37
Gambar 2.18 Struktur kimia a Diphenylpicrylhydrazyl radikal bebas b Diphenylpicrylhydrazyl
tereduksi Molyneux, 2004 Ketika larutan DPPH dicampur dengan bahan yang dapat memberikan sebuah
atom hidrogen, molekul ini akan mereduksi DPPH sehingga intensitas warna ungu akan menjadi berkurang Molyneux, 2004. Dengan ringkasan reaksinya yaitu :
Z + AH ZH + A
Dimana : Z
= Radikal DPPH AH
= Molekul donor ZH = Bentuk tereduksi dari DPPH
A = Radikal bebas yang terbentuk
Penapisan screening obat antikanker biasanya didahului dengan penapisan aktivitas antioksidan dari suatu senyawa. Hirota dkk 2000 telah menggunakan
aktivitas DPPH radical-scavenging untuk uji pendahuluan senyawa yang berasal dari miso sebelum diuji aktivitas antiproliferatif-nya Hirota dkk, 2000.
2.6 Obat Antikanker
Pencarian obat antikanker baru memainkan peranan yang sangat penting tidak hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan obat, tetapi juga oleh banyak organisasi
pemerintahan. Tingkat kematian yang disebabkan oleh kanker cenderung meningkat diperkirakan dari sekitar 9 juta kematian pada tahun 2015 menjadi sekitar 11,4 juta
38
kematian pada tahun 2030. Oleh karena itu, obat-obatan kanker baru yang lebih efektif sangat diperlukan Saiz-Urra, 2009. Penggunaan obat anti kanker dimulai
tahun 1946 dengan ditemukannya mustar nitrogen untuk mengobati leukimia. Jenis pengobatan kanker salah satunya dengan memberikan obat
–obat pembunuh sel kankersitostatika kemoterapi. Tujuan utama kemoterapi kanker adalah merusak
secara selektif sel tumor yang berbahaya tanpa mengganggu sel normal. Obat antikanker dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Untuk lebih jelas
tentang penggolongan obat antikanker dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Obat antikanker dan penggolongannya Mulyadi, 1997
Golongan Sub golongan
Obat
1. Senyawa pengalkil
Mustar nitrogen Mekloroetamin, Siklofostamid, Melfalan,
Klorambusil, Mustarurasil. Etilenimin
Trietilenmelamin TEM, Trietilentiofosforamid Tio-TEPA.
Ester asam sulfonat Busulfan, Mileran, Dimetilmileran.
Epoksid Diepoksibutan, Epodil, Eponate.
2. Anti Sejenis purin
6-Merkaptopurin, 6-Tioguanin. metabolit
Sejenis pirimidin Sitaribin, 5-Fluorourasil, 6-Azauridin.
Sejenis folat Metotraksat.
Antagonis asam amino
Alanin, Selenilalanin, Fenilselenilalanin. Antagonis vitamin
Isoriboflavin, Deoksipiridoksin. 3. Antibiotik
Daktinomisin, Mitomisin,Daunorubisin, Daksorubisin, Mitramisin, Bleomisin.
4. Hormon Estrogen
Dietilstilbestrol, Etinilestradiol. Antiestrogen
Tamoksifen. Androgen
Testosteron propionat, Fluoksimesteron. Progestin
Hidroksi progesteron kaproat. Adrenokertikosteroid
Prednison. 5. Macam-
macam Hidroksiurea, Prokarbazin,
L-Asparaginase, Vinkristin, Vinblastin. Ditinjau dari siklus sel obat antikanker dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis. Pertama obat yang kerjanya memperlihatkan toksisitas selektif terhadap sel yang sedang berproliferasi. Kelompok ini disebut kelompok cell cycle-specific CCS.
39
Kelompok obat CCS adalah vinkristin, vinblastin, sitarabin, fluorourasil, azositidin, bleomisin, merkaptopurin, tioguanin, hidroksiurea dan metotreksat. Kelompok kedua
adalah kelompok cell cycle-nonspecific CCNS. Kelompok obat CCNS adalah mekloroetamin, siklofosfamid, melfalan, busulfan, tiotepa, karmustin, lomustin,
semustin, mitomisin, daktomisin, deoksorubisin, daunorubisin. Dan Tabel 2.4 berikut merupakan beberapa merk obat antikanker yang sudah
dijual dipasaran secara komersil beserta fungsinya National Cancer Institute, 2003. Tabel 2.4 Beberapa obat antikanker yang dijual secara komersial NCI, 2003
No Obat
Merk obat Fungsi
1 Asparaginase Erwinia
Chrysanthemi Erwinaze
LMA 2
Chlorambucil Ambochlorin, Amboclorin,
Leukeran, dan Linfolizin LLK
3 Clofarabine
Clofarex, dan Clolar LLA
4 Cytarabine
Cytosar-U, dan Tarabine PFS LLA, LMA, dan
LMK 5
Cyclophosphamide Clafen, Cytoxan, Neosar, dan
Chlorambucil Clafen LLA, LMA, dan
LLA, LMK 6
Daunorubicin Hydrochloride
Cerubidine, dan Rubidomycin LLA, dan LMA
7 Doxorubicin
Hydrochloride Adriamycin PFS, dan
Adriamycin RDF, LLA, dan LMA
8 Methotrexate
Abitrexate , Folex, Folex PFS, Mexate, dan Mexate-AQ
LLA 9
Vincristine Sulfate Vincasar PFS, dan Vincasar
PFS LLA, dan LMA
10 Ponatinib Hydrochloride
Iclusig LMK
Untuk menentukan suatu bahan alami atau sintetis yang dapat digunakan sebagai antikanker, terdapat beberapa istilah yang harus diperhatikan yaitu
berdasarkan efek biologi dari suatu senyawa terhadap sel yang dicobakan yaitu sitotoksik, anti tumor, dan anti kanker Suffness dan Pezzuto, 1991; Bulan, 2002.
40 Sitotoksik adalah toksik terhadap sel dalam jaringan. Sifat ini dapat dibedakan
menjadi sitostatik dan sitosidal. Sitotoksik yaitu menghentikan pertumbuhan sel yang sering sekali reversible dan sitosidal yaitu pembunuhan terhadap sel.
Antitumor yaitu efektif terhadap suatu model sistem tumor secara in vivo. Antikanker yaitu efektif dalam suatu percobaan terhadap suatu penyakit pada
manusia. Sedangkan untuk menetapkan suatu senyawa bersifat antikanker dilakukan
beberapa tahap penelitian yaitu uji sifat farmakologi dan aktivitas terhadap berbagai sel penapisan awal adalah untuk menentukan tosisitas suatu senyawa. Uji
toksikologi pra klinis dan farmakologi pada hewan percobaan untuk menentukan sifat anti tumor suatu senyawa, dan uji coba klinik pada manusia untuk menetapkan suatu
senyawa sebagai obat antikanker. Penentuan sifat toksisitas suatu senyawa dilakukan dengan uji sifat
farmakologi dan aktivitasnya terhadap berbagai sel secara in vitro atau in vivo. Sel –
sel yang digunakan antara lain sel P388 sel limfositis yang berasal dari kanker pada tikus, lini sel L
1210
sel yang diisolasi dari limfa tikus, sel hela sel yang berasal dari kanker leher rahim manusia, sel KB nasopharynx carsinoma, sel sarcoma 180 A,
sel walker 256 Itokawa dan Takeya, 1993; Bulan, 2002. Bagaimanapun juga, berbagai macam lini sel leukimia lebih sering digunakan
untuk mengelusidasi mekanisme apoptosis. Hal ini terjadi karena obat-obatan antikanker maupun reagen sitotoksik lebih efektif terhadap kanker leukemia daripada
penyakit kanker lainnya. Contoh lini sel leukemia lainnya yang sering digunakan adalah lini sel promyelocytic HL-60 serta lini sel Jurkat T Zhang dkk, 2008.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Eagle dan Foley 1958 sel kanker yang dibiakkan dalam kultur jaringan secara in vitro dapat digunakan sebagai alat
penapisan awal untuk mendeteksi sifat anti tumor suatu zat. Toplin pada tahun 1959 menyusun prosedur kultur jaringan untuk program penapisan zat anti kanker secara
besar –besaran dan dengan prosedur tersebut telah berhasil menguji aktivitas senyawa
41
anti tumor sebanyak 17.000 jenis senyawa hasil fermentasi. Sel yang digunakan dalam kultur jaringan tersebut adalah sel hela.
Hasil pengujian yang diperoleh dibandingkan dengan pengujian secara in vivo pada tikus yang telah diinokulasi dengan tumor. Ada korelasi sebesar 70 antara
aktivitas anti tumor pada kultur jaringan dengan aktivitas pada tikus yang diinokulasi dengan tumor. Namun ada beberapa pengecualian yaitu ada zat yang sangat aktif
pada kultur jaringan tetapi tidak aktif pada tikus percobaan dan sebaliknya ada zat yang aktif pada tikus percobaan tetapi tidak aktif pada kultur jaringan dengan tingkat
konsentrasi yang sama. Maka dari kedua sistem tersebut dapat disimpulkan bahwa in vitro dan in vivo bersifat saling melengkapi.
Sejak tahun 1955 –1975 lembaga kanker nasional Amerika NCI, National
Cancer Institute menggunakan lini sel L
1210
untuk penapisan awal zat anti kanker, zat
–zat yang aktif terhadap lini sel L
1210
kemudian di uji secara in vivo pada tikus yang diinokulasi dengan tumor. Program penapisan yang dilakukan NCI berhasil
menguji aktivitas 40.000 senyawa. Senyawa yang menunjukkan aktivitas terhadap lini sel L
1210
diuji lebih lanjut terhadap suatu panel uji sel tumor tikus sebelum dilakukan uji klinik. Selanjutnya NCI menggunakan suatu desain dalam penapisan
awal untuk mendeteksi aktivitas suatu zat anti tumor berdasarkan model seleksi dari beberapa tumor padat pada tikus.
Hasil seleksi yang dilakukan menghasilkan sel P388 digunakan sebagai uji penapisan awal, karena sel ini sangat sensitif terhadap bermacam golongan senyawa
dan banyak sekali senyawa –senyawa yang menunjukkan aktivitas terhadap sel P388.
setelah diketahui bahwa suatu zat aktif pada penapisan awal maka diuji lebih lanjut terhadap sel kanker yang lebih spesifik yaitu suatu panel uji sel tumor tikus baik
secara in vitro maupun secara in vivo dan selanjutnya di uji lagi dengan sel xenograft tumor manusia. Sel tumor tikus yang biasa digunakan untuk panel uji tersebut adalah
lini sel L
1210
, sel Melanoma B16, sel tumor payudara CDFI, sel kanker paru –paru, dan
sel tumor usus. Sedangkan sel xenograft tumor manusia digunakan sel tumor usus
42
besar CX-1, sel tumor paru –paru LX-1, sel tumor payudara MX-1 Suffnes dan
Pezzuto, 1991. Penentuan dapat atau tidaknya suatu zat dikembangkan sebagai obat anti
kanker didasarkan pada sifat toksisitasnya. NCI telah menetapkan kriteria aktivitas berdasarkan nilai Inhibisy Concentartion 50 IC
50
yaitu konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan sel sebesar 50. Suatu zat disebut bersifat
sitotoksik bila aktivitas terhadap sel uji mempunyai nilai IC
50
20 gmL untuk
suatu ekstrak, dan nilai IC
50
4 gmL untuk senyawa murni Suffnes dan Pezzuto,
1991. Selain IC
50
untuk menentukan sifat sitotoksik suatu zat digunakan juga ukuran lain yaitu ED
50
yaitu dosis yang efektif untuk menghambat pertumbuhan sel sebesar 50. Setelah lolos dari uji penapisan awal selanjutnya dilakukan uji toksikologi pra
klinis dan farmakologis melalui pengujian secara in vivo dengan beberapa sistem tumor hewan yang dapat di transplantasikan dan telah ditentukan sifat
–sifatnya pada hewan percobaan.
Kriteria yang ditetapkan pada hewan percobaan adalah berdasarkan nilai LD
50
mgKg yaitu dosis yang dapat menyebabkan kematian hewan percobaan sebesar 50. Senyawa yang memberikan harapan yaitu senyawa yang tidak mempunyai
toksisitas berlebihan dilanjutkan ke uji coba klinik fase I yaitu penelitian jaringan tempat efek toksik dan farmakologinya pada pasien kanker stadium lanjut.
Konsentrasi awal yang dianggap aman untuk digunakan pada manusia adalah konsentrasi dengan nilai LD
10
pada hewan percobaan. Seterusnya dilakukan uji coba klinik fase II untuk menentukan jenis tumor tempat zat ini bermanfaat dan
selanjutnya dilakukan uji coba klinik fase III untuk membandingkan zat tersebut dengan terapi standar terbaik. Untuk zat yang telah dinyatakan memenuhi standar
tersebut diberi izin oleh Food and Drug Administration FDA untuk digunakan sebagai obat. Obat anti kanker yang ideal akan membasmi sel kanker tanpa
merugikan jaringan normal Salmon dan Sartorelli, 1989.
43
2.7 Metode Penentuan Struktur Kimia