Dampak Infeksi Kecacingan Upaya Pengendalian dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan

e. Diagnosis

Pada infeks ringan dengan beberapa ekor cacing, tidak tampak gejala atau keluhan penderita. Tetapi pada infeksi yang berat, penderita akan mengalami gejala dan keluhan berupa anemia berat, diare berdarah, nyeri perut, mual dan muntah dan berat badan menurun Soedarto, 2008. Pemeriksaan darah pada infeksi yang berat, Hemoglobin dapat berada dibawah 3 g dan menunjukkan gambaran eosinofilia eosinofil 3 . Pada pemeriksaan tinja dapat ditemukan tellur cacing yang khas bentuknya. Pada infeksi berat melalui pemeriksaan proktoskopi dapat dilihat adanya cacing-cacing dewasa pada kolon atau rektum penderita Soedarto, 2008.

f. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuanganfeses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanahyaitu dengan cara cuci bersih tangan sebelum makan dan sesudah makan,mencuci sayur-sayuran dan buah-buahan yang ingin dimakan,menghindari pemakaian feses sebagai pupuk dan mengobati penderitaSoedarmo, 2010.

2.1.4 Dampak Infeksi Kecacingan

Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namunsangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kecacingan dapatmengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan danproduktivitas penderita sehingga secara ekonomi dapat menyebabkanbanyak kerugian yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Universitas Sumatera Utara Infeksi cacing pada manusia dapat dipengaruhi oleh perilaku,lingkungan tempat tinggal dan manipulasinya terhadap lingkunganWintoko, 2014. Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuristrichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi Satari, 2010. Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30 di bawah normal. Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat Ismid et al, 2008.

2.1.5 Upaya Pengendalian dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan

Adapun yang menjadi upaya pengendalian dan pemberantasan Infeksi kecacingan adalah sebagai berikut ; 1. Memutuskan daur hidup dengan cara a. Defekasi jamban, menjaga kebersihan, cukup air bersih di jamban, untuk mandi dan cuci tangan secara teratur, penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari infeksi cacing, dan memberikan pengobatan massal dengan obat antelmintik yang efektif, terutama pada golongan rawan Utama, 2009 Universitas Sumatera Utara b. Kebersihan perorangan terutama tidak kontak dengan tinja, tidak BAB di tanah, menggunakan sarung tanga apabila hendak berkebun, mengkonsumsi makanan dan minuman yang dimasak, pendidikan kesehatan, dan sanitasi lingkungan Ideham B dan Pusarawati S, 2008. c. Mengendalikan ketentuan-ketentuan sanitasi jamban dan pembuangan tinja, menggunakan pelindung alas kaki, mencuci sayuran yang kemungkinan terkontaminasi larva, menghindari sayuran lalapan seperti salad, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk, dan perbaikan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk Zaman Viqar, 2008 Penyuluhan kepada masyarakat penting sekali dan dititikberatkan pada perubahan kebiasaan dan mengembangkan sanitasi lingkungan yang baik dimana pada pengobatan massal sulit dilaksanakan mekipun ada obat yang ampuh karena harus di lakukan 3−4 kali setahun dan harga obat tidak terjangkau. Dengan demikian keadaan endemi dapat dikurangi sampai angka kesakitan morbiditas yang tinggi diturunkan Utama, 2009. 2.2 Sanitasi Dasar Menurut Widyati 2005 sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Menurut Depkes 2002 sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan mengurangi atau mengendalikan faktor-faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai penularan penyakit. Pengertian lain dari sanitasi adalah upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit. Universitas Sumatera Utara Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Azwar, 1995. Upaya sanitasi dasar meliputi sarana air bersih, pembuangan kotoran manusia jamban, pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah. 2.2.1 Sarana Air Bersih Air merupakan kebutuhan manusia, juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air Slamet, 2009. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60 berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65 , dan untuk bayi sekitar 80 Chandra, 2007 Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana Chandra, 2007. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416MenKesPerIX1990, yang di maksud air bersih adalah air bersih yang Universitas Sumatera Utara digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-4O galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Berbagai keperluan seperti mandi, mencuci kakus dan wudhu membutuhkan air yang memenuhi syarat dari segi kualitas dan mencukupi dari segi kuantitas Chandra, 2007. Untuk itu penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan dari segi : a. Kualitas : Tersedia air bersih yang memenuhi syarat kesehatan fisik, kimia, dan bakteriologis. b. Kuantitas : Tersedia air bersih minimal 60 literhari c. Kontinuitas : Air minum dan air bersih tersedia pada setiap kegiatan yang dibutuhkan secara berkesinambungan. Syarat kualitas air secara fisik adalah tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan jernih. Secara kimia air yang baik tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral terutama zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Dan syarat bakteriologis semua air minum hendaknya dapat terhindar dari kemungkinan terkontaminasi bakteri terutama bakteri pathogen. Universitas Sumatera Utara Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Terjadinya suatu penyakit tentunya memerlukan adanya agen dan terkadang vektor. Berikut beberapa contoh penyakit yang dapat ditularkan melalui air berdasarkan tipe agen peenyebabnya Chandra, 2007 : 1. Penyakit viral, misalnya hepatitis viral, poliomielitis. 2. Penyakit bakterial, misalnya kolera, disentri, tifoid, diare. 3. Penyakit protozoa, misalnya amoebiasis, giardiasis. 4. Penyakit helmintik, misalnya kecacingan askariasis, whip worm. 5. Leptospiral, misalnya Weils disease. Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat Chandra, 2007, yaitu : 1. Waterborne mechanism Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis. 2. Waterwashed mechanism Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penalaran, yaitu: a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakhoma. c. penularan melalui, binatang pengerat sepert, pada penyakit leptospirosis. Universitas Sumatera Utara 3. Water-based mechanism Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Penyakit yang masuk dalam golongan ini adalah Schistosimiasis, cacing Guinea. 4. Water-related insect vector mechanism Penyakit yang disebabkan oleh insekta yang berkembangbiak atau memperoleh makanan di sekitar air sehingga insiden – insidennya dapat dihubungkan dengan dekatnya sumber air yang cocok, misalnya penyakit malaria, DBD, filariasis dan yellow fever. Hasil penelitian Mudmainah 2003, menunjukkan bahwa ada hubungan penyediaan air bersih dengan infeksi kecacingan dengan prevalensi kecacingan lebih banyak ditemukan pada siswa Sekolah Dasar yang penyediaan air bersihnya kurang 57. Kurangnya penyediaan air bersih terutama sebagai penggelontor kotoran, air untuk cebok serta cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah BAB buang air besar menimbulkan infeksi kecacingan. Kecacingan juga dapat terjadi jika mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran manusia atau binatang karena di dalam kotoran tersebut terdapat telur cacing PHBS dan Penyakit berbasis lingkungan.

2.2.2 Pembuangan Tinja Jamban

Dokumen yang terkait

Hubungan Higiene Perorangan dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Dengan Terjadinya Infeksi Kecacingan Di SD Negeri 1 Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2003

7 48 76

Hubungan Higiene Perorangan Pemulung Makanan Sisa Dengan Infeksi Kecacingan Di Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2006.

1 35 93

Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga

5 31 138

Hubungan Sanitasi Dasar dan Higiene Perorangan dengan Infeksi Kecacingan Pada Siswa SD Negeri 067773 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan MarelanTahun 2016

0 0 16

Hubungan Sanitasi Dasar dan Higiene Perorangan dengan Infeksi Kecacingan Pada Siswa SD Negeri 067773 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan MarelanTahun 2016

0 0 2

Hubungan Sanitasi Dasar dan Higiene Perorangan dengan Infeksi Kecacingan Pada Siswa SD Negeri 067773 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan MarelanTahun 2016

0 0 7

Hubungan Sanitasi Dasar dan Higiene Perorangan dengan Infeksi Kecacingan Pada Siswa SD Negeri 067773 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan MarelanTahun 2016

0 0 33

Hubungan Sanitasi Dasar dan Higiene Perorangan dengan Infeksi Kecacingan Pada Siswa SD Negeri 067773 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan MarelanTahun 2016

0 5 5

Hubungan Sanitasi Dasar dan Higiene Perorangan dengan Infeksi Kecacingan Pada Siswa SD Negeri 067773 Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan MarelanTahun 2016

0 0 39

Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Negeri Abe Pantai Jayapura

0 1 11