Pengaruh pendekatan brain based learning terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa

(1)

(Studi Eksperimen di SMP Negeri 63 Jakarta)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

HUSEIN NUR AMINUDIN

108017000036

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Learning Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2015

Brain Based Learning merupakan pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara ilmiah untuk belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan Brain Based Learning terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 63 Jakarta tahun ajaran 2014/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Posttest Only Control Design. Subyek penelitian ini adalah 71 siswa yang terdiri dari 35 siswa untuk kelompok eksperimen dan 36 siswa untuk kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Instrumen yang digunakan adalah tes pemahaman konsep matematika yang terdiri dari 10 butir soal berbentuk essay. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ”Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar dengan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran secara konvensional”. Dengan demikian, pendekatan Brain Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.


(6)

ii

Husein Nur Aminudin (108017000036), The Influence of Brain Based Learning Approach in Mathematics Learning Towards The Student Mathematical Conceptual Understanding. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2015

Brain Based Learning defined as way of learning that is aligned with how the brain naturally learns the best. The purpose of this study was to determine the influence of brain based learning approach towards the student mathematical conceptual understanding. The research was carried out in state junior high school 63 Jakarta academic year 2014/2015. The method used in this research is quasi experimental method with posttest only control design as the experimental design. The subjects of this study were 71 students consisting of 35 students for the experimental class and 36 students for the class of control obtained by cluster random sampling technique to VII grade students. The instrument used is a mathematical conceptual understanding of the skill test consists of 10 items about the essay form. The data analysis technique used in this study is the t-test. The result of research that "The average of the students mathematical conceptual understanding whom taught by brain based learning approach is higher than the average of the students mathematical conceptual understanding whom taught by the conventional learning". The conclussion is the approach of brain based learning toward the students mathematical conceptual understanding.

Key words: Brain Based Learning Approach, Mathematical Conceptual Understanding


(7)

iii

Alhamdulillah, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga menjadi Dosen Pembimbing akademik penulis.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom, selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu

Dra. Afidah Mas’ud selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, serta kesabaran dalam membimbing penulis selama ini.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

6. Kepala Sekolah SMP Negeri 63 Jakarta, Bapak H.M. Jamil, S.Pd yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.


(8)

iv VII-1 dan VII-3.

8. Keluarga tercinta Ayahanda (Alm) Tohid Aminudin dan Ibu Siti Aminah yang selalu mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakak-kakak Fitriyadi Nur Aminudin S.P, Supriyadi Nur Aminudin, Hasan Nur Aminudin S.Si serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

9. Ulfah Fauziyah S.Pd yang selalu memberikan informasi seputar kampus dan semangat tiap waktunya.

10.Sahabat Rosita Mahmudah S.Pd, Euis Syahrini S.Pd, Syahidah Belanisa S.Pd serta teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan

’08, kelas A dan B semoga sukses selalu kawan-kawan.

11.Keluarga besar komunitas Jakampus UIN yang telah berbagi informasi lintas fakultas, canda, tawa, serta semangat. Abdul Hayyi S.Sos.I, Mahmud Hidayat S.Pd.I, Alfian Syahrudin, Taufik Ardiansyah S.Si, Nurul Haq S.Kom.I, Martcy Chrisna S.Pd, Ahmad Sandi Adam S.Si, Abidilar Syawaludin beserta teman-teman anggota Jakampus UIN yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat dibutuhkan penulis di masa mendatang. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, Juli 2015 Penulis


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoritik ... 8

1. Pemahaman Konsep Matematika ... 8

a. Pengertian Pemahaman Konsep ... 8

b. Jenis Pemahaman Konsep matematika ... 10

2. Pendekatan Brain Based Learning ... 13

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran... 13

b. Pengertian Pendekatan Brain Based Learning ... 14

c. Tahap-tahap PembelajaranBrain Based Learning ... 20

d. Teori Belajar Yang Mendukung Pembelajaran Brain Based Learning ……….. 21

3. Pendekatan Konvensional ... 23

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 24

C. Kerangka Berpikir ... 25


(10)

vi

C. Populasi dan Sampel ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Instrumen Penelitian ... 30

F. Teknik Analisis Data ... 37

G. Hipotesis Statistik ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Deskripsi Data ... 42

1. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 42

2. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 44

B. Analisis Data ... 47

1. Pengujian Prasyarat Analisis ... 47

2. Pengujian Hipotesis ... 49

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 50

1. Pembelajaran Dengan Pendekatan Brain Based Learning ………… 50

2. Analisis Hasil Pemahaman Konsep Matematika Siswa ……… 55

D. Keterbatasan Penelitian ... .. 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

vii

Tabel 1.1 Daftar Rata-rata Nilai UN Matematika SMP/MTS DKI

Jakarta 2012-2014 ... 2

Tabel 1.2 Daftar Rata-rata Nilai UN Matematika SMP Negeri 63 Jakarta 2012-2014 ... 2

Tabel 2.1 Pemahaman konsep Matematika Menurut Skemp ... 12

Tabel 3.1 Desain penelitian ... 29

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 31

Tabel 3.3 Rubrik Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 32

Tabel 3.4 Klasifikasi Reliabilitas ... 35

Tabel 3.5 Kategori Indeks Kesukaran ... 35

Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda ... 36

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 37

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 43

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 44

Tabel 4.3 Perbandingan Statistik Hasil Tes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 46

Tabel 4.4 Nilai Rata-rata Siswa Tiap Aspek Pemahaman... 47

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 48

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 49


(12)

viii

Gambar 2.1 Skema Kerangka berpikir Brain Based Learning ... 27

Gambar 4.1 Grafik Ogive Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 44

Gambar 4.2 Grafik Ogive Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 45

Gambar 4.3 Salah Satu Peta Konsep Pada Tahap Pra-Pemaparan ... 51

Gambar 4.4 Siswa Berdiskusi Kelompok Pada Tahap Inisisai dan Akuisisi ... 53

Gambar 4.5 Perwakilan Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok Pada Tahap Elaborasi ... 53

Gambar 4.6 Siswa Melakukan Salah Satu Gerakan Brain Gym (Energy Yawn) ... 54

Gambar 4.7 Siswa Menonton Vidio Tebak Warna Untuk Melatih Fokus dan Konsentrasi ... 54

Gambar 4.8 Diagram Batang Nilai Rata-rata Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol Pada Aspek Instrumental dan Relasional ... 55

Gambar 4.9 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Nomor 4 ... 56

Gambar 4.10 Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Nomor 4 ... 57

Gambar 4.11 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Nomor 5b ... 58

Gambar 4.12 Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Nomor 5b ... 58

Gambar 4.13 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Nomor 3 ... 59

Gambar 4.14 Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Nomor 3 ... 60

Gambar 4.15 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Pada Nomor 2 ... 61


(13)

ix

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 69

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 91

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 107

Lampiran 4 Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 128

Lampiran 5 Rubrik Penskoran Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 130

Lampiran 6 Soal Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 131

Lampiran 7 Hasil Uji Coba Instrumen ... 133

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 134

Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen... 136

Lampiran 10 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ... 138

Lampiran 11 Hasil Uji Perhitungan Daya Pembeda Instrumen ... 140

Lampiran 12 Rekapitulasi Perhitungan Validitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran ... 142

Lampiran 13 Kisi-kisi Posttest Pemahaman Konsep Matematika ... 143

Lampiran 14 Soal Posttest Pemahaman Konsep Matematika ... 144

Lampiran 15 Kunci Jawaban Soal Posttest Pemahaman Konsep Matematika ... 146

Lampiran 16 Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 151

Lampiran 17 Hasil Posttes Kelas Kontrol ... 152

Lampiran 18 Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 153

Lampiran 19 Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 158

Lampiran 20 Skor Per-Indikator Kelompok Eksperimen ... 163

Lampiran 21 Skor Per-Indikator Kelompok Kontrol ... 164

Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas ... 165


(14)

x

Lampiran 27 Data Obsevasi Nilai UTS Kelas VII ... 173

Lampiran 28 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 174

Lampiran 29 Tabel Harga Kritis Distribusi Chi Square ... 175

Lampiran 30 Tabel Harga Kritis Distribusi F ... 177

Lampiran 31 Tabel Harga Kritis Distribusi t... 178

Lampiran 32 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 180


(15)

1

Matematika adalah salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang siswa dalam menempuh pendidikan formal. Seperti yang telah kita alami, dari tingkatan sekolah dasar hingga sekolah menengah menggunakan pelajaran matematika sebagai prasyarat kelulusan. Belajar matematika sangatlah diperlukan, karena matematika adalah unsur penting dalam kehidupan. Siapapun yang menggeluti bidang apapun butuh matematika untuk berfikir matematis, bernalar, berlogika, berfikir kritis, berkomunikasi dengan baik, memprediksi dan mengambil keputusan.

Mata pelajaran matematika di sekolah sendiri sebenarnya bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagaimana dalam Peraturan Menteri nomor 23 Tahun 2006 yaitu Memahami konsep matematika, Menggunakan penalaran, Memecahkan masalah, Mengomunikasikan gagasan, serta memiliki sikap menghargai matematika.1 Artinya pemahaman konsep adalah tujuan pertama dalam pembelajaran matematika disekolah. Karena memang pemahaman konsep merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi hasil belajar siswa, apabila kurangnya pemahaman konsep matematika pada materi yang telah diajarkan akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan berbagai macam soal yang diberikan oleh guru. Apalagi jika soal yang diberikan adalah soal dalam bentuk cerita atau yang memerlukan kemampuan penerjemahan soal kedalam kalimat matematika.

Pada proses pembelajaran matematika yang perlu diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa. Jika mengacu pada hasil Ujian Nasional (UN), hasil belajar pada tingkat SMP/MTS Provinsi DKI Jakarta di tiga tahun terakhir menunjukan hasil yang cukup baik. Walaupun terjadi kenaikan dan penurunan, tapi secara keseluruhan rata-rata nilai UN di tiga tahun terakhir adalah 7,19.

1

Depdiknas, Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika, (Jakarta: Badan


(16)

Tabel 1.1

Daftar rata-rata nilai UN Matematika SMP/MTS DKI Jakarta 2012-2014 Tahun Nilai rata-rata UN

matematika

2012 7,49

2013 6,99

2014 7,11

( sumber : disdik.jakarta.go.id )

Nilai tersebut adalah akumulasi dari nilai SMP/MTS diseluruh Provinsi DKI Jakarta, dimana tentu saja ada sekolah yang hasil belajarnya bagus tetapi ada pula yang memiliki hasil belajar yang kurang memuaskan. Hasil penelusuran peneliti ke salah satu SMP di Jakarta Barat yaitu SMP Negeri 63 menunjukkan hasil belajar yang belum memuaskan, dimana nilai rata-rata UN untuk mata pelajaran matematika dalam tiga tahun terakhir masih dibawah rata-rata UN DKI Jakarta.

Tabel 1.2

Daftar rata-rata nilai UN Matematika SMP Negeri 63 Jakarta 2012-2014 Tahun Nilai rata-rata UN

matematika

2012 6,39

2013 6,89

2014 6,74

( sumber : disdik.jakarta.go.id )

Data tersebut didukung dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti. Berdasarkan observasi, hasil belajar matematika di SMP Negeri 63 Jakarta masih belum maksimal. Terlihat dari hasil ulangan tengah semester (UTS) kelas VII dengan nilai rata-rata 57,4 dari 174 siswa. Nilai tersebut masih jauh dari standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Sementara siswa yang


(17)

mendapatkan nilai diatas KKM sebanyak 38 siswa, artinya hanya 21,8% dari jumlah siswa kelas VII. Jika dilihat dari jawaban siswa, rata-rata siswa tidak bisa menjawab pada soal bertipe uraian yang membutuhkan pemahaman lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa belum maksimal.

Dari hasil diskusi dengan salah satu guru mata pelajaran matematika kelas VII di sekolah tersebut, diketahui bahwa yang menjadi penyebab dari permasalahan tersebut diantaranya adalah pendekatan pembelajaran yang dipakai selama ini masih menggunakan pendekatan tradisional yang menekankan pada penggunaan rumus dan pengerjaan soal saja. Siswa juga tidak antusias dalam belajar matematika karena masih menganggap pelajaran matematika itu sulit. Guru tersebut mengakui bahwa pembelajaran yang dilakukan masih didominasi dengan metode ceramah, pemberian contoh, dan pengerjaan soal latihan oleh siswa. Hasilnya siswa akan menemukan kesulitan jika dihadapkan pada soal aplikasi atau soal yang berbeda dengan soal yang dicontohkan guru. Berdasarkan hal tersebut, penulis mendapatkan bahwa yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar di SMP Negeri 63 adalah kurangnya kemampuan pemahaman konsep matematik yang dimiliki siswa.

Peran guru sangatlah penting dalam kegiatan belajar mengajar. Pada pembelajaran matematika biasanya guru cenderung menjelaskan maupun memberikan segala sesuatu kepada siswa, sehingga siswa menjadi tidak terbiasa untuk belajar lebih aktif. Pencetus matematika GASING (Gampang Asik dan Menyenangkan), Prof. Yohanes Surya Ph.D mengatakan “pendidikan matematika di sekolah lebih menekankan anak menghafal tanpa mengerti bagaimana proses berfikir logis untuk memahami konsep dasarnya”.2

Hal tersebut terjadi karena siswa belajar matematika hanya menerima saja konsep yang sudah jadi tanpa berpikir untuk memahami bagaimana konsep tersebut terbentuk. Oleh karena itu dalam situasi ini diperlukan perubahan sudut pandang guru dalam mengajar agar

2Latief, “Rumit, Konsep Matematika Perlu Diubah”, Kompas Online

, Rabu 2 Maret 2011, 10.30 WIB


(18)

siswa tidak hanya terpaku pada rumus atau teks baku dalam pembelajaran matematika.

Pada pelajaran matematika yang mempunyai sifat abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep sebelumnya. Sebab “konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks”.3 Sebagai contoh misalnya untuk dapat paham konsep perkalian seorang siswa harus lebih dulu paham konsep penjumlahan. Hal-hal seperti inilah yang membuat siswa menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan. karena siswa yang kurang berbakat matematika atau kurang mampu dalam mempelajari matematika, sering mengalami kesulitan menangkap dan memahami konsep yang benar dalam belajar, sehingga proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung dengan baik.

Salah satu cara untuk membuat pemahaman konsep siswa dalam belajar menjadi lebih baik adalah dengan menciptakan suasana yang menyenangkan. Sanjaya menyatakan bahwa “potensi siswa hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut, dan menegangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (enjoyful learning)”.4 Untuk itu, hendaknya guru memperhatikan satu hal penting dalam tubuh manusia yang selama ini kemampuannya masih kurang dioptimalkan, yaitu otak. Hal ini dikarenakan kemampuan pemahaman dipengaruhi oleh cara kerja otak. Seringkali otak tidak diberdayakan dengan optimal karena kurangnya pengetahuan mengenai karakteristik otak dan strategi khusus untuk mengoptimalkan fungsi otak. Menurut Jensen “Otak dapat belajar secara optimal dalam sebuah lingkungan yang kondusif terhadap bagaimana otak saat paling baik untuk belajar”.5

Berdasarkan penjelasan diatas, berarti dibutuhkan

3

Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS,

2006), cet.1, hal. 7 4

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

Kencana, 2011), Cet. 8, hal. 134 5

Eric Jensen, Brain-Based Learning: Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak, Terj. dari


(19)

sebuah pendekatan pembelajaran yang mengoptimalkan kerja otak serta diperkirakan dapat membuat pemahaman konsep matematika siswa menjadi lebih baik, yaitu pendekatan Brain Based Learning.

Pendekatan Brain Based Learning merupakan “pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang di desain secara alamiah untuk belajar”.6 Oleh karena itu, dalam penelitian ini pendekatan Brain Based Learning akan diterapkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa. Dengan proses pembelajaran seperti itu, diduga kemampuan pemahaman konsep siswa dapat meningkat.

Atas dasar permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran di kelas cenderung menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru (ceramah)

2. Hasil belajar dan Pemahaman konsep matematika siswa rendah

3. Pembelajaran matematika yang monoton dan kurang menarik perhatian siswa 4. Siswa tidak antusias dalam belajar matematika

C. Pembatasan Masalah

Agar aspek-aspek dari masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan menyimpang dari sasaran yang diharapkan, maka penulis membatasi penelitian ini pada hal-hal berikut:

1. Pengaruh yang dimaksud adalah membandingkan kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, siswa diajarkan dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning sedangkan pada kelas kontrol siswa diajarkan dengan pendekatan konvesional

6


(20)

2. Pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika disini dapat dilihat dari tes yang mempunyai kriteria indikator pemahaman konsep menurut gagasan Skemp yang diberikan setelah proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol

3. Pendekatan Brain Based Learning yang dimaksud adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang di desain secara alamiah untuk belajar 4. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VII di SMP Negeri 63 Jakarta tahun

ajaran 2014/2015

5. Materi dalam penelitian ini adalah Keliling dan Luas Segitiga dan Segiempat

D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan Brain Based Learning dan pendekatan konvensional?

2. Adakah pengaruh pendekatan Brain Based Learning terhadap pemahaman konsep siswa pada pembelajaran matematika?

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari peneltian ini adalah:

1) Untuk mengetahui bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional dan pendekatan Brain Based Learning

2) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendekatan Brain Based Learning terhadap pemahaman konsep siswa pada pembelajaran matematika

2. Manfaat Penelitian

1) Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru untuk mengetahui seberapa baik pemahaman konsep siswa pada pembelajaran matematika dan bahan


(21)

masukan tentang suatu alternatif pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika.

2) Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang akan mengkaji masalah yang relevan dengan masalah yang terdapat pada penelitian ini.

3) Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan serta pengetahuan dan sebagai pedoman untuk bekal mengajar kelak pada saat menjadi guru profesional. 4) Bagi Siswa

Pembelajaran matematika dengan Pendekatan Brain Based Learning diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.


(22)

8

A. Deskripsi Teoritik

1. Pemahaman Konsep Matematika a. Pengertian Pemahaman Konsep

Pemahaman berarti mampu memahami, mampu mengerti suatu hal.

“Pemahaman juga dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran”.1

“Pemahaman berbeda dengan pengetahuan, John Dewey menyatakan pengetahuan sebagai kumpulan fakta, sedangkan pemahaman sebagai pemaknaan terhadap kumpulan fakta”.2 Artinya seorang yang paham itu bukan hanya tahu, namun dapat melihat bagaimana menggunakan fakta tersebut dalam berbagai tujuan. Lebih luas lagi Bloom mendefinisikan pemahaman sebagai “kemampuan untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkannya dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide itu secara mendalam”.3 “Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep”.4

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk memahami atau mengerti sesuatu setelah itu diketahui dan diingat, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang siswa dikatakan telah memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata sendiri.

1

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2011), cet. 19, hal. 42

2

Iwan Pranoto, Memahami Pemahaman, 2014,

http://bincangedukasi.com/memahami-pemahaman/ 3

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 69

4

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2011),


(23)

Sedangkan “konsep adalah suatu kelas stimuli yang memiliki sifat-sifat (atribut-atribut) umum”.5 Rooser mengartikan “konsep sebagai suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama”.6 Konsep adalah suatu yang sangat luas, makna suatu konsep belum dibatasi oleh sesuatu hal lain, oleh karena itu konsep bukan merupakan objek khusus.

Pada pembelajaran di sekolah penguasaan konsep sangat diperlukan seorang siswa, Karena konsep merupakan suatu medium yang menghubungkan subjek penahu (siswa) dengan objek yang diketahui. Untuk dapat mengerti suatu materi pelajaran, seorang siswa harus terlebih dahulu mengenali dan mengerti konsep materi tersebut. Seorang siswa yang telah mengetahui suatu konsep, paling tidak ada empat hal yang dapat diperbuatnya, yaitu.

a) Dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihatnya b) Dapat menyatakan ciri-ciri konsep tersebut

c) Dapat memilih, membedakan antara contoh-contoh dari yang bukan contoh d) Dapat lebih mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep

tersebut.7

Misalkan ketika seorang siswa ditanya tentang konsep segitiga, dan dia telah mengetahui konsep tersebut, tentu saja didalam pikirannya sudah ada bayangan tentang segitiga. seperti bentuknya, ciri-cirinya, macam-macamnya, lalu kemudian siswa tersebut mengatakan apa yang dipikirkannya. Berbeda dengan siswa yang belum mengetahui atau belum mengenali konsep tersebut tentu akan diam seribu bahasa.

Berdasarkan definisi pemahaman dan konsep diatas dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan

5

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan sistem, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2005), cet. 5, hal. 161 6

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. 13,

hal. 73 7


(24)

kedalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.

b. Jenis Pemahaman Konsep Matematika

Pemahaman dalam pengertian pemahaman konsep matematika mempunyai beberapa jenis yang dibedakan oleh tingkat atau indikator yang berbeda-beda. Berikut beberapa jenis pemahaman konsep menurut para ahli: 1) Menurut Bloom kemampuan pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga

kategori, yaitu:

a) Pemahaman Terjemahan (translation), yaitu kemampuan dalam menerjemahkan soal kedalam bentuk lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Misalnya siswa mampu mengubah soal cerita menjadi model matematika pada materi program linear.

b) Pemahaman Penafsiran (interpretation), Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah kemampuan menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Misalnya siswa mampu menentukan nilai rata-rata dari sebuah tabel frekuensi data kelompok statistik.

c) Pemahaman Ekstrapolasi (extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, yaitu dapat menyimpulkan suatu konsep dan menggunakannya dalam perhitungan matematis. Misalnya siswa mampu menggunakan konsep luas dan keliling untuk menyelesaikan soal yang merupakan gabungan beberapa bangun datar.8

2) Menurut Suhendra seseorang dinyatakan memahami suatu konsep matematika apabila:

8

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja


(25)

a) Menemukan (kembali) suatu konsep yang sebelumnya belum diketahui berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang telah diketahui dan dipahaminya sebelumnya

b) Mendefinisikan atau mengungkapkan suatu konsep dengan cara kalimat sendiri namun tetap memenuhi ketentuan berkenaan dengan gagasan konsep tersebut

c) Mengidentifikasikan hal-hal yang relevan dengan suatu konsep dengan cara yang tepat

d) Memberikan contoh (dan bukan contoh) atau ilustrasi yang berkaitan dengan suatu konsep guna memperjelas konsep tersebut9

3) Menurut Polya kemampuan pemahaman konsep terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu:

a) Pemahaman Mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dalam perhitungan sederhana. Contoh siswa mengingat rumus suatu konsep kemudian menerapkan dalam soal sederhana

b) Pemahaman Induktif, yaitu dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa. Contoh siswa mencoba mengerjakan soal matematika sederhana

c) Pemahaman Rasional, yaitu dapat membuktikan rumus dan teorema

d) Pemahaman Intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti tanpa ragu-ragu sebelum menganalisis lebih lanjut . Contoh siswa dapat menjawab tebak soal yang diberikan guru secara cepat, tepat dan benar10 4) Skemp menggolongkan pemahaman konsep dalam dua jenis, yaitu

a) Pemahaman Instrumental, yaitu kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematik untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa mengetahui mengapa prosedur itu digunakan. (rules without reason)

9

Suhendra, Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hal. 7.21 10

Utari Sumarno, Rujukan Filsafat, Teori, dan Praktis Ilmu Pendidikan, (Bandung: UPI


(26)

b) Pemahaman Relasional, yaitu kemampuan menggunakan suatu aturan dengan penuh kesadaran mengapa ia menggunakan aturan tersebut. (knowing what to do and why)11

Menurut Skemp, siswa dikatakan mampu memahami secara instrumental jika siswa mampu mengingat kembali pengetahuan tentang fakta dasar, istilah, dan menggunakan hal-hal yang bersifat rutin, yang pada hakekatnya siswa tahu penggunaan konsep yang pernah diterimanya meskipun dia tidak mengerti mengapa dilakukan demikian. Sedangkan pada tingkatan pemahaman relasional siswa sudah mampu menerapkan dengan tepat suatu ide matematika yang bersifat umum pada hal yang khusus atau pada situasi baru.12

Tabel 2.1

Pemahaman Konsep Matematika Menurut Skemp

Pemahaman Instrumental Pemahaman Relasional

Definisi Kemampuan seseorang

menggunakan prosedur matematik untuk menyelesaikan suatu

masalah tanpa mengetahui mengapa prosedur itu digunakan (rules without reason)

Kemampuan menggunakan suatu aturan dengan penuh kesadaran mengapa ia menggunakan aturan

tersebut (knowing what to do and why)

Cara

Menyampaikan Konsep

 Hapalan

 Bergantung pada petunjuk

 Hanya berfokus pada perhitungan

 Keterkaitan banyak ide

 Membangun struktur konseptual

 Menerapkan konsep pada situasi baru dan mencari sebab serta alternatif penyelesaian

11

Wahyuni, Pemahaman Relational dan Pemahaman Instrumental Dalam Pembelajaran

Matematika, 2012 http://lpmp-aceh.com/dowload/download.php?fileld=116

12

Qodri Ali Hasan, Pengembangan Pembelajaran Operasi Pembagian Dengan


(27)

Contoh Siswa dapat menyelesaikan soal-soal rutin yang langsung dapat diselesaikan dengan

menggunakan rumus. Misal menentukan luas trapesium yang telah diketahui alas dan tingginya

Siswa dapat menyelesaikan soal yang tidak cukup hanya diselesaikan dengan rumus namun membutuhkan analisis lebih jauh. Misal menentukan luas daerah yang diarsir dari gabungan bangun datar

Jika dilihat dari kemampuan pemahaman siswa dalam pelajaran matematika secara umum, mereka sebagian besar dapat digolongkan dalam pemahaman instrumental. Hanya sebagian kecil saja dari siswa telah memiliki pemahaman relasional. Pemahaman relasional memiliki fondasi atau dasar yang lebih kokoh dalam pemahamannya. Jika siswa lupa akan rumus dari suatu materi namun dia tahu akan konsep dari suatu materi itu, maka siswa tersebut akan bisa menyelesaikan soal tersebut dengan cara yang lain. Sebagai contoh jika seorang siswa memahami konsep keliling bangun datar, maka sebenarnya tidak perlu repot-repot menghapal rumus untuk menyelesaikan soal yang berkaitan dengan keliling, karena untuk menetukan keliling dari bangun datar apapun hanya tinggal menjumlahkan semua sisi-sisinya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menetapkan bahwa yang dimaksud kemampuan pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah berdasarkan gagasan Skemp, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Kedua aspek tersebut saling berkaitan, namun demikian setiap aspek pemahaman memiliki kemampuan pemahaman yang berbeda, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan instrumen penelitian.

2. Pendekatan Brain Based Learning a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Menurut Sanjaya “Pendekatan berbeda baik dengan strategi maupun metode, tapi pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita


(28)

terhadap proses pembelajaran”.13

Sedangkan Setiawan menjelaskan bahwa “Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan”.14 Pendekatan sendiri sifatnya masih sangat umum, dibawahnya masih terdapat strategi, metode dan teknik pembelajaran yang dapat digunakan dan tergantung atau mengacu pada pendekatan itu sendiri. Roy Killen membagi dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:

1) Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajarn deduktif atau pembelajaran ekspositori.

2) Pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif15

Menurut penjelasan diatas maka bisa dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dirancang dalam perencanaan pembelajaran.

b. Pengertian Pendekatan Brain Based Learning

Otak adalah karunia yang diberikan Tuhan pada manusia. Sebuah organ yang digunakan manusia untuk memperoleh pengetahuan. Tidak ada satupun pembelajaran yang tidak menggunakan otak. Karena otak merupakan pusat dari seluruh aktivitas manusia, seperti berfikir, mengingat, memahami, berimajinasi, berlogika dan sebagainya. Hal tersebut menunjukan bahwa otak sangat berperan dalam pembelajaran. Namun bagaimana mengoptimalkan kerja otak agar belajar dapat maksimal?.

Setiap manusia memiliki otak dengan potensi yang sama. Kemampuan otak masing-masing akan berbeda satu dengan yang lainnya bergantung pada

13

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

Kencana, 2011), Cet. 8, hal. 127 14

Setiawan, Strategi Pembelajaran Matematika SMA, (Yogyakarta: P4TK), hal. 3

15


(29)

bagaimana orang tersebut memaksimalkan potensi otak yang dimilikinya. Seiring riset yang dilakukan dalam pembelajaran, diketahui adanya suatu pembelajaran yang mampu mengoptimalkan potensi pada otak yang disebut Brain Based Learning

Pendekatan Brain Based Learning (BBL) dapat diartikan sebagai pendekatan berbasis kemampuan otak. Menurut Jensen, “Pendekatan ini adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar”.16

Pada penerapannya dalam pembelajaran, “Brain Based Learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa”.17 Dengan kata lain BBL memfokuskan tentang bagaimana otak belajar dan bekerja serta bagaimana mengkondisikan siswa agar siap untuk belajar.

Caine mengembangkan 12 prinsip brain based learning sebagai berikut: a) Otak adalah prosesor parallel.

b) Belajar melibatkan seluruh alat tubuh. c) Pencarian makna adalah bawaan.

d) Pencarian makna terjadi melalui pembuatan pola. e) Emosi sangat penting untuk pembuatan pola.

f) Setiap otak memproses keseluruhan dan bagian-bagian secara serentak. g) Belajar melibatkan baik pemusatan perhatian maupun persepsi sekeliling. h) Belajar selalu melibatkan baik proses sadar maupun tidak sadar.

i) Manusia memiliki (paling sedikit) dua jenis system memori, yaitu spasial dan hafalan.

j) Otak mengerti dan mengingat paling baik ketika fakta-fakta dan keterampilan tertanam dalam memori secara alami.

k) Pembelajaran ditingkatkan oleh tantangan dan dihambat oleh ancaman.

16

Eric Jensen, Brain-Based Learning: Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak, Terj. dari

Brain Based Learning oleh Narulita Yusron, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hal.12 17Sapa’at,

Brain-Based Learning, 2009, http://matematika.upi.edu/index.php/brain-based-learning/,


(30)

l) Setiap otak adalah unik.18

Pada aplikasinya, guru yang menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran Brain Based Learning harus memperhatikan beberapa komponen seperti yang dikemukakan oleh Caine sebagai berikut.

a) Orchestrated immersion: Lingkungan pembelajaran yang dibentuk untuk memasukkan siswa ke dalam suatu pengalaman pembelajaran.

b) Relaxed alertness: Suatu upaya yang dibuat untuk menghilangkan ketakutan ketika berada dalam suatu lingkungan yang penuh tantangan.

c) Activate processing: Siswa menggabungkan dan menginternalisasi informasi dengan memprosesnya secara aktif. Informasi dihubungkan dengan pembelajaran sebelumnya. Tahapan tersebut diatur sebelum pembelajaran dimulai oleh guru yang mempersiapkan siswa dalam proses menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah diperoleh sehingga informasi baru tersebut lebih melekat.19

Pendekatan Brain Based Learning merupakan salah satu pendekatan yang berpusat pada siswa. Didalamnya terdapat pembelajaran aktif yang membebaskan siswa membangun pengetahuannya sendiri terhadap situasi pembelajaran yang beragam dan kontekstual. Pada Orchestrated immersion difokuskan untuk membuat pokok bahasan dalam pembelajaran menjadi lebih bermakna. Fase ini membantu siswa membuat pola dan berasosiasi dengan otak mereka masing-masing saat mereka diberikan permasalahan yang kaya pengalaman belajar, sehingga pembelajaran yang didapat akan lebih bertahan dalam memori siswa.20 Dalam setiap pembelajaran perlu dilakukan kegiatan yang memfasilitasi kemampuan berfikir agar siswa membangun sendiri pengetahuannya, misalnya seperti model penemuan terbimbing. Pada fase Relaxed alertness siswa ditantang untuk memecahkan suatu permasalahan dengan baik

18

Hasliza, A. dan W. Emilin, New Way to Learn, New Way to Success: Transforming a

Brain-Based Library Via Active Learning Instructions, Proceeding of the IATUL Conferences, 2012, http://docs.lib.purdue.edu/iatul/2012/papers/38, diakses 4 Agustus 2014

19

Spears, A. dan L. Wilson. Brain-Based Learning Highlights, 2007

http://itari.in/categories/brainbasedlearning/DefinitionofBrain-BasedLearning.pdf,

20

Ozden, M & Gultekin. The Effect of Brain-Based Learning on The Academic Achiefment

and Retention of Knowledge in Sciense Course. Electronic Journal of Science Education. Vol 12, 2008 http://ejse.southwestern.edu/article/download/7763/5530


(31)

tetapi meminimalisasi ancaman yang didapat, karena hasil belajar menjadi lebih tinggi ketika seseorang dalam keadaan nyaman tanpa ancaman. Relaksasi peregangan juga dapat dilakukan agar siswa tidak bosan dan kefokusan tetap terjaga. Fase Activate processing dilakukan dengan memfasilitasi siswa agar siswa mampu menyerap informasi dengan baik. Misalnya membentuk kelompok diskusi belajar maupun dengan tanya jawab.

Dari uraian diatas dapat kita katakan bahwa untuk dapat membuat kemampuan otak siswa menjadi lebih optimal dalam belajar, seorang guru harus bisa mengkondisikan kelas agar menjadi lebih menyenangkan, menantang, dan membuat siswa menjadi aktif dalam pembelajaran. Jensen mengemukakan bahwa “belajar dengan cara yang kaku (lock step) dan seperti mesin berjalan dipabrik (assemble line) akan mengganggu sebuah penemuan kritis tentang otak manusia karena setiap otak itu tidak hanya unik, otak itu berkembang dengan caranya sendiri”.21

Artinya dalam pembelajaran dikelas, siswa jangan diajarkan dengan cara itu-itu saja. Siswa bukanlah seperti mesin di pabrik yang hanya menerima saja apa yang tiap harinya diceramahkan guru, tetapi siswa perlu diajarkan dengan strategi lainnya agar mereka dapat mengeluarkan semua potensi otaknya. Selain itu pembelajaran yang berlangsung terus menerus juga tidak akan efektif, karena siswa lama kelamaan akan merasa jenuh dan kehilangan konsentrasinya.

Pembelajaran mencapai hasil terbaik apabila difokuskan, dipecahkan, kemudian difokuskan kembali. Pembelajaran terfokus secara terus menerus akan menjadi semakin tidak efisien. Bahkan sebetulnya, mencurahkan pemikiran seluruhnya untuk “waktu tugas” bertentangan dengan cara otak belajar secara alamiah baik dari segi biologis maupun edukatif.22

Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran dikelas harus diselingi dengan hal-hal yang dapat membuat siswa akan kembali fokus dan terjaga konsentrasinya. Jensen menambahkan,

Luangkan waktu untuk memfasilitasi beberapa saat relaksasi bagi para siswa sebelum memulai setiap sesi. Hal ini merupakan beberapa cara terbaik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kondisi rileks untuk pembelajaran yang optimal: peregangan lambat, tawa dan humor, musik,

21

Jensen, op. cit, hal.27

22


(32)

game dan aktifitas, diskusi dan percakapan tak terstruktur, ritual yang menurunkan stres, dan visualisasi.

Pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based learning terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya Atmosphere, Brain Fitness, Choices, Differences, Emotion, Fun, Goals, High Expectation, Interest, Just Like home, Kinesthetic, Lighting, Music, Nutrition, Online Learning, Patterns, Questioning, Rewards, Seating, Technology, Use It or Lose It, Video Games, Water, You Can Do It, dan Sleep.23

a) Atmosphere

Lingkungan dan suasana yang kondusif untuk belajar b) Brain Fitness

Salah satunya dengan melakukan senam otak. Senam otak atau brain gym adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateralitas); meringankan atau merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak (dimensi pemfokusan); merangsang sistem yang terkait dengan perasaan/emosional, yakni otak tengah (limbik) serta otak besar (dimensi pemusatan)24

c) Choices

Memberikan pilihan kepada siswa dalam pembelajaran akan memberikan kebebasan, kenyamanan, serta akan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pilihan kepada siswa dalam memilih sendiri tempat duduk atau kelompok belajar d) Fun

Pembelajaran yang menyenangkan sangat dibutuhkan didalam kelas, sebab potensi siswa hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut. Yang bisa dilakukan adalah menghindari situasi pembelajaran yang membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak senang terlibat di dalamnya seperti menggunakan kata-kata penyemangat dan humor disela-sela pembelajaran

23

Dave Kommer, ABC’s of Brain Based Learning, Inquiry Seminar SP07

http://personal.ashland.edu/dkommer/ABCs%20of%20BBL.pdf 24

Franc. Andri Yanuarita, Memaksimalkan Otak Melalui Senam Otak, (Yogyakarta:


(33)

e) Goals

Guru bertanggungjawab dalam membimbing siswa untuk menentukan tujuan. Misalnya dengan menentukan tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan nyata

f) High Expectation

Harapan yang tinggi akan memberikan dampak positif bagi siswa, misalnya tidak menggunakan kata-kata yang membuat siswa merasa terpuruk pada saat melakukan kesalahan

g) Music

Sistem syaraf terpengaruh oleh musik. setiap musik yang kita dengarkan, meskipun tidak sengaja mendengarkannya akan berpengaruh pada otak.25

h) Questioning

Sebuah pertanyaan kepada siswa akan membuat siswa menjadi aktif berpikir dan merasa dihargai

i) Rewards

Pemberian penghargaan dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa dalam belajar. Pemberian pujian merupakan salah satu bentuk reward yang paling mudah dilakukan oleh guru

j) Technology

Penggunaan teknologi secara tepat dapat menjadi alat atau media yang efektif serta menunjang dalam proses pembelajaran

k) Water

Air merupakan salah satu komponen utama dalam otak. Otak terdiri dari 80% air dan sangat sensitif terhadap perubahan PH. Otak membutuhkan air-air murni setiap hari untuk pembelajaran yang optimal.26 Ketika air berkurang, hormon stres akan meningkat. Oleh karena itu instruksikan kepada siswa untuk membawa air minum kedalam kelas dan meminumnya ketika haus

25

Yanuarita, op. cit, hal. 44

26


(34)

c. Tahap-Tahap Pembelajaran Brain Based Learning

Jensen menyatakan bahwa Brain Based Learning memiliki 7 tahap, yaitu: 1. Pra-Pemaparan, Tahap ini membantu otak membangun peta konseptual yang

lebih baik. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:

a) Guru memperlihatkan peta konsep tentang materi baru yang akan dipelajari b) Guru mengkondisikan lingkungan belajar yang menarik

c) Penyampaian tujuan pembelajaran

d) Siswa diminta untuk membawa air minum/air mineral sebagai nutrisi otak 2. Persiapan, Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan kesenangan.

Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:

a) Siswa diberi penjelasan awal mengenai materi yang akan dipelajari

b) Siswa didorong untuk menanggapi relevan atau tidaknya materi dengan apa yang ada di kehidupan nyata

3. Inisiasi dan akuisisi : Tahap ini merupakan tahap penciptaan pemahaman, koneksi atau pada saat neuron-neuron itu saling “berkomunikasi” satu sama lain. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:

a) Menyajikan materi dengan bantuan media audio visual misalnya menggunakan power point

b) Memulai pembelajaran aktif, misal dengan membimbing siswa kedalam diskusi mengerjakan tugas kelompok, mengisi Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk menemukan kembali konsep

4. Elaborasi : Tahap elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:

a) Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok di dalam kelompok atau di depan kelas

b) Melakukan tanya-jawab terbuka mengenai hasil diskusi atau meteri yang sedang dipelajari

c) Siswa diminta untuk membuat peta konsep individu atau kelompok tentang apa yang telah mereka pelajari


(35)

5. Inkubasi dan memasukkan memori : Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:

a) Siswa bersama guru melakungan peregangan dan relaksasi misalnya melakukan gerakan senam otak (Brain Gym)

b) Siswa diberikan tontonan vidio yang dapat melatih konsentrasi dan fokus pada otak

c) Guru memberikan latihan soal

6. Verifikasi dan pengecekan keyakinan : Dalam tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:

a) Guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari

b) Guru mengadakan kuis kepada siswa baik secara verbal maupun tertulis 7. Perayaan dan integrasi : Dalam fase perayaan sangat penting untuk melibatkan

emosi. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya: a) Memberikan penghargaan kepada siswa

b) Waktu saling berbagi atau menceritakan cerita-cerita pengalaman seru c) Sebagai penutup guru bersama dengan siswa melakukan perayaan kecil,

seperti bersorak dan bertepuk tangan27

d. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Brain Based Learning

Teori atau landasan filosofis yang mendukung BBL, diantaranya adalah aliran psikologi tingkah laku (Behaviorisme) dan pendekatan pembelajaran berdasarkan paham konstruktivisme.

a) Aliran Psikologi Tingkah Laku (Behaviorisme)

Menurut aliran behavioristik, “belajar pada hakukatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan

27


(36)

kecendrungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon”.28 Artinya seseorang dikatakan telah belajar apabila ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari stimulus atau input yang diberikan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu:

1) law of readlines. Belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut

2) law of exercise. Belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan 3) law of effect. Belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan

hasil yang baik.29

Adapun prinsip-prinsip belajar menurut teori behaviorisme sebagaimana yang diungkapkan Harley dan Davis adalah:

1) Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya

2) Materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu respon tertentu saja

3) Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat segera apakah respons betul atau salah

4) Perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.30

b) Aliran Konstruktivisme

Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget. Dia mengungkapkan bahwa “pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri”.31 Dalam paham konstruktivisme, pemecahan masalah itu lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya. Guru bukan hanya sebagai pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka.

Pada perkembangan berikutnya teori belajar konstruktivisme berkembang menjadi dua kelompok besar, yaitu Kognitif Individual yang

28

Sanjaya, Strategi Pembelajaran .., op. cit, hal. 114

29

Sagala, op. cit, hal. 42

30

Sagala, ibid, hal. 43

31


(37)

mendasar pada Piaget dimana belajar terjadi bila harapan belum terpenuhi dan dia harus memecahkan kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan realitas yang ada. Kemudian Sosiokultural yang dipelopori Vygotsky yang memandang pentingnya konteks sosial dan kultural yang berperan dalam proses belajar siswa.32

3. Pendekatan Konvensional

Menurut kamus besar bahasa Indonesia konvensional artinya berdasarkan kesepakatan umum atau kebiasaan, kelaziman dan bisa juga diartikan tradisional33. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan dan sudah terjadi/berlaku di sekolah selama ini. Pada umumnya pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada guru. Basuki Widodo menegaskan bahwa dalam prakteknya pembelajaran konvensional berpusat pada guru (teacher centered) atau guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan berupa metode ceramah, pemberian tugas dan tanya jawab34. Pembelajaran berpusat pada guru atau dengan kata lain guru menyampaikan materi sedangkan siswa hanya sebagai penerima materi pelajaran dan tidak mengkonstruksi pemahaman dan pengalaman yang dimilikinya. Guru memainkan peran penting karena dalam pembelajaran konvensional mengajar dianggap memindahkan pengetahuan kepada siswa.

Pembelajaran tersebut biasa disebut pembelajaran ekspositori. “Strategi pembelajaran ekspositori menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal”.35 Namun pada kenyataannya, dalam ekspositori komunikasi guru dengan siswa cenderung menggunakan komunikasi satu arah. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi pelajaran,

32

Adi Bandono, Perdebatan Sekitar Teori Belajar Dalam Praktek Pembelajaran,

http://journal.umsida.ac.id/files/adi%20bandono.PDF 33

Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. 2008

http://badanbahasa.kemendikbud.go.id/kbbi/index.php

34

Budi Wahyono, Pendekatan Konvensional Dalam Pembelajaran, 2013

http://pendidikanekonomi.com/2013/06/pendekatan-konvensional-dalam.html?m=1

35


(38)

materi tersebut seakan-akan sudah jadi. Oleh sebab itu kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sesekali bertanya.

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang paling banyak dikritik. Namun pembelajaran ini pula yang paling disukai oleh para guru. Terbukti dari wawancara dengan guru yang dilakukan penulis di Salah satu SMP Negeri Jakarta Barat, guru tersebut mengakui memang metode yang digunakan dalam mengajar masih seputar ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas yang termasuk dalam kategori pembelajaran konvensional.

Pembelajaran konvensional yang menekankan pada latihan mengerjakan soal dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu menyebabkan siswa kurang memahami konsep sehingga jika diberi soal latihan yang sedikit saja berbeda dengan yang dicontohkan, maka siswa akan kebingungan dalam mengerjakannya.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain hasil Penelitian yang dilakukan oleh Yuda dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Otak (Brain Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Di Desa Sinabun”. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh rata-rata skor hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen berada pada katagori sangat tinggi sedangkan skor hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol berada pada katagori tinggi. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran model Berbasis-Otak (Brain-Based Learning) dan siswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran konvensional.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi Syarwan dkk tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning (BBL) Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas VII SMP Islam Raudhatul Jannah

Payakumbuh”. Hasil penelitan menunjukkan kemampuan penalaran matematis


(39)

materi bilangan bulat, namun menurun pada materi bilangan pecahan. Secara keseluruhan kemampuan penalaran matematis yang diterapkan pendekatan BBL lebih baik dari pada siswa yang diterapkannya pembelajaran konvensional.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sukarya tahun 2013 dalam tugas akhir program magister Universitas Terbuka Jakarta dengan judul “Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Brain Based Learning Untuk

Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa”. Penelitian tersebut bertujuan

untuk menganalisis pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning dan Direct Instruction untuk meningkatkan pemahaman konsep, kemampuan prosedural, dan pemecahan masalah matematis siswa. Hasil penelitan menunjukkan pembelajaran matematika dengan pendekatan Brain Based Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematis siswa. Sedangkan peningkatan kemampuan prosedural matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning tidak lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Pemahaman konsep merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran disekolah maupun dalam permasalahan sehari-hari. Pemahaman konsep memiliki 2 tingkatan, pada tingkatan pertama siswa baru berada pada tahap tahu atau hapal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Siswa pada tahapan ini juga belum bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Pada tingkatan kedua siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat tesrjadi. Dan dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah pada situasi lain yang berkaitan.

Pada kenyataannya yang sering terjadi adalah pemahaman siswa hanya sampai pada tahapan atau tingkatan pertama saja. Hal tersebut terjadi karena siswa disekolah hanya datang, duduk, dengar, catat, dan hafal, dimana pembelajaran hanya didominasi oleh guru saja. Keadaan seperti itu berakibat pada potensi otak siswa dalam belajar menjadi tidak optimal.


(40)

Adapun cara yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan diatas adalah dengan melakukan inovasi dalam pembelajaran. salah satunya dengan pembelajaran yang dapat menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa, yaitu dengan pendekatan Brain Based Learning. Dalam penerapannya, BBL memiliki tahapan-tahapan perencanaan pembelajaran antara lain: tahap pra-pemaparan, tahap persiapan, tahap inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan formasi memori, tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan terakhir tahap perayaan dan integrasi. Ditunjang dengan tiga strategi utama BBL yaitu Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, Situasi pembelajaran yang aktif, dan pembelajaran yang melibatkan pengalaman.

Pada penelitian ini, pemahaman konsep matematika siswa diperkirakan akan banyak meningkat pada tahap inisiasi dan akuisisi, dimana siswa akan mengisi lembar kerja dengan model penemuan. Dengan pembelajaran yang melibatkan pengalaman, siswa akan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga siswa bukan hanya sekedar tahu melainkan paham akan konsep materi yang diajarkan. Skema kerangka berfikir BBL dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Berdasarkan hal-hal tersebut, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa dalam hal kemampuan berfikir khususnya pemahaman konsep matematika siswa.


(41)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berfikir Brain Based Learning

Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika

siswa

Pembelajaran yang melibatkan

pengalaman

Pembelajaran yang menyenangkan

Pembelajaran aktif Solusi :

Brain Based Learning

Dengan 7 tahap pembelajaran

Pra-pemaparan → Persiapan → Inisiasi dan Akuisisi → Elaborasi → Inkubasi dan

Memasukan memori → Verifikasi pengecekan keyakinan → Perayaan dan Integrasi

Pemahaman Instrumental

Pemahaman Relasional

Pemahaman konsep matematika siswa

meningkat

Penyebab:

 Pembelajaran masih berpusat pada guru


(42)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagai jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini yang kebenaranya harus dibuktikan, maka dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: “Pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi dari pemahaman konsep siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional”


(43)

29

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 63 Jakarta yang terletak di Jalan Perniagaan nomor 31, Kelurahan Tambora, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 bulan Mei - Juni

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Quasi Experimental (eksperimen semu). Metode ini melibatkan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam quasi experiment kelompok kontrol tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen1. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Sedangkan kelompok kontrol adalah yang diberi pembelajaran konvensional.

Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Posttest Only Control Design. Kedua kelompok hanya diberi tes di akhir setelah diberikan perlakuan yang berbeda.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Kelas Treatment (perlakuan) Post test (tes akhir)

E X O

K O

1


(44)

Keterangan:

E = Kelas Eksperimen K = Kelas Kontrol

X = Perlakuan terhadap kelas eksperimen

O = Post Test

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VII SMP Negeri 63 Jakarta pada tahun ajaran 2014/2015 berjumlah 174 siswa yang terbagi dalam lima kelas mulai dari VII-1 sampai dengan VII-5. Dalam penelitian ini dipilih secara acak dua kelas sebagai sampel dari lima kelas dalam populasi dengan teknik Cluster Sampling. Teknik ini adalah salah satu teknik sampling secara random. Dari dua kelas tersebut ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun kelas yang terpilih sebagai kelas eksperimen adalah kelas VII-1 yang berjumlah 35 siswa dan kelas VII-3 yang berjumlah 36 siswa sebagai kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Bentuk tes yang digunakan adalah bentuk uraian yang diberikan setelah siswa melakukan pembelajaran. Soal-soal tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kontrol dibuat sama dengan mengacu pada indikator penilaian pemahaman konsep.

E. Instrumen Penelitian

Tes kemampuan pemahaman konsep berupa tes tertulis yang soal-soalnya berbentuk uraian, tipe soal uraian digunakan agar mempermudah mengidentifikasi pemahaman konsep siswa ditinjau dari bagaimana langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan persoalan. Tes yang sama diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu berupa post test yang diberikan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelompok


(45)

eksperimen setelah diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning, dan kelompok kontrol setelah diberikan pendekatan biasa (konvensional). Adapun indikator-indikator yang akan diukur dapat dilihat dari kisi-kisi instrument pemahaman konsep pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika

Indikator Soal Aspek Pemahaman Konsep Nomor

Soal Instrumental Relasional

Menggunakan konsep perhitungan luas persegi dan persegi panjang dalam pemecahan masalah

1a

Menentukan keliling persegi dan

persegi panjang

1b

Menentukan luas daerah dan keliling dari gabungan beberapa persegi panjang

2

Menggunakan konsep perhitungan luas jajar genjang dan persegi untuk mencari luas daerah yang tidak diarsir

3

Menentukan keliling dan luas trapesium jika diketahui panjang sisi-sisinya

4

Menggunakan konsep perhitungan luas trapesium untuk mencari panjang sisi-sisi sejajarnya jika diketahui perbandingan sisi-sisi sejajarnya

5

Menentukan keliling dan luas dari

suatu bangun belah ketupat

6a

Menentukan keliling dan luas dari

suatu bangun layang-layang

6b

Menggunakan konsep perhitungan keliling belah ketupat untuk mencari luasnya jika diketahui sisi dan salah satu diagonalnya


(46)

Menggunakan konsep perhitungan luas segitiga untuk mencari luas

daerah yang diarsir

8

Menentukan keliling dari suatu

bangun segitiga

9a

Menggunakan konsep luas segitiga untuk mencari panjang garis tinggi

segitiga tersebut

9b

Jumlah Soal 5 7 12

Sedangkan untuk memperoleh data kemampuan pemahaman konsep matematika digunakan rubrik penskoran tiap soal seperti yang disajikan pada Tabel 3.3 berikut:2

Tabel 3.3

Rubrik Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematika

Skor Kriteria Keterangan

4 Pemahaman konsep terhadap soal matematika lengkap, penggunaan istilah dan notasi matematika tepat, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar.

Jawaban tepat,

perhitungan benar dan tepat dalam

menggunakan konsep 3 Pemahaman konsep terhadap soal

matematika hampir lengkap, terdapat sedikit kesalahan dalam penggunaan istilah dan notasi matematika, penggunaan

algoritma secara lengkap, perhitungan secara umum benar namun terdapat sedikit kesalahan.

Jawaban kurang tepat tetapi terdapat sedikit kesalahan perhitungan

2 Pemahaman konsep terhadap soal

matematika kurang lengkap, penggunaan

Jawaban kurang tepat, terdapat banyak

2

General Scoring Rubrics Mathematics, Smarter Balanced Assessment Concortium, www.smarterbalanced.org/wordpress/wp-content/upload/2014/10/Smarter-Balanced-Mathematics-General-Rubrics-Final.pdf


(47)

istilah dan notasi matematika kurang tepat, perhitungan sebagian besar salah

kesalahan perhitungan 1 Pemahaman konsep terhadap soal

matematika sangat terbatas, perhitungan salah

Jawaban kurang tepat, perhitungan salah

0 Tidak paham konsep sama sekali Tidak menjawab soal

Namun sebelum melakukan tes terlebih dahulu dilakukan uji kualitas instrumen tes yaitu :

1. Uji Validitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.3 Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu instrumen atau alat evaluasi dikatakan valid apabila ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu.

Untuk menghitung koefisien validitas instrumen salah satunya dengan menggunakan rumus korelasi product momen memakai angka kasar (raw score) sebagai berikut:4

 



  2 2 2 2 xy Y) ( Y N X) ( X N Y) X)( ( XY N r

Dengan keterangan :

rxy = Koefisien korelasi antara X dan Y N = Banyak subjek

X = Nilai rata-rata soal tes pertama perorangan Y = Nilai rata-rata soal tes kedua perorangan ∑X = Jumlah nilai-nilai X

∑X2

= Jumlah kuadrat nilai-nilai X ∑Y = Jumlah nilai-nilai Y

3

Sugiyono, op. cit, hal 173 4


(48)

∑Y2

= Jumlah kuadrat nilai-nilai Y

XY = Perkalian nilai X dan Y perorangan ∑XY = Jumlah perkalian nilai X dan Y Dengan ketentuan:

Jika < , maka soal tersebut dinyatakan tidak valid. Jika , maka soal tersebut dinyatakan valid.

Berdasarkan hasil perhitungan dari 12 soal yang diujicobakan diperoleh 10 soal yang valid. 10 soal tersebut mewakili indikator pada aspek instrumental yaitu nomor 1b, 4, 6a, 6b, dan 9a. Sedangkan sisanya mewakili indikator pada aspek relasional yaitu pada nomor 1a, 2, 3, 8, 9b.

2. Uji Reliabilitas

Untuk mengukur reliabilitas tes soal uraian pada penelitian ini digunakan rumus Alpha:5

=

Keterangan :

= reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir soal

∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item = varians skor total

= skor tiap soal = banyaknya sampel

Butir soal yang diuji reliabilitasnya disini adalah soal yang telah dinyatakan valid pada uji validitas. Sedangkan interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (

)

diadaptasi dari Juknis Analisis Butir Soal di SMA yang dapat dilihat pada Tabel 3.4.

5

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),


(49)

Tabel 3.4

Klasifikasi Reliabilitas

Keterangan

0,19 0,20 < 0,39 0,40 < ≤ 0,69 0,70 < 0,89 0,90 < 1,00

reliabilitas sangat rendah reliabilitas rendah

reliabilitas sedang reliabilitas tinggi reliabilitas sangat tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas pada instrumen yang di ujicobakan, diperoleh nilai 0.803, artinya reliabilitas soal tinggi.

3. Taraf Kesukaran

Untuk mengetahui apakah instrument tes yang diberikan tergolong mudah, sedang atau sulit maka digunakan rumus berikut :6

P

=

Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = skor seluruh siswa untuk setiap butir soal

JS = jumlah skor maksimum yang diperoleh siswa peserta tes

Adapun kategori mudah atau sulitnya soal dapat dilihat pada tabel berikut:7

Tabel 3.5

Kategori Indeks Kesukaran

P Keterangan

0,00 < P 0,30 0,30 < P 0,70 0,70 < P ≤ 1,00

Soal kategori sulit Soal kategori sedang Soal kategori mudah

6

Arikunto, ibid, hal 223

7


(50)

Berdasarkan hasil perhitungan, dari 12 soal diperoleh 7 soal dengan kategori mudah, 4 soal dengan kategori sedang dan 1 soal dengan kategori sulit.

4. Daya Pembeda

Untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah digunakan daya pembeda soal. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:8

D =

Keterangan :

D = daya pembeda

BA = skor maksimum yang diperoleh peserta kelompok atas BB = skor maksimum yang diperoleh peserta kelompok bawah JA = jumlah skor peserta kelompok atas

JB = jumlah skor peserta kelompok bawah

Sebelum daya pembeda dihitung dengan rumus tersebut, terlebih dahulu data diurutkan dari yang terkecil untuk kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah.

Adapun kriteria daya beda dapat dilihat pada Tabel berikut:9

Tabel 3.6

Kriteria Daya Pembeda Instrumen Tes

D Keterangan

D ≤ 0 0,00 < D ≤ 0,20 0,20 < D ≤ 0,40 0,40 < D ≤ 0,70 0,70 < D ≤ 1,00

Sangat jelek maka butir soal dihilangkan Daya pembeda jelek

Daya pembeda cukup Daya pembeda baik Daya pembeda baik sekali

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda dengan kriteria baik sebanyak 2 soal, cukup sebanyak 8 soal, jelek sebanyak 1 soal dan sangat

8

Arikunto, ibid, hal. 228

9


(51)

jelek sebanyak satu soal. Soal yang memiliki kriteria sangat jelek dan jelek merupakan soal tidak valid.

Hasil uji validitas, taraf kesukaran dan daya pembeda dengan reliabilitas tinggi dapat dilihat pada Tabel 3.7:

Tabel 3.7

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen

No. Validitas Kesukaran Daya Beda Keterangan

1a Valid Mudah Cukup Digunakan

1b Valid Mudah Cukup Digunakan

2 Valid Sedang Cukup Digunakan

3 Valid Sedang Cukup Digunakan

4 Valid Mudah Cukup Digunakan

5 Tidak Valid Mudah Sangat Jelek Tidak Digunakan

6a Valid Mudah Cukup Digunakan

6b Valid Mudah Cukup Digunakan

7 Tidak Valid Sedang Jelek Tidak Digunakan

8 Valid Sedang Baik Digunakan

9a Valid Mudah Baik Digunakan

9b Valid Sulit Cukup Digunakan

F. Teknik Analisis Data

Setelah semua data yang diperlukan telah terkumpul, maka dilanjutkan dengan menganalisis data tersebut sebagai bahan untuk menjawab semua permasalahan yang ada dalam penelitian. Hipotesis yang telah dirumuskan akan dianalisis dengan menggunakan uji-t. Tetapi sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas data.


(52)

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan disini adalah uji Chi- square, dilakukan dengan langkah-langkah berikut:10

1) Perumusan hipotesis

H0 : data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : data sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal 2) Data dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi

3) Menghitung nilai hitung dengan rumus:

=

Σ

Keterangan = Chi- square

fo = frekuensi observasi fe = frekuensi ekspektasi

4) Menentukan pada derajat bebas (db) = k – 3, dimana k banyaknya kelas 5) Kriteria pengujian

Jika , maka diterima Jika , maka ditolak 6) Kesimpulan

Jika , sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika , sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Homogenitas data mempunyai arti atau makna bahwa data memiliki variasi atau keragaman nilai yang sama atau secara statistik sama. Uji

10

Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta : Rosemata Sampurna,


(53)

homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan disini adalah uji Fisher, yaitu sebagai berikut: 11

Perumusan hipotesis

H0 : data sampel berasal dari varians yang homogen H1 : data sampel tidak berasal dari varians yang homogen F =

= dimana =

∑ ∑ db = (n - 1) dan db2 = (n2 – 1)

a. apabila , maka H0 diterima, yang berarti sampel berasal dari varians yang homogen.

b. apabila , H0 ditolak, yang berarti sampel tidak berasal dari varians homogen.

c. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian prasyarat analisis data dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas, kemudian dilakukan uji hipotesis. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajarkan dengan perlakuan berbeda.

Jika sampel yang diteliti memenuhi uji prasyarat analisis maka untuk menguji hipotesis digunakan uji t dengan taraf signifikansi α = 0,05 .sebagai berikut:12

= Nilai rata-rata kelompok eksperimen = Nilai rata-rata kelompok kontrol = Jumlah sampel kelompok eksperimen

11

Kadir, ibid, hal. 117

12


(54)

= Jumlah sampel kelompok kontrol = Varians kelompok eksperimen = Varians kelompok kontrol

Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah :

Terima , apabila dan Tolak , apabila

Jika sampel yang diteliti tidak memenuhi uji prasyarat analisis yakni kelompok eksperimen atau kelompok kontrol tidak berasal dari populasi berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis digunakan statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney13

Keterangan :

= Nilai rata-rata

= Nilai simpangan baku

= Banyaknya anggota kelompok 1 = Banyaknya anggota kelompok 2

G. Hipotesis Statistik

Perumusan hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: :

:

= Nilai rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen

= Nilai rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol

13


(55)

Apabila menggunakan uji-t maka setelah didapatkan nilai , ditetapkan derajat kebebasan, kemudian bandingkan nilai dengan . Jika maka ditolak, jika maka diterima. Sedangkan apabila yang digunakan adalah uji Mann-Whitney, setelah didapat


(56)

42

A. Deskripsi Data

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 63 Jakarta di kelas VII. Sebelumnya peneliti melakukan pra penelitian terlebih dahulu dengan kegiatan observasi meliputi wawancara dengan guru mata pelajaran matematika dan analisis hasil ulangan tengah semester (UTS) untuk melihat kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Peneliti mengambil sampel sebanyak 71 siswa yang terbagi dalam dua kelas yaitu kelas VII-1 yang berjumlah 35 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-3 yang berjumlah 36 siswa sebagai kelas kontrol. Kedua kelas diberikan perlakuan berbeda, kelas VII-1 diajarkan dengan pendekatan Brain Based Learning dan kelas VII-3 diajar dengan pendekatan konvensional.

Materi yang diajarkan adalah keliling dan luas segitiga serta segiempat dengan enam kali pertemuan pembelajaran, dan satu kali pertemuan untuk tes akhir. Sebelum tes diberikan, terlebih dahulu dilakukan uji coba sebanyak 12 soal di kelas VIII-6 SMP negeri 63 Jakarta. Dari hasil uji coba tersebut diperoleh 10 soal yang digunakan untuk posttest pada kelas eksperimen dan kontrol.

Berikut disajikan data hasil penelitian berupa hasil perhitungan akhir tes pemahaman konsep matematik siswa dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah pembelajaran dilaksanakan.

1. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen

Dari hasil tes pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 35 siswa yang diajarkan dengan pendekatan Brain Based Learning diperoleh nilai terendah 33 dan nilai tertinggi 95. Data hasil tes pemahaman konsep matematika siswa kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi pada Tabel 4.1 dan perhitungan lengkap mengenai hasil distribusi frekuensi pemahaman konsep matematik siswa pada kelas eksperimen dapat dilihat pada lampiran.


(57)

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen

No Interval

Frekuensi

Absolut

Relatif Absolut

(%)

Komulatif

Relatif Komulatif

(%)

1 33-43 1 2,86 1 2,86

2 44-54 2 5,71 3 8,57

3 55-65 4 11,43 7 20

4 66-76 12 34,29 19 54,29

5 77-87 10 28,57 29 82,86

6 88-98 6 17,14 35 100

Mengacu pada distribusi frekuensi hasil tes tersebut dapat diketahui nilai rata-rata 74,46, median 75,13 dan modus 74,30. Presentase siswa yang mendapat nilai tertinggi yaitu 17,14 % atau 6 siswa berada pada interval 88-98. Presentase siswa yang mendapat nilai terendah yaitu 2,86 % atau hanya seorang siswa berada pada interval 33-43. Sedangkan yang paling banyak adalah siswa yang memperoleh nilai pada interval 66-76 yaitu 34,29 % atau sebanyak 12 siswa. Secara visual penyebaran data pemahaman konsep matematika dengan pendekatan Brain Based Learning di kelas eksperimen dapat dilihat dalam grafik ogive pada Gambar 4.1

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa jumlah siswa yang memperoleh nilai dibawah rata-rata (74,46) sebanyak 16 siswa atau 45,71%, artinya 54,29% siswa memperoleh nilai diatas rata-rata atau dengan kata lain siswa yang memperoleh nilai diatas rata lebih banyak dari siswa yang memperoleh nilai dibawah rata-rata. Dapat dilihat juga jumlah siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM (70) yaitu sebanyak 12 siswa atau 34.28%. Artinya 65,72% siswa pada kelas eksperimen memperoleh nilai diatas KKM atau dengan kata lain sebagian besar siswa kelas eksperimen telah memenuhi ketuntasan dalam belajar matematika.


(58)

Gambar 4.1

Grafik Ogive Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen

2. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol

No Interval

Frekuensi

Absolut

Relatif Absolut

(%)

Komulatif

Relatif Komulatif

(%)

1 33-42 3 8,33 3 8,33

2 43-52 3 8,33 6 16,66

3 53-62 7 19,44 13 36,11

4 63-72 12 33,33 25 69,44

5 73-82 6 16,67 31 86,11

6 83-92 5 13,89 36 100

Dari hasil tes pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan pendekatan konvensional dengan jumlah siswa sebanyak 35

0 5 10 15 20 25 30 35 40

21,5 32,5 43,5 54,5 65,5 76,5 87,5 98,5 109,5

F

rekuens

i K

o

m

ul

at

if

Nilai

12 16


(1)

180 Lampiran 32


(2)

(3)

182 182


(4)

183 183


(5)

184 184


(6)

185 185


Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan problem posing terhadap pemahaman konsep matematika siswa

0 14 225

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Pendekatan Scientific Terintegrasi pada Model Pembelajaran Problem Based Learning (PTK pada Siswa

0 5 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Pendekatan Scientific Terintegrasi pada Model Pembelajaran Problem Based Learning (PTK pada Siswa

0 3 18

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN MOTIVASI SISWA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK MELALUI STRATEGI Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Dan Motivasi Siswa Dengan Pendekatan Scientific Melalui Strategi Pembelajaran Problem Based Learning Pada Poko

0 2 15

PENGARUH PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS.

0 1 43

PENGARUH PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA.

8 40 64

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROSEDURAL DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH.

4 7 48

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROSEDURAL DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH.

0 0 57

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA Risnawati

0 1 19

PENGARUH PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA - UMBY repository

0 0 138