Secara lebih spesifik, emotion coaching berkorelasi negatif dengan derogatory parenting dan berkorelasi positif dengan scaffollding praising parent
behavior.
II. C. 2. Definisi Parental Emotional Coaching
Menurut Gottman 1996 emotional coaching mencakup lima komponen, yaitu:
1. Aspek pertama yaitu menyadari munculnya emosi anak, bahkan jika emosi
tersebut hanya memiliki intensitas yang rendah. Hal ini membuat orangtua memungkinkan untuk mengenali tanda-tanda awal dari kesedihan dan
kemarahan anak dan mengaitkannya dengan emosi negatif yang pernah
terjadi, sebelum mulai meningkat ke intensitas yang tinggi.
2. Emotion coaching parent memandang emosi-emosi negatif dari anak
merupakan suatu kesempatan untuk melakukan keakraban dan pengajaran kepada anak. Orangtua ini memandang kesedihan, sebagai informasi
penting dan suatu isyarat bahwa sesuatu telah salah dan menggunakan ekspresi dari anak mereka ini untuk sebagai cara untuk membuat
hubungan dengan mereka. Contohnya, orangtua memberi skor yang tinggi pada variabel perasaan dekat dengan anak-anak mereka saat mereka
merasa sedih Gottman et al., 1997.
3. Komponen yang bertujuan untuk memvalidasi atau berempati pada emosi
negatif anak. Hal ini mencakup komunikasi dengan anak bahwa merupakan sesuatu yang wajar apabila mengalami emosi negatif pada
situasi yang tidak menyenangkan.
Universitas Sumatera Utara
4. Emotional coaching parents membantu anak memberi label terhadap
emosi negatif. Yaitu, orangtua membantu anak untuk menempatkan perasaan mereka ke dalam kata-kata yang dapat meningkatkan
pemahaman mereka dari pengalaman emosi yang pernah mereka alami.. 5.
Komponen dari emotion coaching mengacu pada pemecahan masalah anak. Hal-hal ini bisa mencakup membuat batasan waktu sebagai contoh,
“Ok jika kamu marah, namun kamu tidak boleh memukul adikmu, mengambarkan perilaku yang tepat, dan membantu anak untuk
memperjelas tujuan dan strategi-strategi untuk mencapainya. Berdasarkan pada penjelasan diatas bahwa dapat disimpulkan bahwa
emotional coaching terdiri dari lima komponen. Komponen tersebut dimulai pada saat orangtua mulai menyadari emosi anak muncul, emosi negatif yang muncul
tersebut dianggap sebagai media pembelajaran bagi anak dan sarana orangtua untuk memiliki hubungan yang lebih dekat dengan anak mereka. Selain itu,
bagaimana orangtua bisa memastikan dan berempati terhadap emosi negatif yang dialami oleh anak, membantu anak memberikan label terhadap emosi negatif yang
sedang dialami anak sehingga akhirnya bisa mencari pemecahan masalah terhadap emosi negatif yang sedang dialami anak. Namun, dalam penelitian ini juga
memasukan emosi gembira atau senang dari emosi dasar manusia selain dari emosi-emosi negatif yaitu marah, cemburu, kecewa, dan takut.
Universitas Sumatera Utara
II. C. 3. Kecenderungan reaksi orangtua dalam menghadapi emosi negatif anak berdasarkan teori Gottman
Gottman DeClaire 1998 menjelaskan bahwa ada empat gaya pengasuhan yang berkaitan dengan reaksi orangtua dalam menghadapi emosi
negatif anak, yaitu orangtua yang mengabaikan dimissing style, tidak menyetujui disaproving style, membebaskan laissez-faire, dan pelatih emosi the emotion
coaching style. Umumnya orangtua lebih dominan pada satu gaya. Namun demikian, penggunaan gaya lain dapat terjadi sesekali. Berikut penjelasan dari
empat gaya tersebut Gottman DeClaire, 1998; Gottman Talaris Institute, 2004:
1. Orangtua yang mengabaikan dimissing style
Orangtua yang mengabaikan emosi negatif anak didasari oleh keyakinan emosi negatif adalah sesuatu yang tidak perlu atau justru
berbahaya, dan perlu dihindari. Akibatnya, mereka menghindari emosi-
emosi tersebut, berusaha “memperbaiki” perasaan anak, atau berupaya mengalihkan mereka dari perasaan tersebut. Mereka
berpendap at tidaklah sehat “menyimpan” emosi berlama-lama. Bila
mereka terlibat dalam penyelesaian masalah dengan anak-anak mereka, mereka memusatkan perhatian pada yang dibutuhkan untuk
“mengatasi” emosi, bukan pada emosi itu sendiri. Sebagian dari orangtua yang mengabaikan emosi negatif anak
cenderung meremehkan perasaan anak karena anak-anak dalam pandangan mereka “hanyalah anak-anak”. Mereka berpandangan
bahwa kesedihankekecewaan anak misalnya kesedihan atas mainan
Universitas Sumatera Utara
yang rusak atau masalah di tempat bermain ad alah “hal-hal kecil”,
terutama bila dibandingkan dengan kecemasan-kecemasan orang dewasa mengenai hal-hal seperti kehilangan pekerjaan. Hal ini bukan
mengisyaratkan bahwa setiap orangtua yang mengabaikan tidak mempunyai kepekaan. Pada kenyataannya, banyak yang merasa sangat
akrab dan melindungi mereka. Dengan orangtua yang cenderung mengabaikan emosi negatif, anak
dapat merasa, seringkali diabaikan ketika ia merasakan emosi yang kuat. Anak belajar untuk percaya bahwa emosi seperti sedih atau
marah adalah sesuatu yang buruk dan perlu diperbaiki segera. Anak tidak belajar bagaimana mengatasi emosi, dan dapat mengalami
kesulitan untuk itu ketika ia mengalami kekecewaan. 2.
Orangtua yang tidak menyetujui disapproving style Orangtua semacam ini mempunyai banyak persamaan dengan orangtua
yang mengabaikan emosi-emosi anaknya, dengan beberapa perbedaan; secara mencolok orangtua tersebut kritis dan tidak berempati saat anak
mengambarkan pengalaman-pengalaman emosional. Mereka bukan sekedar mengabaikan, menyangkal, atau meremehkan emosi-emosi
negatif anak, mereka tidak menyetujuinya. Hal ini dilandasi keyakinan bahwa emosi-emosi negatif adalah hal yang tidak dapat diterima dan
dapat dikontrol. Sehingga, jangankan memahami emosi anak, orangtua justru memberikan disiplin atau menghukum anak karena emosi yang
mereka rasakan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang dibesarkan oleh orangtua yang cenderung menolak maka akan mengalami kesulitan dalam
menyakini penilaian mereka sendiri, tumbuh dengan perasaan “ada sesuatu yang sa
lah” pada diri mereka, cenderung memiliki harga diri yang rendah, mengalami kesulitan dalam melakukan regulasi emosi,
mengalami kesulitan berkonsentrasi, belajar, dan bersosialisasi dengan anak lain.
3. Orangtua laissez faire
Orangtua yang menerima emosi anak, bersedia menerima tanpa syarat perasaan-perasaan apa saja yang diungkapkan anak mereka. Orangtua
seperti ini penuh empati terhadap anak dan mereka memberitahukan anak-anak mereka bahwa apapun yang mereka alami, orangtua
memperbolehkannya. Tetapi, orangtua tidak memberikan bimbingan kepada anak mereka tentang bagaimana mengatasi emosi-emosi
negatif. Orangtua
menginginkan agar
anak mengetahui
bahwa mengekspresikan emosi adalah suatu hal yang positif, dan apapun
tingkah laku yang ditunjukkan anak mereka akan selalu dicintai. Terkait emosi negatif, orangtua cenderung melihat amarah dan
kesedihan sebagai suatu masalah “melepaskan uap”, membiarkan anak mengungkapkan emosi-emosinya, maka pekerjaan sebagai orangtua
telah selesai. Kesadaran tentang bagaimana menolong anak-anak untuk belajar dari pengalaman emosional tergolong rendah. Karenanya,
mereka tidak mengajarkan bagaimana memecahkan masalah kepada
Universitas Sumatera Utara
anak dan banyak yang merasa kesulitan menentukan batas-batas tentang tingkah laku.
Pada dasarnya, pendekatan ini baik dalam beberapa hal, tetapi tidak cukup adekuat untuk membantu perkembangan emosional bagi anak.
Dengan orangtua laissez-faire, anak dapat merasa cukup nyaman untuk mengekspresikan perasaaanya. Akan tetapi, tanpa adanya batasan akan
perilaku maupun bimbingan untuk mengatasi emosi, anak tidak belajar untuk mengatasi emosi dengan cara yang tepat. Dampaknya, anak
kurang memiliki kemampuan untuk menenangkan diri ketika mengalami emosi negatif, mengalami kesulitan untuk menangkap
isyarat-isyarat sosial, sehingga dapat lebih sulit untuk menjalin atau mempertahankan hubungan pertemanan.
4. Pelatih emosi the emotion coaching style
Dalam beberapa segi, para orangtua pelatih emosi tidaklah berbeda dengan orangtua laissez-faire. Kedua kelompok tampaknya menerima
perasaan anak mereka tanpa syarat. Tidak satupun dari kedua kelompok ini mencoba mengabaikan atau menyangkal perasaan anak
mereka. Namun, ada perbedaan-perbedaan penting antara kedua kelompok, antara lain para orangtua pelatih emosi berfungsi sebagai
pemandu anak ketika anak mengalami pengalaman emosional. Mereka tidak hanya menerima emosi anak, tapi juga memberi batasan-batasan
terhadap tingkah laku yang tidak tepat, mengajar anak dalam mengatur perasaan, menemukan ungkapan-ungkapan yang tepat untuk perasaan
mereka dan memecahkan masalah.
Universitas Sumatera Utara
Dengan dibesarkan oleh orangtua yang melatih emosi, anak merasa dihargai dan diberikan rasa nyaman ketika seluruh emosi dirasakannya
diterima. Pada saat yang bersamaan, anak belajar bahwa ada batasan- batasan ketika emosi dirasakan begitu kuat. Anak menerima empati
ketika ia marah atau kecewa dan bimbingan untuk mengatasi emosi. Selain itu, anak belajar untuk menghargai perasaannya dan
memecahkan masalah.
II. D. Parental Emotional Coaching Untuk Meningkatkan Kemampuan