Hasil Posttest Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol

pemahaman konsep matematika siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing lebih tinggi dibandingkan dengan pemahaman konsep matematika siswa pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan metode ekspositori. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut: H : µ 1 ≤ µ 2 H 1 : µ 1 ˃ µ 2 Keterangan: µ 1 = nilai rata-rata pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen µ 2 = nilai rata-rata pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol Dengan kriteria pengujian yaitu t hitung ≤ t tabel maka H diterima dan H 1 ditolak. Sedangkan jika t hitung t tabel , maka H 1 diterima dan H ditolak, pada taraf kepercayaan 95 atau taraf signifikasi α = 5. Berdasarkan hasil perhitungan, pada pengujian hipotesis diperoleh data pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Kelompok Sampel Mean t hitung t tabel Kesimpulan Eksperimen 30 61,9 2,85 2,00 Tolak H Kontrol 30 55,4 Dari Tabel 4.9 diketahui t hitung = 2,85 lampiran 22 dan merujuk pada t tabel dengan taraf signifikan 95 α = 0,05 dan df = n 1 + n 2 – 2 atau 30 + 30 - 2 = 58 diperoleh t tabel sebesar 2,00. Apabila dibandingkan t hitung dengan t tabel , maka hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa t hitung t tabel 2,85 2,00. Sehingga hipotesis nol H ditolak dan hipotesis alternatif H 1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelompok eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan problem posing lebih tinggi daripada rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelompok kontrol yang diajarkan tanpa menggunakan pendekatan problem posing tanpa perlakuan.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan problem posing, sedangkan variabel terikatnya adalah pemahaman konsep matematika siswa. Untuk mengetahui apakah pendekatan problem posing berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa digunakan uji hipotesis statistik. Data yang digunakan untuk menganalisis uji hipotesis ini adalah data nilai posttest siswa menggunakan uji t.

1. Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing

Dari uraian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest pada kelas kontrol sebesar 55,4 sedangkan nilai rata-rata posttest pada kelas eksperimen sebesar 61,9. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata yang cukup besar. Perbedaan nilai rata-rata tersebut dikarenakan adanya perbedaan perlakuan yang diberikan saat proses pembelajaran berlangsung pada kedua kelas. Untuk kelas kontrol diajarkan dengan menggunakan pendekatan ekspositori sedangkan pada kelas eksperimen diajarkan dengan menggunakan pendekatan problem posing. Perbedaan hasil posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen tersebut menunjukkan bahwa hasil pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan menggunakan dengan pendekatan problem posing lebih tinggi daripada hasil pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan ekspositori. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena adanya perbedaan perlakuan antara kedua kelas tersebut. Pendekatan pembelajaran problem posing merupakan salah satu cara agar siswa lebih berani lagi untuk aktif menemukan pengetahuan dan pengalaman- pengalaman baru. 1 Melalui problem posing yang menekankan pada perumusan atau pengajuan masalah berupa soal atau pertanyaan oleh siswa. Pendekatan problem posing membuat setiap siswa berlomba-lomba dalam membuat soal atau 1 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 204. pertanyaan dan menyelesaikannya yang ditulis pada lembar problem posing. Kegiatan pembelajaranpun tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa sehingga minat siswa dalam pembelajaran lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri. Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal dan menyelesaikannya. Dengan membuat atau mengkonstruksi soal atau masalah yang dapat diselesaikan, siswa senantiasa mengkonstruksi pemahaman baru berdasarkan informasi yang tersedia. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan seringkali menjadi pemicu terbentuknya pemahaman yang lebih mantap pada diri siswa. Selain itu, penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kadir dengan hasil penelitian menyatakan bahwa secara keseluruhan prestasi belajar matematika pada jenjang pengetahuan, pemahaman, aplikasi dan evaluasi antara siswa yang diberi pendekatan problem posing lebih tinggi dari pada tanpa problem posing. 2 Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem posing ini sangat efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran matematika karena siswa dilatih untuk memahami sendiri dan menggunakan pemahaman mereka dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan sehingga dapat menemukan sendiri jawaban dari permasalahan- permasalahan yang ada, terutama pada saat ditugaskan untuk membuat soal sendiri. Hal ini dikarenakan pendekatan problem posing memuat dua langkah yaitu accepting menerima dan challenging menantang. Ketika pertemuan pertama berlangsung, pada kegiatan awal peneliti membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam dan mengecek kehadiran siswa. Setelah siswa siap untuk mengikuti pembelajaran, peneliti memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi. Kemudian peneliti menjelaskan bagaimana kegiatan pembelajaran matematika yang akan dilakukan dan mengarahkan siswa mengenai cara pembuatan soal. 2 Kadir, “Pengaruh Pendekatan Problem Posing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Jenjang Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi dan Evaluasi Ditinjau dari Metakognisi Siswa SMU di DKI Jakarta”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 053, 2005, h. 235. Sama seperti kegiatan pembelajaran pada umumnya, sebelum guru menjelaskan materi yang akan disampaikan kepada siswa terdapat kegiatan inti yang pertama yaitu eksplorasi untuk mengetahui dan menggali pengetahuan apa yang telah dimiliki siswa terkait materi bangun datar. Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan tanya jawab antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Hal ini dapat membantu guru untuk menganalisa kemampuan awal yang dimiliki siswa. Pada awalnya siswa masih merasa ragu untuk mengemukakan pendapatnya karena merasa takut apa yang akan disampaikannya salah. Namun setelah pertemuan berikutnya, siswa tidak lagi ragu untuk menyampaikan pendapatnya ketika berlangsung kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Selanjutnya adalah membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar. Lalu pada tahap accepting menerima guru memberikan Lembar Kerja Siswa LKS dan memberi kebebasan setiap anggota kelompok untuk mendiskusikan solusi dari permasalahan pada LKS yang dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 Tahap Accepting menerima Pada Gambar 4.3 terlihat tahap accepting menerima yaitu tahap dimana siswa menerima situasi-situasi yang ditentukan dalam Lembar Kerja Siswa LKS. Setiap anggota kelompok diberi kebebasan untuk mendiskusikan solusi dari permasalahan pada LKS tersebut. Tahap selanjutnya yaitu elaborasi, setelah setiap kelompok menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS tahap accepting kemudian