BAB 1 PENDAHULUAN
1.4. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Dari 22 RSU di
Provinsi Aceh sebanyak 10 RSU 45,45 mempunyai tingkat pemanfaatan yang ideal, sedangkan 65 tingkat pemanfaatannya masih kurang dimana BOR antara 20 -
60, frekuensi pemakaian tempat tidur BTO 47,8 kali pertahun, rata-rata tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya TOI 9,4 hari dan angka
kematian 48 jam setelah dirawat NDR 17,6 per 1000 penderita serta kematian umum GDR sebesar 38,7 per 1000 penderita. Profil Dinkes Provinsi Aceh 2010
Rumah Sakit Umum Meuraxa RSUM dalam rencana strategis menetapkan visi dan misinya dalam pencapaian tujuan dan sasarannya. Visi RSUM adalah menuju
pelayanan prima dan profesional bertaraf daerah pada tahun 2010. Misi RSUM adalah meningkatkan pelayanan kesehatan secara paripurna, sesuai standar
profesional, bermutu dan terjangkau dalam rangka pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara optimal, meningkatkan manajemen SDM RSUM
melalui perjenjangan karier, pendidikan dan pelatihan sesuai profesionalitasnya, menerapkan RSUM sebagai rumah sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan
pengembangan kesehatan sesuai kebutuhan secara tepat guna dan berdaya guna serta
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan sarana dan prasarana RSUM sesuai dengan standar yang berlaku Profil RSUM, 2006
Rumah Sakit Umum Meuraxa RSUM adalah rumah sakit milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang mulai beroperasi sejak tahun 1997 dengan tipe D dan pada
tahun 2003 menjadi rumah sakit type C dengan pengukuhan oleh Menteri Kesehatan RRI No.009-EMenkesSKI2003, dan menjadi pusat rujukan seluruh Puskesmas di
Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh yaitu 214.850 jiwa dan menjadi rumah sakit rujukan type B pada tahun 2010 dan diresmikan menjadi Badan
Layanan Umum Daerah BLUD Kota Banda Aceh Profil RSUM, 2009 Penelitian tentang pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat pernah
dilakukan oleh Evi Hasnita dan Rossi Sanusi di Instalasi Rawat Inap RS Dr. Achmad Moechtar Bukittinggi pada tahun 2005, permasalahan dimana tenaga perawatnya
masih banyak yang tidak melaksanakan uraian tugas sesuai dengan asuhan keperawatan, tidak lengkapnya pendokumentasian kegiatan, pelayanan pasien yang
hanya bersifat rutinitas, sehingga pelayanan keperawatan masih rendah 52,8. Ditinjau dari pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat diantaranya
kurangnya semangat berkelompok, kerjasama antara pimpinan dan bawahan yang kurang, baik struktural maupun fungsional, penghargaan yang tidak merata,
penerapan sanksi yang tidak jelas kepada perawat yang melakukan kesalahan atau tidak disipin sehingga mempengaruhi kinerja perawat.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 96 orang perawat di instalasi rawat inap selama 2 bulan di RS Dr. Achmad Moechtar Bukittinggi maka ditemukan
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang signifikan antara iklim organisasi terhadap kinerja perawat. Dimana dari hasil wawancara dengan pelaksana keperawatan, kabid, dan wadir RS Dr.
Achmad Moechtar Bukittinggi menyatakan bahwa pertemuan rutin hampir tidak pernah terlaksana. Hal ini disebabkan top management sering mendapat tugas ke luar
rumah sakit, akibatnya masalah yang muncul di organisasi diselesaikan oleh masing- masing bagian saja. Monitoring evaluasi jarang dilakukan sehingga sasaran yang
ingin dicapai belum terlaksana secara maksimal. Solusinya adalah pimpinan perawatan perlu mempertimbangkan perluasan dan memperkaya jabatan,
menciptakan manajemen melalui sasaran, sistem reward yang jelas dan meningkatkan suasana saling percaya serta menetapkan waktu yang jelas dalam
pencapaian tujuan organisasi. Kualitas pelayanan keperawatan suatu rumah sakit dinilai dari kepuasan
pasien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu kebutuhan pasien terpenuhi oleh pelayanan
keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai
yang relative tergantung dari masing-masing individu Wijono, 2003 Ditinjau dari tingkat mutu pelayanan, RSUM masih kurang optimal. Hal ini
dapat dilihat dari Average Length of Stay AvLOS. Rasio AvLOS selama tahun 2009 dan tahun 2010 s.d Agustus adalah 2,86 hari dan 2,64 hari. Hal ini menunjukkan
bahwa rasio AvLOS selama tahun 2009 dan 2010 masih di bawah standar yakni 6 – 9 hari. Rasio AvLOS yang lebih rendah dari standar menggambarkan tingkat
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan serta kepuasan pasien dari mutu pelayanan RSUM masih kurang optimal. selain itu, NDR 4,06 yang melebihi dari ketentuan standar 2,5
memberikan gambaran upaya rumah sakit dalam menyelamatkan jiwa pasien menunjukkan mutu pelayanan rumah sakit kurang baik dan tidak cepat tanggap. Serta
GDR 8,11 yang juga melebihi dari ketentuan standar 4,5 dimana hal ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan di RSUM kurang baik karena tingkat kematian
umum masih sangat tinggi Profil Rumah Sakit Umum Meuraxa, 2010. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktek keperawatan.
Tenaga perawat merupakan tenaga yang paling banyak dan paling lama kontak dengan pasien, maka kinerja perawat harus selalu ditingkatkan dalam pemberian
asuhan keperawatan agar nantinya didapatkan mutu pelayanan yang baik serta pasien merasa puas terhadap kinerja perawat.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti laksanakan pada survei pendahuluan dengan sekitar 20 orang perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa
RSUM mengenai iklim organisasi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa setiap perawat yang baru bekerja di ruangan kurang diberi penjelasan tentang visi dan misi
di ruangan tempat dia di tugaskan. Bahkan untuk mengetahui tentang visi dan misi tersebut tenaga keperawatan di rumah sakit mencari tahu sendiri dan
menginformasikannya kepada rekan kerja lainnya. Jika ditinjau dari komitmen, dapat disimpulkan bahwa sebagian perawat sangat serius dalam bekerja sedangkan sebagian
Universitas Sumatera Utara
lainnya tidak serius. Di RSUM mempunyai prosedur tetap protap, sehingga perawat mempunyai tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Akan tetapi perawat terlihat
tidak berusaha untuk bekerja lebih baik atau tidak meningkatkan kualitas dalam bekerja, hanya melakukan pekerjaan yang rutin-rutin saja, dan kerjasama di beberapa
unit kerja dirasakan kurang berjalan dengan baik hal ini terlihat dengan kosongnya status asuhan keperawatan pasien dimana perawat telah selesai bekerja namun asuhan
keperawatan dan pendokumentasian tidaklah lengkap. Komunikasi juga jarang dilakukan karena pimpinan pada semua tingkatan kurang bisa bekerjasama dan
cenderung tebang pilih. Salah satu upaya untuk meningkatkan SDM Keperawatan adalah melalui
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan interpersonal. Faktor yang mempengaruhi
kinerja perawat adalah iklim organisasi yaitu kurangnya semangat kelompok, kurangnya kerja sama antara pimpinan dengan karyawan baik struktural maupun
fungsional. Dan faktor imbalan diantaranya pemberian penghargaan yang diberikan kepada perawat belum meningkatkan kinerja mereka. Sebaliknya penerapan sangsi
juga tidak jelas kepada perawat yang melakukan kesalahan atau tidak disiplin. Pemberian imbalan berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif
terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif terhadap kemampuan organisasi, mampu menghasilkan
pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nursalam 1998 salah satu faktor yang memperlambat perawat melakukan peran sebagai profesional di rumah sakit adalah rendahnya stándar gaji
bagi perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia maupun Amerika. Keadaan ini
berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang professional.
Di RSUM Kota Banda Aceh yang diberikan insentif hanya dokter ahli dan dokter umum saja, sementara tenaga keperawatan yang 24 jam nonstop memberikan
pelayanan tidak mendapatkan insentif. Selain itu, tidak ada upaya dari pihak rumah sakit untuk meningkatkan kualitas perawat seperti memberikan pelatihan khusus, dan
pemberian penghargaan dan promosiotonomi terhadap perawat yang beprestasi tinggi sehingga tidak adanya pemacu bagi perawat lainnya untuk meningkatkan
motivasi mereka dalam bekerja. Di dalam paradigma sistem penggajian imbalan secara otomatis akan selalu
diikuti dengan kenaikan kinerja. Kenyataannya tidaklah demikian, sesuai dengan statistik kadang-kadang memang terjadi imbalan yang dinaikkan akan meningkatkan
kinerja, tetapi kadang-kadang itu tidak terjadi. Menurut Muhammad, 2003 faktor yang mempengaruhi kinerja adalah karakteristik lingkungan kerja yang kondusif
kecocokan dalam bekerja, bantuan teman jika ada kesulitan, bimbingan dan petunjuk dari atasan, sikap dan perlakuan atasan dan karakteristik lingkungan organisasi
perawat dalam bekerja seperti ikut dalam memecahkan masalah dan kebijakan pimpinan
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas diduga bahwa ada permasalahan dengan iklim organisasi struktur organisasi, standar kerja, tanggung jawab, pengakuan, dukungan
dan komitmen dan imbalan imbalan langsung dan imbalan tidak langsung sehingga menyebabkan rendahnya kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa RSUM
kota Banda Aceh. Hal ini menyebabkan peneliti ingin melakukan penelitian tentang pengaruh iklim organisasi stuktur organisasi, standar kerja, tanggung jawab,
pengakuan, dukungan, serta komitmen dan imbalan imbalan langsung dan imbalan tidak langsung terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa RSUM
Kota Banda Aceh.
1.5. Permasalahan