IV. PEMBAHASAN
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
100 200
300 400
500 600
Laju respirasi
mlkg.jam
Hari ke‐
CO ₂
O ₂
A. Laju Respirasi Buah Naga
Pengukuran laju respirasi buah naga dengan suhu yang berbeda dilakukan untuk mengetahui suhu optimal penyimpanan buah naga. Laju respirasi yang rendah biasanya diikuti dengan umur
simpan yang panjang. Pengukuran dilakukan dalam toples yang ditutup rapat dan disimpan pada suhu 10°C, 15°C dan suhu ruang.
Berat rata-rata buah naga yang digunakan dalam pengukuran laju respirasi ini adalah 0.346 kg dengan volume bebas dalam toples 2947.017 ml atau sebesar 89.3. Dari pengukuran, diperoleh
konsentrasi O ₂ dan CO₂ dalam interval waktu yang telah ditentukan di dalam toples.
Pada suhu 10°C laju produksi CO₂ dan konsumsi O₂ secara berturut-turut adalah 4.15 mlkg.jam dan 3.95 mlkg.jam serta dapat bertahan hingga hari ke-24. Pada suhu 15°C laju produksi
CO₂ dan konsumsi O₂ secara berturut-turut adalah 9.94 mlkg.jam dan 8.75 mlkg.jam serta dapat bertahan hingga hari ke-17. Pada suhu ruang laju produksi CO₂ dan konsumsi O₂ secara berturut-
turut adalah 16.72 mlkg.jam dan 16.72 mlkg.jam serta dapat bertahan hingga hari ke-6.
Semakin rendah suhu penyimpanan buah maka buah tersebut akan memiliki masa simpan yang lebih panjang. Tetapi hal ini dibatasi oleh adanya suhu aman penyimpanan agar buah tidak
mengalami chilling injury. Suhu di bawah 0°C tidak cocok untuk penyimpanan buah karena pada suhu tersebut air yang terkandung di dalam buah akan membeku. Ketika buah kemudian diletakkan
pada suhu ruang, air yang membeku akan mencair tetapi pori buah tetap membesar akibat pembekuan air sehingga menyebabkan kerusakan pada buah.
Perubahan laju produksi CO₂ dan laju konsumsi O₂ buah naga disajikan dengan grafik dalam Gambar 3-5 serta tabel Lampiran 1.
Gambar 3. Laju produksi CO₂ dan laju konsumsi O₂ buah naga pada suhu 10°C
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
100 200
300 400
Laju Respirasi
mlkg.jam
Hari ke‐
500 CO
₂ O
₂ Gambar 4. Laju produksi CO₂ dan laju konsumsi O₂ buah naga pada suhu 15°C
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
50 100
Laju Respirasi
mlkg.jam
Hari ke‐
150 CO
₂ O
₂ Gambar 5. Laju produksi CO₂ dan laju konsumsi O₂ buah naga pada suhu ruang
Dari grafik dapat dilihat bahwa pola laju respirasi buah naga pada suhu 10°C, 15°C dan suhu ruang memiliki pola yang hampir sama. Perbedaannya ada pada besarnya laju respirasi dan masa
simpan buah naga pada suhu tersebut. Semua grafik laju respirasi buah naga tidak menunjukkan adanya puncak klimakterik pada
saat pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa buah naga termasuk buah non klimakterik. Pada pasca panennya, buah dengan pola laju respirasi non klimakterik setelah dipetik tidak dapat dilakukan
pemeraman untuk mencapai masa kematangannya. Untuk itu diperlukan pemanenan pada tingkat kematangan optimum buah.
Terdapat sedikit perbedaan pola komsumsi O₂ dan porduksi CO₂ yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai RQ Respiratory Quotient. Nilai RQ merupakan perbandingan produksi CO₂
terhadap konsumsi O₂. RQ digunakan untuk menentukan sifat substrat yang digunakan dalam proses
respirasi, sejauh mana reaksi respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik atau anaerobik. Rata-rata laju produksi CO₂ dan laju konsumsi O₂ serta nilai RQ buah naga
pada suhu pengujian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata laju respirasi dan nilai RQ buah naga Suhu
Laju produksi CO₂ mlkg.jam
Laju produksi O₂ mlkg.jam
RQ 10°C 4.15
3.95 1.05
15°C 9.94 8.75
1.14 Suhu ruang
16.72 16.72
1.00 Nilai RQ pada suhu ruang sama dengan satu maka kemungkinan substrat utama yang
digunakan dalam respirasi adalah heksosa. Pada suhu 10°C dan suhu 15°C, RQ lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi adalah substrat yang mengandung
oksigen, yaitu asam-asam organik. Untuk respirasi zat ini diperlukan O₂ lebih sedikit untuk menghasilkan CO₂ yang sama. Sedangkan nilai RQ yang kurang dari satu menunjukkan ada
beberapa kemungkinan yaitu substratnya mempunyai perbandingan O₂ terhadap CO₂ yang lebih kecil terhadap heksosa, oksidasi belum tuntas, atau CO₂ yang dihasilkan digunakan untuk proses sintesis
lain seperti pembentukan asam malat dari piruvat dan CO₂ Pantastico, 1986.
Umur simpan buah naga berbeda-beda untuk setiap suhu yang diujikan. Parameter yang diperhatikan menggunakan pengamatan secara visual. Buah naga yang rusak memiliki warna kulit
buah yang lebih pucat, sisik buah layu, terdapat bercak kuning tanda awal kebusukan, dan agak keriput. Penampilan luar buah naga sangat menentukan minat konsumen dalam memilih buah.
Perbandingan buah naga pada kondisi awal dan setelah penyimpanan pada setiap suhu yang diujikan dapat dilihat pada Gambar 6-8.
Gambar 6. Perbandingan kondisi awal kiri dan akhir kanan penyimpanan setelah 24 hari pada suhu 10°C
Gambar 7. Perbandingan kondisi awal kiri dan akhir kanan penyimpanan setelah 17 hari pada suhu 15°C
Gambar 8. Perbandingan kondisi awal kiri dan akhir kanan penyimpanan setelah 6 hari pada suhu ruang
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin rendah suhu penyimpanan yang diujikan maka semakin rendah laju respirasinya sehingga lama umur simpan buah
naga lebih panjang. Dengan demikian, suhu terpilih untuk tahap selanjutnya adalah 10°C.
B.
Penentuan Komposisi O₂ dan CO₂ Kemasan Atmosfer Termodifikasi
Berdasarkan penelitian pada tahap sebelumnya, maka suhu penyimpanan optimum yang digunakan untuk menentukan komposisi atmosfer termodifikasi buah naga adalah suhu 10°C.
Komposisi atmosfer yang diujikan pada tahap ini adalah 1 2-4 O ₂ dan 6-8 CO₂, 2 2-4 O₂
dan 4-6 CO ₂, 3 4-6 O₂ dan 6-8 CO₂, 4 21 O₂ dan 0.03 CO₂ sebagai kontrol. Parameter
yang diamati adalah laju susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut , perubahan warna nilai L dan a, dan uji organoleptik.
1. Susut Bobot
Susut bobot selama penyimpanan pada berbagai komposisi atmosfer merupakan salah satu indikator yang mencerminkan tingkat kesegaran buah. Penurunan bobot pada buah yang
disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Kehilangan air tidak saja menurunkan bobot tetapi juga
potensial menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan pada produk.
Perbedaan laju susut bobot dapat dilihat antara buah naga yang mendapat perlakuan gas dengan yang tidak mendapat perlakuan gas kontrol. Buah naga yang mendapat perlakuan gas
memiliki laju susut bobot yang lebih tinggi dibanding dengan buah naga tanpa perlakuan gas. Laju susut bobot pada komposisi 2-4 O
₂ dan 6-8 CO₂ hampir sama dengan laju susut bobot pada komposisi 2-4 O₂ dan 4-6 CO₂. Laju susut bobot kedua komposisi tersebut
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan komposisi 4-6 O₂ dan 6-8 CO₂ dan 21 O
₂ dan 0.03 CO₂. Pada saat penyimpanan, terdapat fluktuasi laju susut bobot yang diakibatkan oleh ukuran buah dan tingkat kematangan buah naga yang tidak seragam.
Perubahan susut bobot buah naga selama penyimpanan disajikan pada Gambar 9 serta Tabel 2 pada Lampiran 2.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian perlakuan komposisi gas berpengaruh nyata pada laju susut bobot buah naga kecuali pada hari ke-2. Uji lanjut Duncan
menyatakan bahwa komposisi 2-4 O ₂ dan 6-8 CO₂ dan 2-4 O₂ dan 4-6 CO₂ tidak
berbeda nyata. Komposisi 4-6 O₂ dan 6-8 CO₂ dan 21 O₂ dan 0.03 CO₂ juga menunjukkan tidak berbeda nyata tetapi antara komposisi dan saling berbeda nyata
terhadap komposisi dan . Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan perubahan laju susut bobot buah naga dapat dilihat pada Lampiran 7.
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
0.60 0.70
5 10
15 20
25 30
Susut bobot
Hari ke‐
2 ‐4 O₂ 6‐8 CO₂
2 ‐4 O₂ 4‐6 CO₂
4 ‐6 O₂ 6‐8 CO₂
21 O₂ 0.03 CO₂
Gambar 9. Grafik perubahan laju susut bobot buah naga pada berbagai komposisi atmosfer
0.000 0.100
0.200 0.300
0.400
5 10
15 20
25 30
Kekerasan kgf
Hari ke‐
2 ‐4 O₂ 6‐8 CO₂
2 ‐4 O₂ 4‐6 CO₂
4 ‐6 O₂ 6‐8 CO₂
21 O₂ 0.03 CO₂
2. Kekerasan
Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan maka akan menyebabkan buah naga menjadi
lunak selama masa penyimpanan. Burton 1982 menerangkan bahwa laju pindah massa air di dalam jaringan tanaman
bergantung dari luas permukaan bahan, tekanan uap air permukaan bahan dan tekanan uap air di sekitar bahan. Pindah massa air dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara
permukaan jaringan tanaman dengan tekanan uap air atmosfer di sekitarnya hingga mencapai keadaan setimbang.
Dalam pengukuran kekerasan buah naga dilakukan dengan menggunakan Rheometer CR- 300DX dengan beban maksimal 2 kg, kedalaman penekanan 15 mm dan kecepatan penekanan
sebesar 60 mmm. Hasil uji kekerasan disajikan pada Gambar 10 dan serta tabel pada Lampiran 3.
Gambar 10. Grafik perubahan kekerasan buah naga pada berbagai komposisi atmosfer
Dari grafik dapat dilihat bahwa kekerasan buah naga pada empat komposisi gas mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan tingkat kemasakan yang tidak seragam
dimana ukuran yang lebih kecil dan kemasakan yang lebih tinggi akan lebih mudah lunak. Secara keseluruhan, buah naga tidak mengalami perubahan kekerasan yang cukup berarti hingga akhir
penyimpanan. Nilai rata-rata kekerasan tertinggi adalah pada konsentrasi 4-6 O ₂ dan 6-8 CO₂
sedangkan untuk tiga komposisi yang lain memiliki rata-rata kekerasan yang hampir sama. Tidak berpengaruhnya kekerasan buah naga ini dapat disebabkan oleh kulit buah yang cukup tebal
sehingga cukup melindungi daging dari kerusakan akibat pengaruh luar. Dari hasil uji analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan diperoleh bahwa keempat
komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan kecuali pada hari ke-16. Pada hari ke-16 komposisi 4-6 O
₂ dan 6-8 CO₂ berbeda nyata dan merupakan komposisi yang menunjukkan tingkat kekerasan terbaik. Komposisi 2-4 O
₂ dan 6-8 CO₂ tidak berbeda nyata signifikan dengan komposisi kontrol. Komposisi 2-4 O
₂ dan 4-6 CO₂ berbeda nyata dan memiliki kekerasan terendah. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan
kekerasan buah naga dapat dilihat pada Lampiran 8.
3. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar kemanisan buah. Menurut
Burton 1982, sintesis sukrosa maupun heksosa di dalam jaringan tanaman melalui proses hidrolisi pati oleh enzim amylase. Proses ini menjadi tidak efektif pada kondisi suhu rendah
dengan lingkungan yang mengandung 0-3 O₂. Hasil pengujian total padatan terlarut dapat dilihat pada Gambar 11 dan tabel pada Lampiran 4.
Gambar 11. Grafik perubahan total padatan terlarut buah naga pada berbagai komposisi atmosfer Dari grafik total padatan terlarut tidak terlihat perubahan yang signifikan dan cenderung
fluktuatif. Kecenderungan perubahan yang terjadi diduga karena selama penyimpanan dingin, air di dalam buah naga mengalami respirasi dan transpirasi sehingga kandungan bahan padatan
meningkat. Grafik yang fluktuatif dapat disebabkan kurang seragamnya ukuran dan kematangan sampel sehingga perubahan tidak tampak jelas.
Dari hasil uji analisis sidik ragam dan uji lanjut diperoleh bahwa keempat komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan teralarut kecuali pada hari
8.00 10.00
12.00 14.00
16.00
5 10
15 20
25 30
Total Padatan
Terlarut Brix
Hari ke‐
2 ‐4 O₂ 6‐8 CO₂
2 ‐4 O₂ 4‐6 CO₂
4 ‐6 O₂ 6‐8 CO₂
21 O₂ 0.03 CO₂
ke-2 dan ke-6. Pada hari ke-2 semua sampel berbeda nyata tetapi tidak signifikan. Pada hari ke-6 menunjukkan bahwa komposisi atmosfer kontrol memiliki tingkat total padatan terlarut paling
rendah sedangkan tiga komposisi lainnya tidak berbeda nyata.
4. Perubahan Warna
Warna merupakan penentu kualitas dan parameter kritis bagi konsumen dalam memilih buah. Data warna dinyatakan dengan nilai L kecerahan dan nilai a merah-hijau. Penurunan
nilai L yang semakin membesar menunjukkan buah yang semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan warna akromatik merah-hijau. Nilai a buah yang semakin
besar menunjukkan buah semakin mendekati kebusukan. Data nilai L dan a pada buah naga pada berbagai komposisi dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Sedangkan grafik nilai
L dan nilai a dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Grafik perubahan warna nilai L buah naga pada berbagai komposisi atmosfer
30.000 35.000
40.000 45.000
5 10
15 20
25 30
Nilai L
Hari ke‐
2 ‐4 O₂ 6‐8 CO₂
2 ‐4 O₂ 4‐6 CO₂
4 ‐6 O₂ 6‐8 CO₂
21 O₂ 0.03 CO₂
35.000 40.000
45.000 50.000
5 10
15 20
25 30
Nilai a
Hari ke‐
2 ‐4 O₂ 6‐8 CO₂
2 ‐4 O₂ 4‐6 CO₂
4 ‐6 O₂ 6‐8 CO₂
21 O₂ 0.03 CO₂
Gambar 13. Grafik perubahan warna nilai a buah naga pada berbagai komposisi atmosfer
Menurut Pantastico 1986, penggunaan O₂ dalam penyimpanan harus mempertimbangkan perbandingannya dengan CO₂ karena pada konsentrasi O₂ yang rendah pada sayur dan buah dapat
menimbulkan penyimpangan bau sebagai akibat proses fermentasi. Sedangkan kandungan CO₂ yang terlalu tinggi dapat menurunkan reaksi-reaksi sintesis pematangan protein dan zat warna,
menghambat beberapa kegiatan enzimatik, mengganggu metabolisme asam organik yang menimbulkan penimbunan asam suksinat, memperlambat pemecahan zat-zat pektin, menghambat
sintesis klorofil, dan merubah perbandingan berbagai jenis gula.
Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai L cenderung menurun walaupun tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Nilai rata-rata kecerahan L tertinggi adalah pada komposisi gas 4-
6 O ₂ dan 6-8 CO₂, sedangkan nilai rata-rata terendah ada pada komposisi kontrol. Hal ini
menunjukkan pada komposisi kontrol, buah naga paling cepat menuju warna hitam atau busuk selama masa penyimpanan.
Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa keempat komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai warna L buah naga. Hasil uji lanjut
Duncan juga menyatakan bahwa antar keempat komposisi tidak berbeda nyata terhadap kecerahan buah. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan perubahan kecerahan L buah
naga dapat dilihat pada Lampiran 10.
Selain perubahan nilai kecerahan L, juga terjadi perubahan nilai a. Keempat komposisi gas memiliki tren naik kecuali pada komposisi 2-4 O
₂ dan 4-6 CO₂. Meningkatnya nilai a menunjukkan buah semakin mengarah ke kebusukan. Fluktuasi nilai L dan a dapat disebabkan
kurang menempelnya seluruh penampang chromameter karena terhalang sisik buah naga sehingga terpengaruh oleh cahaya lingkungan.
Pada uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa keempat komposisi gas yang diujikan berpengaruh nyata kecuali pada hari ke-2, 4 dan 10. Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa
komposisi 2-4 O ₂ dan 6-8 CO₂ dan 2-4 O₂ dan 4-6 CO₂ berbeda nyata terhadap 4-6 O₂
dan 6-8 CO ₂. Komposisi 2-4 O₂ dan 4-6 CO₂ mempunyai nilai terendah dibanding tiga
komposisi yang lain. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan perubahan nilai a buah naga dapat dilihat pada Lampiran 11.
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
10 20
30 40
Hari ke‐
Nilai O
rganoleptik
2 ‐4 O₂ dan 6‐8 CO₂
2 ‐4 O₂ dan 4‐6 CO₂
4 ‐6 O₂ dan 6‐8 CO₂
21 O₂ dan 0.03 CO₂
5. Organoleptik
Uji organoleptik buah naga dilakukan pada 10 panelis. Setiap panelis melakukan pengujian tingkat kesukaan terhadap buah naga sebanyak dua kali ulangan. Buah naga dibagi dua
secara vertikal, kemudian salah satu bagian dibagi menjadi lima iris untuk dirasakan dan bagian yang kedua untuk diamati kondisi kulitnya. Hasil penilaian panelis disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Penilaian panelis terhadap organoleptik keseluruhan buah naga pada berbagai komposisi atmosfer
C. Penentuan Jenis Film Kemasan