Menyikapi Kerasnya Kompetisi di Era Globalisasi Pancasila sebagai Filter Globalisasi

162

5. Menyikapi Kerasnya Kompetisi di Era Globalisasi

Kompetisi adalah kata kunci dalam globalisasi. Kompetisi akan terjadi pada berbagai bidang kehidupan. Kompetisi kualitas sumber daya manusia, kompetisi penguasaan Iptek, kompetisi pencarian sumber daya alam, kompetisi produksi barang, maupun kompetisi pasar. Jika sebelumnya, tuntutan kompetisi kurang mengemuka, maka kini akan sangat menonjol. Bahkan kompetisi bukan hanya pada tingkat lokal, regional maupun nasional, akan tetapi akan mengglobal, mendunia. Jika selama ini sebuah negara akan dengan mudah membuat aturan main yang dapat pula dijadikan sebagai perisai untuk mencegah serangan kompetisi dari luar. Maka kini sudah tidak dapat lagi dilakukan. Oleh karena itu, untuk memenangkan kompetisi, yang harus dilakukan adalah persiapan diri. Ini meliputi kesiapan mental untuk berkompetisi, kesiapan untuk berprestasi dan kesiapan untuk berinovasi dan berefisiensi. Perdagangan bebas sudah dicanangkan di Asia Tenggara, yakni AFTA, yang telah dimulai sejak tahun 2003. Berlakunya AFTA berarti telah diberlakukannya persaingan bebas perdagangan barang maupun jasa di kawasan Asia Tenggara. Tidak terkeuali juga terjadi kompetisi SDM, termasuk penyediaan tenaga profesional, di kawasan ini. Kalau dulu Indonesia dapat mencegah tenaga luar dan memberi prioritas penuh kepada tenaga dari dalam negeri sendiri, kini hal itu sudah tidak mudah lagi dilakukan. Beberapa Dampak Negatif Globalisasi a. Batas-batas politik antar negara menjadi semakin kabur; b. Batas-batas ekonomi antar negara menjadi tidak jelas; c. Hubungan antar negara menjadi semakin transparan; d. Terjadinya Pasar bebas, yang hanya menguntungkan negara maju;. e. Jati diri suatu bangsa menjadi terancam. Sebaiknya Kamu tahu 163

6. Pancasila sebagai Filter Globalisasi

Benturan dan gesekan antar budaya dan peradaban tidak bisa dihindarkan di era yang disebut globalisasi seperti saat ini. Untuk itu, bangsa Indonesia bukan saja harus mampu bertahan, namun juga harus mampu berperan aktif. Kalau peran “bertahan” ada kemungkinan akan menimbulkan isolasi, ketertutupan dan inferiority. Peran “aktif” akan menghasilkan keterbukaan dan superiority. Setidaknya kemungkinan ketiga, yaitu akomodatif, yakni penyesuaian dan penerimaan akan hal-hal yang datang dari luar sejauh bisa ditolerir. Oleh karena itu, persiapan intern baik tentang pemahaman maupun sikap dan mentalitas bangsa harus dibenahi terlebih dahulu. Bangsa Indonesia hendaknya mampu menyelamatkan bangsanya dari dampak negatif globalisasi. Lebih lanjut bagaimana Indonesia dengan falsafat Pancasila, mampu menangkal setiap yang negatif dari globalisasi, dan mengabil yang baik darinya. Pergaulan global sudah tidak dapat lagi dihindari oleh seseorang ataupun suatu bangsa, kecuali ia sengaja mengurung diri dengan menjauhi interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Ketika seseorang masih membaca koran, menonton TV, menggunakan alat komunikasi, apalagi internet, ia akan tetap terperangkap dalam proses dan model pergaulan global. Istilah globalisasi yang sangat populer itu, dapat berarti “alat” dan dapat pula berarti “ideologi”. Alat, oleh karena merupakan wujud keberhasilan ilmu dan teknologi, terutama sekali di bidang komunikasi. Ketika globalisasi berarti alat, maka globalisasi sangat netral. Artinya, ia mengandung hal-hal positif, ketika dimanfaatkan untuk tujuan yang baik. Sebaliknya, ia dapat berakibat negatif, ketika hanyut ke dalam hal-hal negatif. Dengan demikian, globalisasi, akan tergantung kepada siapa yang menggunakannya dan untuk keperluan apa serta tujuan kemana ia dipergunakan. Jadi, sebagai alat dapat bermanfaat dan dapat pula mengakibatkan bencana. Terobosan teknologi informasi dapat dijadikan alat untuk hal-hal positif, dalam waktu bersamaan dapat pula menjadi penyebab hal-hal negatif. 164 Ketika globalisasi sebagai ideologi, sudah mempunyai arti tersendiri dan netralitasnya sangat berkurang. Oleh karena itu, tidak aneh kalau kemudian tidak sedikit yang menolaknya. Sebab, tidak sedikit akan terjadi benturan nilai, antara nilai yang dianggap sebagai ideologi globalisasi dan nilai nilai yang dianut oleh suatu bangsa.

7. Kiat Indonesia Menghadapi Globalisasi