47
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Bahan - Bahan
- DMSO p.a Merck
- DPPH p.a Merck
- Etanol p.a Merck
-
FeCl
3
p.a Merck - Glutamin
- HCl p.a Merck
- NaCl p.a Merck
- NaHCO
3
p.a Merck - NaOH
p.a Merck - NH
4
OH p.a Merck
- Petroleum Eter p.a Merck
- Sampel buah bawang hutan - Serum Foetal Bovine
- Tripan Blue. - Vitamin C
- Medium Eagle’s
- Aquadest
3.2 Alat-Alat
- Chamber - Erlenmeyer 1000 mL
Pyrex - Gelas Beaker 1000 mL, 500 mL
Pyrex - Gelas Beaker 250 mL, 100 mL, 50 mL
Pyrex - Gelas Ukur 500 mL, 100 mL, 10 mL
Pyrex
48
- Haemositometer 0,2 mm; 0,0625 mm
2
- Inkubator CO
2
- Kolom Kromatografi - Labu Ukur 100 mL, 50 mL, 10 mL
Pyrex - Mikroskop
Nikop Optik Hot 2 - Pipet Volumetrik 25 mL, 10mL, 5 mL
Pyrex - Pipet Matt 10 mL, 5 mL, 1 mL
Pyrex - Plat KLT
- Spektrofotometri FT-IR Shimadzu
- Spektrofotometri UV Shimadzu
- Spektrometri LC-MS Shimadzu
- Spektrometri NMR Jeol
3.3 Prosedur Kerja
3.3.2 Persiapan Sampel Buah Bawang Hutan, Isolasi dan Pemurnian Senyawa
Aktif 3.3.2.1
Pembuatan Ekstraksi Etanol dari Buah Bawang Hutan Secara Maserasi
Dimaserasi 500 g buah bawang hutan yang telah dipotong-potong halus dengan 1 L etanol, didiamkan selama 24 jam, lalu disaring dan dipekatkan filtratnya,
setelah itu dimaserasi kembali buah bawang hutan tersebut 7 x 24 jam sampai maserasi tidak memberikan perubahan warna tidak ada lagi zat yang terlarut. Dan
digabung menjadi satu semua filrat hasil pemekatan yang disebut dengan fraksi kasar crude.
3.3.1.2 Partisi Ekstrak Etanol Dengan n-heksana - Air
Dipartisi ekstrak etanol dengan n-heksana : air 1:1 menggunakan corong pisah, lalu dipekatkan dengan rotavapor sehingga diperoleh fraksi n-heksana dan
fraksi air.
49
3.3.1.3 Pemurnian Senyawa Aktif Dengan Kromatorafi Kolom
- Dicampur sampel fraksi n-heksana dengan celite dalam mortar hingga merata. - Digunakan eluen n-heksana : etil asetat 20:1.
- Ditambahkan 50 g silika dengan eluen, lalu diaduk. - Ujung kolom diisi kapas, lalu ditambahkan sedikit garam laut, setelah itu
dimasukkan silika yang telah dicampur dengan eluen sedikit demi sedikit lewat dinding kolom.
- Campuran sampel + cealit dimasukkan ke dalam kolom kromatografi lalu diberi eluen.
- Ditampung dan dari atas kolom ditambahkan eluen secukupnya 300 mL. - Dari hasil Kromatografi Lapis Tipis KLT diperoleh tiga fraksi.
- Kemudian dilanjutkan kromatografi kolom dengan 200 mL eluen n-heksan : etil asetat 10:1, dan diperoleh satu kelompok fraksi dari hasil KLT nya.
- Setelah itu dilanjutkan kromatografi kolom dengan 300 mL eluen n-heksan : etil asetat 5:1, dan diperoleh empat kelompok fraksi dari hasil KLT nya.
- Setelah itu kromatografi kolom dilanjutkan dengan 200 mL eluen n-heksan : etil asetat 2:1, dan diperoleh dua kelompok fraksi dari hasil KLT nya.
- Kemudian kromatografi kolom dilanjutkan dengan 200 mL eluen n-heksan : etil asetat 1:1, dan diperoleh satu kelompok fraksi dari hasil KLT nya.
- Dengan hasil dari kromatografi dapat dilihat pada Tabel 4.3.
3.3.1.4 Kromatorafi Kolom Pertama Untuk Fraksi 8
Kromatografi kolom pertama, dilakukan sama seperti pada kromatografi kolom pertama, tetapi hanya menggunakan eluen n-heksana : etil asetat secara
isokratik n-heksana : etil asetat 2:1. Dengan hasil fraksinasi kromatografi kolom pertama untuk fraksi 8 dapat dilihat pada Tabel 4.5.
50
3.3.1.5 Kromatorafi Kolom III Untuk Fraksi 9
Untuk fraksi 9 dilakukan dengan metode yang sama denga fraksi 8 dan hasil fraksinasi kromatografi kolom kedua untuk fraksi 9 dapat dilihat pada Tabel 4.7.
3.3.3 Uji Fitokimia Pada Ekstrak
3.3.3.1 Identifikasi Golongan Alkaloid
- 0,05 g ekstrak aktif ditambahkan dengan 5 mL asam klorida 10, dikocok dan ditambah 5 mL larutan amonia 10.
- Diekstraksi dengan 10 mL kloroform dan diuapkan. - Kelebihan residu sisa penguapan ditambah 1,5 mL asam klorida 2 residu
sisa penguapan, lalu dibagi dalam dua tabung. - Ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Mayer ke dalam tabung pertama, hingga
terbentuknya endapan putih kekuningan menunjukkan adanya alkaloid. - Ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Dragendorff ke dalam tabung kedua, hingga
terbentuknya endapan merah bata menunjukkan adanya alkaloid Harborn, 1987.
3.3.3.2 Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid
- 0,05 g ekstrak aktif diekstraksi dengan 10 mL eter. - Diuji 0,5 mL larutan yang diekstraksi dengan pereaksi Lieberman Burchard
hingga terbentuk warna biru atau hijau yang menunjukkan adanya steroid dan warna hijau atau ungu yang menunjukkan adanya triterpenoid Harborn,
1987.
3.3.3.3 Identifikasi Golongan Flavonoid, Saponin, Tannin, Dan Kuinon
- 0,05 g ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air dan diletakkan diatas penangas air, kemudian larutan tersebut dibagi menjadi empat tabung.
- Ditambahkan 100 mg serbuk magnesium ke dalam tabung pertama lalu ditambah 1 mL asam klorida pekat dan 3 mL amil alkohol, dikocok kuat dan
51
dibiarkan memisah, warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
- Dikocok tabung kedua secara vertikal selama 10 detik, sehingga akan terbentuk busa stabil, dibiarkan selama 10 menit, dan ditambahkan 1 tetes
asam klorida 1, jika busa tidak hilang maka menunjukkan adanya saponin. - Ditambahkan beberapa tetes natrium hidroksida 1 N ke dalam tabung ketiga,
adanya filtrat warna merah menunjukkan adanya kuinon. - Ditambah beberapa tetes larutan besi III klorida 1 ke dalam tabung
keempat, hingga terbentuknya filtrat warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin. Harborn, 1987.
3.3.3 Uji Antioksidan 1,1-Di Phenil-2-Picryl Hidrazil DPPH Dengan Metode
Peredaman Radikal Bebas
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas menggunakan reagen DPPH sebagai berikut :
- Pembuatan larutan DPPH 1 mM Ditimbang sebanyak 19,75 mg DPPH BM 394,32, kemudian dilarutkan
dengan metanol pro analisis hingga 50,0 mL. ditempatkan dalam botol gelap. Dibuat baru untuk setiap pengujian larutan.
- Pembuatan larutan blanko Dipipet sebanyak 1 mL larutan DPPH 1 mM ke dalam tabung reaksi yang
telah ditara 5 mL, kemudian ditambahkan metanol pro analisis hingga garis tanda dan dihomogenkan. Ditutup mulut tabung dengan aluminium foil.
- Pembuatan larutan uji Ditimbang sebanyak 5 mg ekstrak aktif kemudian dilarutkan ke dalam 10,0
mL metanol pro analisis 500 gmL, larutan ini merupakan larutan induk.
52
Dipipet sebanyak 50, 100, 250, 500, dan 1000 μL larutan induk ke dalam
tabung reaksi yang telah ditara 5,0 mL untuk mendapatkan konsentrasi 5, 10, 25, 50, dan 100 μgmL.
Ditambahkan 1,0 mL larutan DPPH 1 mM ke dalam masing-masing tabung dan ditambahkan dengan metanol pro analisis sampai 5,0 ml kemudian
dihomogenkan. Ditutup mulut tabung dengan aluminium foil. - Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif
Ditimbang sebanyak 3 mg vitamin C kemudian dilarutkan dengan metanol pro analisis hingga 5,0 mL. Dip
ipet 250, 200, 150, 100, dan 50 μL dan dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 5 mL dengan ditambahkan 1
mL larutan DPPH 1 mM kemudian ditambahkan metanol pro analisis sampai garis
tanda sehingga diperoleh konsentrasi 3, 6, 9, 12, 15 μgmL. - Pengukuran serapan peredaman radikal bebas DPPH
Diinkubasi larutan uji dengan beberapa konsentrasi dalam penangas air 37
o
C selama 30 menit. Lalu diukur serapanannya pada panjang gelombang
maksimum 515 nm menggunakan Spektrofotometer cahaya tampak. Cara Perhitungan :
Persentase inhibisi dihitung dengan rumus :
Nilai IC
50
Inhibition Concentration 50 adalah konsentrasi antioksidan μgmL yang mampu menghambat 50 radikal bebas. Nilai IC
50
diperoleh dari perpotongan garis antara 50 daya hambatan dengan sumbu konsentrasi, kemudian
dimasukkan ke dalam persamaan Y = a + bX dimana Y = 50 dan nilai X menunjukkan IC
50
. Ekstrak yang dinyatakan aktif bila nilai IC
50
kurang dari 100 µgmL. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995.
53
3.3.4 Uji Leukimia Ekstrak Buah Bawang Hutan Pada Lini Sel L
1210
3.3.4.1 Medium Untuk Pertumbuhan Sel
Medium untuk pertumbuhan sel dibuat sebagai berikut : Dilarutkan sebanyak 4,7 g medium
Eagle’s MEM Nissui ke dalam 475 mL air larutan A. Dan dilarutkan Sebanyak 1,3 g NaHCO
3
ke dalam 50 mL air kemudian 0,3 g glutamin ditambahkan ke dalam larutan tersebut larutan B.
Ditambahkan sebanyak 25 mL larutan B ke dalam larutan A sehingga diperoleh 500 mL medium. Disaring medium dengan kertas saring millipore 0.2
m, kemudian disimpan dalam lemari es. Untuk keperluan uji aktivitas penapisan,
ditambahkan 15 mL foetal bovine serum Flow Laboratories ke dalam 85 mL medium. Medium yang telah mengandung serum ini digunakan untuk
mengembangbiakkan lini sel L
1210
dan semua pekerjaan dilakukan dalam ruangan steril.
3.3.4.2 Cara Penyediaan Sel Untuk Uji Aktivitas Antikanker
Penyediaan stock sel yang diperoleh dari BATAN berupa suspensi sel dalam medium yang mengandung 50 dimetil sulfoksida DMSO. Untuk menjaga agar sel
tetap hidup, persediaan sel ini disimpan dalam es kering dry ice. Untuk keperluan ujia aktivitas, sel ini perlu dikembangbiakkan terlebih dahulu.
Satu tabung sel dari persediaan kemudian direndam beberapa menit dalam air hangat 37
o
C. Sel kemudian dipindahkan ke dalam tabung volume 5 mL dan ke dalamnya ditambahkan 4 mL medium yang dipergunakan untuk pertumbuhan sel
kanker, dikocok dengan vortex selama 30 detik. Kemudian sel disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm selama 1 menit. Sel
mengendap di bagian bawah tabung. Mediumnya dibuang dan diganti dengan 4 mL medium baru, lalu di vortex dan disentrifugasi seperti sebelumnya. Pencucian sel
seperti ini diulangi sampai tiga kali, hal ini dilakukan untuk membersihkan DMSO dari media tumbuh dan sel kanker.
54
Lini sel L
1210
dipindahkan ke dalam botol inkubator dengan cara membilas tabung masing-masing dengan 2 mL medium sebanyak 3 kali. Volume sel kemudian
dijadikam 10 mL dengan penambahan medium. Selanjutnya sel diinkubasi pada suhu 37
o
C dalam inkubator CO
2
selama 48 jam. Kadar CO
2
dalam inkubator 5. Setelah masa inkubasi selesai selama 48 jam kemudian keadaan dan pertumbuhan sel
diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya kontaminasi mikroorganisme lain pada medium dan menghitung jumlah sel hidup per mL medium. Untuk membedakan
sel hidup dengan sel mati, maka sebelum dilakukan penghitungan, 1 mL sel dicampur dengan 1 mL larutan biru tripan. Di bawah mikroskop, sel yang hidup terlihat sebagai
bulatan bening dengan bintik biru inti sel ditengah bulatan, sedang sel mati terlihat sebagai bercak biru pekat yang bentuknya tidak teratur. Untuk uji aktivitas, sel dan
mediumnya diencerkan dengan medium sampai jumlah sel menjadi 2 x 10
5
selmL.
3.3.4.3 Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Buah Bawang Hutan Pada Lini Sel L
1210
Uji aktivitas ekstrak dilakukan secara in vitro menurut prosedur yang digunakan oleh Fujimoto. Uji aktivitas dilakukan dalam multiwell plate tissue culture
1 mL sel tiap dengan dengan kapasitas 2 x 10
5
selmL. Dimasukkan larutan zat yang diuji sebanyak 10
L ke dalam sel tersebut dengan variasi konsentrasi. Sebagai kontrol digunakan 10
L aquadest. Kemudian diinkubasi dalam inkubator CO
2
pada suhu 37
o
C selama 48 jam. Setelah diinkubasi, jumlah sel dihitung di bawah mikroskop grade dengan menggunakan Haemositometer. Percobaan uji aktivitas
dilakukan secara duplo Departemen Kesehatan RI, Farmakope Indonesia, 1995.
3.3.5 Identifikasi Komponen Kimia Buah Bawang Hutan Yang Memiliki Aktivitas Antikanker
Fraksi buah bawang hutan yang memiliki aktivitas antikanker selanjutnya diidentifikasi komponen kimianya secara spektroskopi. Adapun alat-alat yang akan
digunakan adalah spektroskopi UV, IR,
1
H NMR,
13
C NMR, MS Harborne, 1987.
55
3.3.6 Pengukuran Data UV, IR, NMR dan MS
- Analisis spektrofotometri UV-VIS Sejumlah isolat murni dilarutkan dengan metanol, kemudian diukur
spektrumnya pada rentang panjang gelombang 200-400 nm. - Analisis spektrofotometri Fourier Transform Infra Red
Sejumlah isolat murni digerus dengan KBr hingga halus dan homogen, kemudian spektrum serapan diukur.
- Analisis spektrometri NMR 1 dan 2 dimensi Sejumlah isolat murni dilarutkan dengan CDCl
3
, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah tabung. Tabung dimasukkan ke dalam alat lalu diukur
spektrumnya.
- Analisis spektrometri massa Sejumlah isolat murni dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian
diinjeksikan ke instrumen LC-MS. Hasil kromatogram LC dianalisa dengan detektor MS untuk memperoleh bobot molekul dari puncak “ peak LC.
56
3.4 Skema Penelitian
Maserasi dengan 1 L Etanol selama 24 jam 7 x 24 jam, sampai tidak memberikan
perubahan warna
Dipartisi dengan n-Heksana : Air 1:1 100 mL 4 kali perlakuan, dipekatkan
dengan rotavapor
Fraksi Air
Disaring dan dipekatkan dengan rotavapor Ekstrak Etanol
Dipartisi Etil Asetat : Air 1:1 100 mL 4 kali perlakuan
Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak Air
Uji Antioksidan Uji Leukimia Sel L 1210
Bawang Hutan, Scorodocarpus borneensis Becc
Buah, 500 g
Ekstrak n-Heksana
Fraksi Aktif
Gambar 3.1 Diagram kerja isolasi buah bawang hutan
57
Fraksi 1
Di kromatografi kolom dan di KLT
Fraksi 2
Fraksi 3
Fraksi 4
Fraksi 5
Fraksi 6
Fraksi 7
Fraksi 8
Fraksi 10
Fraksi 11
Fraksi 8.1
Fraksi 8.2
Fraksi 8.3
Fraksi 8.4
Struktur Kimia
Elusidasi Struktur Kimia [UV, IR, RMI 1D, 2D, MS]
Di kromatografi kolom dan di KLT
Senyawa Alkaloid Rf 0,26
Berat 0,46 g IC
50
42,296 ppm Fraksi
8.5 Fraksi
9.1 Fraksi
9.2 Fraksi
9.3
Fraksi 9.4
Struktur Kimia
Senyawa Alkaloid Rf 0,14
Berat 0,37 g IC
50
51,157 ppm Fraksi
9.5 Uji Fitokimia
16,93 g Ekstrak n-Heksana
Fraksi 9
Gambar 3.2 Diagram pemurnian ekstrak hasil partisi buah bawang hutan
58
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Tanaman
Buah tumbuhan bawang hutan yang diteliti berasal dari Kebun Raya Samarinda Propinsi Kalimantan Timur dan dideterminasi oleh Laboratorium
Herbarium Bogariense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI Cibinong dan dinyatakan sebagai Scorodocarpus borneensis Becc, suku dari Olacaceae Lampiran 8.
4.2 Pembuatan Ekstrak Etanol dan Partisi
Sampel buah bawang hutan sebanyak 500 g dimaserasi menggunakan 1 L etanol, didiamkan selama 24 jam dilakukan 7 kali sampai maserasi tidak
memberikan perubahan warna. Selanjutnya sampel yang telah dimaserasi tersebut disaring, sehingga diperoleh ekstrak etanol, yang kemudian dipekatkan menggunakan
rotavapor. Ekstrak etanol pekat yang diperoleh berwarna kuning kecoklatan, dengan berat ekstrak sebesar 39,62 g 7,924. Ekstrak etanol pekat dipartisi dengan air : n-
heksana = 1:1, dan fasa air dipartisi kembali dengan etil asetat. Hasil bobot sampel ekstrak etanol yang dipartisi tersebut menghasilkan tiga ekstrak ekstrak n-heksana,
etil asetat, dan air yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil bobot sampel yang dipartisi
Fraksi Berat Ekstrak g
Bobot , bb
Ekstrak n-heksana 16.93
3.386 Etil asetat
1.22 0.244
Air 11.96
2.392 Dari hasil Tabel 4.1 diperoleh bobot tertinggi pada ekstrak n-heksana hal ini
berarti metabolit sekunder paling dominan berada pada fraksi non polar dan berarti senyawa-senyawa yang dominan jumlahnya adalah senyawa-senyawa non polar.