Pengertian Pendekatan Pembelajaran Deskripsi Teoritik
mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Sehubungan dengan hal ini, Cobb dkk 1992 menguraikan
bahwa “Belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka
berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas”.
44
Hal ini sesuai dengan pendekatan problem posing dimana siswa dituntut membuat soal baru
dengan kata-katanya sendiri. Siswa secara aktif melakukan aktifitas berpikir untuk membuat soal.
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Sebagai landasan
paradigma pembelajaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembangan siswa belajar mandiri,
dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. Siswa tidak lagi diposisikan sebagai bejana kosong yang siap diisi. Guru
bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan problem posing sejalan dengan prinsip
pembelajaran berparadigma konstruktivisme. Dapat dikatakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan
oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.
Pengajuan soal problem posing mempunyai beberapa arti, Suryanto 1998: 8 menjelaskan: 1 pengajuan soal istilah pembentukan soal ialah
perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai, 2
pengajuan soal ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka pencarian pemecahan atau
alternatif soal yang relevan, 3 pengajuan soal ialah perumusan soal atau pembentukan soal dari situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum,
ketika atau setelah pemecahan suatu soalmasalah.
45
Sehubungan dengan pengertian problem posing sebagai pengajuan masalah, baik dilakukan sebelum, selama, atau setelah pemecahan masalah, maka
44
Erman Suherman, dkk., op. cit., h. 72.
45
Tatag Y.E. Siswono, Problem Posing: Sebuah Alternatif Pembelajarran yang Demokratis, Surabaya: Unesa University Press, 2008, h. 3-4.
Amin Suyitno menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut:
1 Pengajuan soal sebelum solusi presolution posing, yaitu satu pengembangan
masalah awal dari suatu situasi stimulus yang diberikan. Siswa membuat soal dari situasi yang diadakan atau membuat pertanyaan berdasarkan pertanyaan
yang dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut:
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut: a
Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit? b
Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat? c
Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat? 2
Pengajuan soal ketikadi dalam solusi within-solution posing, yaitu merumuskan kembali masalah agar menjadi mudah untuk diselesaikan. Siswa
memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru atau merumuskan ulang soal yang ada.
Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut:
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakah
banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat” Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut:
a Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
3 Pengajuan setelah solusi post solution posing, yaitu memodifikasi tujuan
atau kondisi dari masalah yang sudah diselesaikan untuk merumuskan masalah baru. Siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang telah
diselesaikan untuk membuat soal yang baru, siswa membuat soal yang sejenis seperti yang dibuat guru.
Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut:
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
a Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
b Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
c Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut: Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan
hanya 8 siswa yang tidak menyukai atletik dan senam. a
Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik? b
Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam? c
Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik dan senam?
46
Pendekatan problem posing dalam penelitian ini adalah pendekatan yang menekankan pada perumusan atau pengajuan masalah oleh siswa dari situasi atau
tugas yang tersedia. Sedangkan pengertian masalah dalam penelitian ini adalah soal atau pertanyaan. Dengan membuat atau mengkonstruksi soal atau masalah
yang dapat diselesaikan, siswa senantiasa mengkonstruksi pemahaman baru berdasarkan informasi yang tersedia. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan
seringkali menjadi pemicu terbentuknya pemahaman yang lebih mantap pada diri seseorang.
Pendekatan problem posing atau pengajuan pertanyaan sebetulnya hampir sama dengan metode problem solving intrinsik. Problem solving intrinsik,
merupakan pemecahan masalah yang didasarkan atas tuntutan dan keinginan peserta didik sendiri. Meskipun demikian, biasanya metode ini
didahului dengan problem solving ekstrinsik, yaitu pengajuan masalah yang dilakukan pengajar untuk kemudian dipecahkan oleh peserta didik.
Perbedaannya, problem solving lebih terfokus pada keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah, sedangkan problem posing terfokus
pada upaya peserta didik secara sengaja menemukan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru.
47
46
Virgania Sari, “Keefektifan Model Pembelajaran Problem Posing Dibanding Kooperatif tipe CIRC Cooperatife Integrated Reading and Compotition pada Kemampuan Siswa
Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 16 Semarang dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Pokok Himpunan Tahun Pelajaran 20062007”, Skripsi Universitas Negeri Semarang, Semarang:
Perpustakaan UNNES, 2007, h. 23-24, tidak dipublikasikan.
47
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 204.
Problem posing digunakan untuk merujuk pada dua pengertian, yaitu mengembangkan masalah baru, dan merumuskan kembali masalah yang
diberikan.
48
Beberapa istilah yang digunakan sebagai padanan istilah problem posing seperti pengajuan masalah, pengajuan soal, pembentukan soal,
pengkontruksian soal dan pertanyaan yang dihasilkan siswa. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud pendekatan problem posing adalah suatu pendekatan pembelajaran meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah atau
pertanyaan sendiri dan pengajuan soal tersebut berkaitan terhadap situasi atau tugas yang diberikan oleh guru yang mengacu penyelesaian soal baik sebelum,
ketika, atau setelah penyelesaian masalah. Sedangkan problem posing tipe post solution merupakan pengajuan masalah atau soal yang dilakukan setelah
penyelesaian masalah, siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru, siswa membuat soal yang sejenis
seperti yang dibuat guru.