hearing aids. Selain itu Salim dalam Somantri, 2007 juga menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian
hard of hearing maupun seluruhnya deaf yang menyebabkan pendengarannya tidak berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
II. B. 2. Klasifikasi tunarungu
Menurut Somantri 2007 klasifikasi tunarungu dibagi menjadi dua, yaitu secara etiologis dan menurut tarafnya:
a. Klasifikasi secara etiologis
Yaitu pembagian yang berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu:
1. Sebelum dilahirkan
a Salah satu atau kedua orang tua menderita tunarungu atau
mempunyai gel sel pembawa sifat abnormal, misalnya dominan gen, resesif gen, dan lain-lain.
b Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu
penyakit terutama penyakit-penyakit yang diderita saat-saat
Universitas Sumatera Utara
kehamilan tri semester pertama, yaitu pada saat pembentuka ruang telinga. Penyakit itu adalah rubella, moribili, dan lain-lain.
c Karena keracunan obat-obatan, pada suatu kehamilan ibu
meminum obat-obatan terlau banyak, ibu seorang pencandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya, sehingga
dia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.
2. Saat kelahiran a
Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan.
b Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.
3. Setelah kelahiran post natal a
Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak meningitis atau infeksi umum, seperti difteri, morbili, dan lain-
lain. b
Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak. c
Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran
bagian dalam, misalnya jatuh. b. Klasifikasi menurut tarafnya
Menurut Heward 1995 ada beberapa tingkatan dari kerusakan pendengaran dan berbagai pengaruhnya pada anak. Tidak ada dua anak yang
benar-benar memiliki pola pendengaran yang sama. Anak-anak mendengar suara dengan derajat kejelasan yang berbeda dan anak yang memiliki kemampuan
Universitas Sumatera Utara
mendengar sama bervariasi dari hari ke hari. Beberapa tingkatan dari kerusakan pendengaran adalah sebagai berikut:
a. Gangguan pendengaran lebih ringan 27-40 dB
Anak dengan gangguan pendengaran slight loss bisa memiliki kesulitan mendengar samar-samar atau pidato yang jauh dan anak-anak ini biasanya
tidak memiliki kesulitan dalam situasi sosial. b.
Gangguan pendengaran ringan 41-55 dB Anak dengan gangguan pendengaran ringan masih bisa memahami
percakapan dengan jarak 3-5 kaki face to face dan bisa kehilangan sekitar 50 diskusi di kelas jika suaranya samar-samar atau tidak sejajar
dengan garis penglihatan. Bisa memiliki keterbatasan kosakata dan ketidakteraturan dalam berbicara.
c. Gangguan pendengaran sedang 56-70 dB
Anak yang mengalami gangguan pendengaran sedang hanya bisa mengerti percakapan dengan suara keras, kesulita dalam diskusi kelompok semakin
meningkat, berkemungkinan adanya gangguan berbicara, kesulitan dalam penggunaan pemahaman bahasa dan berkemungkinan memiliki kosakata
yang terbatas. d.
Gangguan pendengaran berat 71-90dB Anak yang mengalami gangguan pendengaran berat hanya bisa mendengar
suara dengan jarak 1 kaki dari telinga mereka dan mampu untuk mengidentifikasi suara-suara pada lingkungan, mampu untuk membedakan
huruf hidup tetapi tidak dengan konsonan huruf mati. Kemampuan berbahasa dan berbicara bisa mengalami gangguan atau penurunan dan
Universitas Sumatera Utara
tidak bisa berkembang secara spontan jika kehilangan pendengaran dimulai pada sebelum usia 1 tahun.
e. Gangguan pendengaran sangat berat 91 dB atau lebih
Pada anak yang mengalami gangguan pendengaran pada tahap sangat berat, mereka bisa mendengar beberapa suara keras tetapi lebih
menggunakan sensasi getaran dibandingkan dengan gaya suara. Lebih menekankan pada penglihatan dibandingkan dengan pendengaran untuk
berkomunikasi. Kemampuan berbahasa dan berbicara berkemungkinan besar mengalami kerusakan dan kemampuan ini tidak berkembang secara
spontan jika kehilangan pendengaran pada masa prelingual. Dwidjokusumo dalam Somantri, 2007 mengemukakan klasifikasi
menurut taraf dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tingkat I, Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB,
penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
b. Tingkat II, Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB,
penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan
latihan berbahasa secara khusus. c.
Tingkat III, Kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB. d.
Tingkat IV, Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Universitas Sumatera Utara
Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara, mendengar berbahasa,
dan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III dan IV pada hakekatnya memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
II. B. 3. Sejarah perkembangan tunarungu Wouk 2011 menyatakan bahwa pada beberapa tahun awalnya, orang-
orang yang menderita tunarungu memiliki kehidupan yang terisolasi, terpisah dari kehidupan sehari. Sekarang hal ini tidak sepenuhnya benar. Saat para peneliti
menemukan berbagai cara yang berbeda untuk menentukan masalah pendengaran, mereka juga memiliki cara untuk memperbaikinya. Pada tahun 1995, pemenang
dari Miss America merupakan seorang yang mengalami kehilangan pendengaran semenjak bayi. Untuk pertama kalinya dalam 75 tahun sejarah miss Amerika
dimenangkan oleh seorang yang menderita kecacatan. Setelah beberapa abad lamanya orang tunarungu mengalami diskriminasi yang mengerikan. Lebih dari
2000 tahun yang lalu, fisuf yunani yaitu Aristoteles dan Plato menyatakan bahwa orang tunarungu tidak bisa mendapatkan pengajaran dan pada zaman romawi
kuno seorang tunarungu tidak mendapatkan hak penuh sebagai seorang warga negara.
Pada abad ke 16 hingga 17 tepatnya pada tahun sekitar tahun 1500 an. Seorang doktor berkebangsaan Itali dan seorang ahli matematika yang bernama
Girolamo Cardano menjadi tertarik terhadap ketulian karena anak tertuanya tidak bisa mendengar pada salah satu telinganya. Cardano melakukan eksperimen
Universitas Sumatera Utara
dengan serangkaan gambar yang diajarkan sehingga bisa mengajar orang yang tuli. Dia menyebut sebagai kode-kode images visual sehingga Cardano menjadi
orang pertama yang menyatakan bahwa Plato dan Aristoteles salah karena orang tunarungu bisa diajar. Sekitar 1 abad kemudian, doktor berkebangsaan Ingris yang
bernama John Buwler sepakat dengan Cardano. Buwler mengajarkan orang berkomunikasi dengan menggunakan tangan mereka. Dia mengajarkan orang
tunarungu menggunakan untuk pergerakan tangan untuk mengekspresikan pikiran mereka. Dia menyarankan bahasa tanda alphabet. Perbedaan pergerakan tangan
dan jari bisa menunjukan huruf-huruf. Dengan perpindahan tangan ini, orang tunarungu bisa menghasilkan kata-kata.
Pada tahun 1980 an, Alexander Graham Bell, penemu telepon, adalah salah satu dari orang yang percaya bersuara akan lebih baik daripada bahasa
isyarat. Tunarungu sudah menjadi bagian dari dirinya semenjak dia masih kecil karena memiliki ibu yang tuli, dan sebagai anak dia berbicara dengan bahasa
isyarat tetapi semenjak dia mengajar pada anak tunarungu dan menikahi salah seorang muridnya maka Bell dan yang lain percaya bahwa jika hanya
menggunakan bahasa isyarat maka akan menghambat seseorang berkomunikasi hanya dengan orang yang tunarungu. Dengan belajar bersuara, maka orang
tunarungu bisa berbicara dengan setiap orang sehingga pada tahun 1880, para pendidik anak tunarungu mengadakan sebuah pertemuan dunia. Mereka
memutuskan unruk menghentikan untuk mengajarkan bahasa isyarat dan hanya mengajarkan mereka bersuara.
Pada abad 20-an, sekolah hanya membantu orang tunarungu untuk berkomunikasi namun tidak melakukan apapun untuk meningkatkan kekurangan
Universitas Sumatera Utara
fisik mereka. Hal ini berlangsung sampai abad 20 dan kemudian terjadi perubahan. Selama bertahun-tahun mulai ada beberapa cara tradisional untuk
menyembukan ketulian dan sebagian besar dari cara tersebut tidak masuk akal seperti meletakan ranting di telinga dari pagi hingga malam hari. Selain itu, ada
juga dengan memakan lada sehingga mereka bersin dengan anggapan bersin akan menyembuhkan ketulian. Salah satu metode tertua adalah candling
dengan cara meletakan lilin di dekat telinga mereka untuk menarik kotoran telinga.
Setelah abad 20, para penemu menemukan alat untuk membuat suara lebih terdengar keras semacam terompet di telinga yang diadaptasi dari penemuan
telepon dari Alexander Graham Bell. Selanjutnya dengan bentuk yang lebih kecil, terdiri dari mikrophone kecil yang bisa meningkat suara dan membuat
suaranya terdengar lebih keras. Namun, hal ini hanya efektif dalam ruangan yang tenang, namun tidak membantu saat seseorang berada di restoran yang ribut
karena segala sesuatunya termasuk latar suara yang bising juga ikut terdengar lebih keras sehingga banyak orang yang menyudahi memakai alat ini karena
alasan tersebut. Saat ini ada alat terbaru, yaitu alat bantu dengar digital yang terbuat dari komputer sangat kecil yang mengubah suara menjadi kepingan data.
Komputer tersebut tetap bisa menjaga agar latar suara bising tetap terdengar lebih pelan dan menghasilkan suara yang lebih pelan dibandingkan dari suara yang
terdekat. Alat bantu dengar digital lebih rumit dibandingkan dengan model yang terdahulu. Satu alat telah dirancang untuk kebutuhan pengguna tertentu, tetapi
alat bantu ini memiliki ukuran yang lebih kecil dan lebih cerdas, dan menggunakan power baterai yang lebih kecil dan jika ada kesalahan pada
Universitas Sumatera Utara
pengguna maka tidak perlu mengganti alat yang baru hanya dilakukan penyesuaian.
Dillon dalam Dornan, 2010 menyatakan bahwa alat bantu dengar terdiri dari suatu microphone yang mengubah suara kedalam elektro, suatu cetakan
telinga yang mengubah suara kedalam telinga, suatu pengeras suara untuk meningkatkan kekuatan dari sinyal elektrik, suatu miniatur loudspeaker,
sepasang alat untuk memperkuat suara kedalam terusan telinga dan sebuah baterai. Alat bantu dibelakang telinga Behind Ear Aid adalah alat bantu dengar
yang paling sesuai untuk anak-anak dan alat bantu dengar yang sesuai secara bilateral direkomendasikan untuk anak-anak dengan bilateral hearing loss
American Academy of Audiology, 2004. Alat bantu dengar digital adalah alat yang menerima suara dan membuatnya menjadi digital atau gelombang suara
dibagi menjadi unit yang kecil, diskrit unit sebelum menjadi amplifikasi. Alat bantu dengar digital bisa diprogram dan disesuaikan pada lingkungan akustik
juataan waktu per detik. Teknologi digital juga membuat hal ini menjadi mungkin bagi clinician untuk menghasilkan program yang telah disesuaikan
untuk kesulitan mendengar pada orang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
II. B. 4. Perkembangan emosional anak tunarungu