Tabel Ringkasan Hasil Estimasi

provinsi namun dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian. Hal ini dapat menjelaskan peningkatan ketimpangan pendapatan seiring dengan keterbukaan perdagangan karena berdasarkan komposisi PDB Indonesia berdasarkan lapangan usaha periode 2009- 2013, kontribusi 58 provinsi yang sektor utamanya adalah pertanian ternyata kalah jauh kontribusinya dengan 15 provinsi yang sektor utamanya adalah industri pengolahan. Akan tetapi sesuai dengan gagasan Dollar 2009 bahwa ketimpangan pendapatan ini tidak meningkat secara terus menerus. Keterbukaan perdagangan yang lebih lanjut dengan akses pasar bebas dapat mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan. Keterbukaan perdagangan yang dimaksud ini mengacu pada paket kebijakan 21 November 1988 PAKNOV, karena paket tersebut disebut-sebut sebagai cikal bakal masuknya liberalisasi perdagangan di Indonesia. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan rangkaian kebijakan perdagangan pada bulan juni 1991, Juli 1992, Juni dan Oktober 1993, Juni 1994, Mei 1995 dan Juni 1996. Elemen-elemen utama dari paket- paket ini adalah suatu rangkaian dari penurunan-penurunan tarif, perubahan pengaturan perdagangan komoditas tertentu penghapusan dari NTBs, dan penyempurnaan dalam fasilitas-fasilitas perdagangan.

b. Pengaruh Variabel Lain terhadap Ketimpangan Pendapatan

Hasil estimasi model jangka panjang sebelum krisis ekonomi 1983-1997 dalam tabel 10 menunjukkan bahwa variabel laju pertumbuhan ekonomi GR tidak signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan. Hasil ini mendukung temuan Quah 2002 bahwa pertumbuhan ekonomi tidak memberikan pengaruh terhadap ketimpangan pendapatan. Berbeda dengan hasil estimasi ECM variabel GR jangka panjang sebelum krisis, estimasi ECM variabel GR jangka pendek sebelum krisis justru memiliki koefisien yang positif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pada taraf signifikansi 0.01. Koefisien laju pertumbuhan ekonomi yang bernilai 0.90 menunjukan bahwa kenaikan 1 laju pertumbuhan ekonomi menyebabkan meningkatnya tingkat ketimpangan sebesar 0.90. Hasil ini mendukung temuan Frank 2009 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat ketimpangan dan laju pertumbuhan ekonomi. Ini mengindikasikan bahwa di daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti Indonesia telah terjadi ketimpangan pendapatan yang juga tinggi. Salah satu faktor penyebab ketimpangan pendapatan antarwilayah di Indonesia adalah konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di wilayah tertentu. Wilayah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi cenderung tumbuh lebih pesat daripada wilayah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang rendah. Selain itu pemusatan pembangunan pada sektor tertentu yang potensial untuk menyumbang nilai tambah yang besar juga dapat menimbulkan