5. Birokratis
Pelayanan khususnya pelayanan perijinan pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. 6.
Kurang mau mendengar keluhan ataupun saran dari masyarakat Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan ataupun saran dari masyarakat. Akibatnya pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
1.5.3.3 Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan publik sering dilihat sebagai representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan kebutuhan faktual
masyarakat terhadap peranan pemerintah. Filosofi pelayanan publik adalah menempatkan rakyat sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan pemerintah
khususnya dalam hal pemberian pelayanan. Oleh sebab itu dalam konteks pelayanan publik, kepuasan masyarakat adalah objek utama dalam pencapaian tujuan organisasi
pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam paradigma New Public Service, secara teoritik
pelayanan publik yang ideal harus dapat bersifat responsive terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik. Selain itu pelayanan publik juga harus bersifat non
diskriminatif, yaitu pelayanan diberikan tanpa membedakan asal suku, ras, etnik,
agama, dan latar belakang kepartaian. Hal ini berarti setiap warga negara diperlakukan sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik dalam menerima
pelayanan selama memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Pelayanan publik dalam konteks paradigma New Public Service sebagai bagian
dari pelaksanaan reformasi birokrasi yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik menuju pelayanan prima sehingga diharapkan dapat terciptanya pelayanan
publik yang bermutu dan berkualitas. Kualitas merupakan aspek yang sangat penting dan mendukung segala sesuatu untuk menunjukkan dan membandingkan seberapa
baik atau buruk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Suatu pelayanan dikatakan baik atau berkualitas jika masyarakat
merasa bahwa kebutuhan atau kepentingannya dapat terpenuhi dan dapat merasa puas akan pelayanan tersebut.
Menurut W.E Deming dalam Sinambela.2008:43 kualitas diartikan sebagai perbaikan yang berkesinambungan; selain itu menurut Kaouru Ishikawa mengartikan
kualitas adalah produk yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan pelanggan. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, dapat diartikan bahwa segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan semuanya sudah terukur ketepatannya karena yang diberikan adalah yang berkualitas.
Menurut Alberth dan Zemke dalam Dwiyanto.2005:140 mengatakan kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem
pelayanan, Sumber Daya Manusia SDM pemberi layanan, strategi dan pelanggan.
Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Oleh karena itu, sebagai suatu kesatuan yang terorganisir dan
membentuk keutuhan sebagai sistem maka dalam sistem pelayanan publik perlu diperhatikan unsur-unsur dari pelayanan itu sendiri. Unsur-unsur dari pelayanan
publik terdiri dari; pedoman pelayanan publik, syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur buku panduan, media informasi terpadu yang saling
terkait. Dengan demikian, pelayanan publik dapat dikatakan berkualitas dan memiliki mutu yang prima apabila dalam pelaksanaannya berpedoman pada standar umum
pelayanan publik. Untuk menilai kualitas dari pelayanan publik digunakan penilaian yang
menggunakan indikator ganda yang mana dilihat dari aspek proses pelayanan dan aspek out-put atau hasil pelayanan. Berdasarkan indikator ini, maka Dwiyanto.
2005:150 menjabarkan tiga hal yang perlu diperhatikan guna memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Ketiga indikator tersebut adalah:
1. Pelayanan publik yang efisien
Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan yang terbaik antara input dan output. Apabila output dapat dicapai dengan input yang minimal, maka tingkat
efisiensi akan menjadi semakin baik. Dalam pelayanan publik, input yang dimaksudkan adalah berupa uang, tenaga, waktu, dan materi lain yang digunakan
untuk menghasilkan atau mencapai suatu output. Artinya, harga yang diberikan dalam pelayanan publik harus terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat.
Selain itu, masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik dalam waktu yang relatif singkat tanpa membutuhkan banyak tenaga. Sedangkan output yang dimaksudkan
adalah dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan pelanggan atau pengguna layanan.
Efisiensi dalam pelayanan publik, dapat dilihat dari sudut pandang pemberi layanan, dan dari sudut pandamg pengguna layanan. Dalam hal pelayanan publik,
pemberi layanan adalah aparatur pemerintah, sedangkan pengguna layanan adalah masyarakat. Aparatur pemerintah sebagai pemberi layanan harus mengusahakan agar
harga pelayanan murah dan tidak terjadi pemborosan Sumber Daya Publik. Selain itu, masyarakat sebagai pengguna pelayanan menghendaki pelayanan publik dapat
dicapai dengan biaya yang murah, waktu yang singkat, dan tidak banyak membuang energi.
Dalam meningkatkan aspek efisiensi dalam pelayanan publik, dilakukan dengan menggunakan tiga strategi, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi
teknologi. Pelaksanaan deregulasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, pertama menyederhanakan daftar pertanyaan dalam pengisian formulir untuk semua jenis
pelayanan publik. Kedua, mengumumkan secara terbuka semua persyaratan dan prosedur pelayanan agar masyarakat dapat mengakses dan mengetahui secara mudah
semua informasi yang diperlukan untuk memperoleh pelayanan. Ketiga, dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi internet sehingga tidak hanya sekedar
menampilkan data atau informasi saja, tetapi dapat melengkapinya dengan fasilitas
download untuk mendapatkan formulir yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan publik, sehingga masyarakat tidak perlu mendatangi tempat pelayanan
untuk mendapatkan formulir tetapi dapat langsung mencetaknya dari internet. Keempat, meningkatkan jasa pengantaran hasil suatu pelayanan publik ke alamat
pelangga dengan menggunakan dana APBD, atau dapat juga dibebankan kepada warga pengguna yang bersangkutan asalkan rasionalitas biaya pelayanan diumumkan
kepada publik secara rasional. Pengurangan biaya dalam meningkatkan efisiensi pelayanan publik dapat
dilakukan dengan mengurangi biaya pelayanan publik yang ditanggung masyarakat sebagai pengguna pelayanan dengan cara membebaskan biaya pelayanan yang
bersifat mendasar atau pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu penggunaan teknologi juga dapat diterapkan dalam meningkatan efisiensi. Inti dari
strategi ini adalah mengoptimalkan penggunaan teknologi komputer dan informasi dengan cara meningkatkan sistem database yang dapat mengaplikasikan proses
administrasi dan manajemen melalui sistem komputer online. Penggunaan sistem online pada pelayanan publik dapat digunakan tidak hanya untuk menampilkan
informasi penting mengenai proses pelayanan, melainkan juga dapat dioptimalkan agar dapat dilakukam pengisian formulir dalam pelaksanan pelayanan publik secara
online.
2. Pelayanan publik yang responsif
Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan
mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap organisasi khususnya organisasi pemerintahan terhadap harapan,
keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan masyarakat pengguna layanan. Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan agar
dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Oleh sebab itu, penyedia pelayanan publik harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan
warga pengguna, kemudian memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga tersebut.
Menurut Osborne dan Plastrik dalam Dwiyanto. 2005:156 mengatakan bahwa agar suatu organisasi pemerintahan lebih responsive terhadap masyarakat dalam
memberikan pelayanan, dapat dilakukan dengan menerapkan Citizen’s Charter kontrak pelayanan. Citizen’s Charter adalah suatu pendekatan dalam memberikan
pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat perhatian. Hal ini berarti bahwa kebutuhan dan kepentingan masyarakat sebagai
pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam proses pelayanan publik. Masyarakat sebagai penerima pelayanan dapat memberikan keluhan atau
pengaduan apabila mendapatkan pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan publik yang berlaku. Pengaduan dan keluhan dari masyarakat sebagai pengguna
pelayanan publik dapat dijadikan masukan bagi organisasi pemerintahan untuk terus membenahi pelayanan yang diberikannya agar tercipta pelayanan publik yang
berkualitas. 3.
Pelayanan publik yang non partisan Pelayanan publik yang non-partisipan adalah sistem pelayanan yang
memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status sosial ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan
sebagainya. Latar belakang pengguna pelayanan tidak boleh dijadikan pertimbangan dalam memberikan pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan publik harus berdasarkan
asas persamaan di depan hukum. Prinsip ini memberikan akses yang sama bagi semua warga negara di dalam menerima pelayanan publik.
Pelaksanaan pelayanan publik yang non-partisipan dapat dilihat dari indikator seperti adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan,
pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut, tidak diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan tertentu. Untuk
menyelenggarakan pelayanan publik yan non-prtisipan ini dapat dilakukan dengan memegang tiga prinsip dasar, yaitu pertama, prinsip atau asas kesamaan hukum yaitu
penyedia layanan harus memberikan akses yang sama bagi semua warga untuk memperoleh pelayanan publik. Kedua, menerapkan prinsip netralitas birokrasidi
dalam politik, yaitu dengan melarang semua PNS untuk menjadi anggota atau pengurus partai politik. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi konspirasi antara birokrat
dan partai politik. Ketiga, menerapkan kode etik birokrasi. Penerapan kode etik ini diantaranya adalah dengan memberikan sanksi kepada aparatur pemerintahan yang
melakukan praktik diskriminasi pelayanan publik. Pada dasarnya hakikat dari pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupalan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi negara. Guna mencapai pelayanan publik yang prima, maka dalam
memberikan pelayanan harus didasarkan pada standar pelayanan publik yang telah disahkan berdasarkan peraturan perundangan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan, adapun komponen standar pelayanan publik sekurang-kurangnya
adalah sebagai berikut: 1.
Dasar hukum Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi
pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa
pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan.
2. Sistem, mekanisme, dan prosedur
Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah
diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta harus memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna pelayanan publik.
3. Jangka waktu penyelesaian
Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang
efisien. Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standart waktu yang singkat.
4. Biayatarif
Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu biaya atau tarif yang yang diberikan
harus memiliki standart harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga
yang murah. 5.
Produk pelayanan Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai
pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa public good, public service dan administration service.
6. Sarana, prasarana, dan fasilitas
Keefektivan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasaran dalam proses pemberian pelayanan
serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat.
7. Kompetensi pelaksana
Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta kemampuan yang menyangkut sikap dan prilaku dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat. 8.
Penanganan pengaduan, saran, dan masukan Setiap organisasi pemerintahan harus memiliki sarana yang menampung
aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada
masyarakat. 9.
Jumlah pelaksana Organisasi pemerintahan memiliki pelaksana pelayanan yang memadai agar
dalam pelaksanaan pemberian pelayanan dapat berjalan efektif
1.5.4 Peranan Pemerintah dalam Pelayanan Publik