Hakikat Metode Ekspositori Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Problem Posing

lebih baik daripada siswa pada kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional. Temuan ini didukung oleh perolehan nilai rata-rata pada kelas dengan pembelajaran problem posing sebesar 78,9 dan pada kelas dengan pembelajaran konvensional sebesar 70,8. Dilihat dari pencapaian KKM, pada kelas dengan pembelajaran problem posing jumlah siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 40 orang 88,9 dan pada kelas dengan pembelajaran konvensional sebanyak 25 orang 55,6. 55 Selain itu penelitian yang relevan juga pernah dilakukan oleh Saleh Haji dengan judul “Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar”, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang terletak pada aspek: rata-rata hasil belajar matematika, tingkat pemahaman soal, kevariasian penyelesaian soal, dan kegiatan belajar mengajar antara hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan problem posing pengajuan masalah dengan yang diajar dengan pendekatan konvensional biasa pada Sekolah Dasar Negeri 67 Kota Bengkulu. Perbedaan tersebut didukung oleh hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan problem posing dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 70 dan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan biasa dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 56,93. 56

C. Kerangka Berpikir

Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan siswa dalam menerjemahkan, menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep matematika berdasarkan pembentukan pengetahuannya sendiri bukan sekedar menghafal. Indikator seseorang dikatakan memahami konsep adalah mampu menerjemahkan konsepsi abstrak menjadi suatu model, misalnya dari lambang ke arti translation, mampu mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, misalnya diberikan suatu diagram, tabel, grafik atau gambar-gambar dan 55 Oktiana Dwi Putra Herawati, “Pengaruh Pembelajaran Problem Posing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 4, 2010, h. 70. 56 Saleh Haji, “Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar”, Jurnal Kependidikan Triadik, Vol. 14, 2011, h. 55. ditafsirkan interpretation, dan mampu menyimpulkan dari sesuatu yang telah diketahui extrapolation. Pemahaman konsep sebagai salah satu bentuk kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang termasuk siswa untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang memiliki kemampuan pemahaman konsep yang rendah, hal ini dapat terjadi karena masih banyak guru yang melakukan pembelajaran matematika dengan pendekatan ekspositori di sekolah-sekolah, dimana guru hanya mengandalkan adanya buku ajar yang siap disuapkan kepada siswanya. Siswa hanya datang, duduk, dengar, catat dan hafal di kelas sehingga proses pembelajaran hanya didominasi oleh guru dan kurang mengaktifkan siswa. Selain itu, pembelajaran matematika hanya menitikberatkan pada soal-soal rutin saja sehingga tidak banyak melatih kemampuan pemahaman tingkat tinggi siswa salah satunya kemampuan pemahaman konsep matematika. Sebagai bukti ketika siswa diminta memberikan alasan terhadap jawaban yang mereka peroleh, masih banyak siswa yang kebingungan, guru hanya memberikan contoh soal dan meminta jawaban siswa mengerjakan latihan mengikuti pola yang telah dicontohkan oleh guru. Siswa lebih banyak pasif dan tidak terlibat secara aktif dalam membangun konsep tentang matematika yang dipelajarinya, bahkan jarang sekali siswa diminta gagasan ataupun idenya tentang konsep-konsep matematika tersebut. Adapun cara yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas adalah dengan melakukan inovasi dalam pembelajaran. Salah satunya dengan menggunakan model, pendekatan atau metode yang dapat menuntut keaktifan siswa dan menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran sehingga siswa berani mengemukakan pendapat, merumuskan masalah dan membuat masalah yaitu dengan pendekatan problem posing. Problem posing merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk membuat atau merumuskan masalah soal dengan kat-kata sendiri supaya dapat dimengerti. Brown dan Walter menyebutkan bahwa perumusan soal dalam pembelajaran matematika memiliki dua tahapan kognitif yaitu tahap accepting menerima dan tahap challenging menantang.