yang masih ringan : ditemukannya cacing dalam tinja, batuk mengeluarkan cacing, nafsu makan berkurang, demam, bunyi mengi
saat bernafas Wheezing. 2. Gejala Infeksi berat : muntah, nafas pendek, perut buncit, usus tersumbat,
saluran empedu tersumbat Zulkoni, 2010.
d. Epidemiologi
Cacing ini tersebar luas diseluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis yang kelembaban udaranya tinggi khususnya negara-negara berkembang
seperti Asia dan Afrika. Di beberapa daerah di Indonesia infeksi cacing ini dapat
Universitas Sumatera Utara
dijumpai pada lebih dari 60 sampai 90 dari penduduk yang diperiksa tinjanya Soedarto, 2008.
e. Diagnosis
Diagonsis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi adanya telur padafeses dan kadang dapat dijumpai cacing dewasa keluar bersama
feses,muntahan ataupun melalui pemeriksaan radiologi dengan kontras bariumSoedarmo, 2010.
f. Pencegahan