Penyebab turnover Konsep Turnover

Turnover ada dua jenis yaitu turnover sukarela dan tidak sukarela Jones, 1990; Mathis Jackson, 2001; Robbins Coulter, 2010. Turnover sukarela terjadi pada saat karyawan meninggalkan organisasi atas permintaan sendiri yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya kurangnya tantangan, peluang karir, gaji, pengawasan, letak geografis, dan tekanan. Turnover tidak sukarela dipicu oleh karyawan yang tidak sesuai dengan kebijakan organisasi dan peraturan kerja, sehingga tidak memenuhi standar kinerja yang diharapkan Mathis Jackson, 2001. Mathis dan Jackson 2001 juga menyebutkan tidak semua turnover negatif bagi suatu organisasi. Kehilangan beberapa karyawan kadang memang diinginkan apabila karyawan yang keluar adalah yang kinerjanya rendah Mathis Jackson, 2001. Tetapi tetap saja kerugian yang ditimbulkan dari turnover lebih besar dari pada keuntungannya Gillies, 1989. Gillies 1989 menyatakan bahwa keluarnya perawat dari rumah sakit dikatakan normal berkisar antara 5 -10 per tahun, dikatakan tinggi apabila lebih dari 10. Menurut Capko 2001, berkisar dibawah 15 dalam lima tahun berturut-turut, jika lebih dari 20 maka dikatakan tinggi. Pergantian beberapa perawat diperlukan organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi, menciptakan inovasi baru melalui pengetahuan, ide-ide, dan teknologi baru melalui staf baru Mobley, 1982.

2.1.2 Penyebab turnover

Sellgren, et al. 2009 mengidentifikasi empat faktor utama yang memiliki pengaruh pada turnover yaitu nilai-nilai intrinsik motivasi, beban kerja, ukuran unit dan kepemimpinan. Universitas Sumatera Utara Nilai-nilai intrinsik dari motivasi . Motivasi merupakan masalah penting dan kompleks bagi manajemen personalia di fasilitas pelayanan kesehatan Janssen, De Jonge, Bakker, 1999. Speedling 1990 dalam Janssen, et al., 1999 mengungkapkan bahwa ketertarikan orang untuk bekerja pada perawatan kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh reward eksternal seperti gaji, namun juga dipengaruhi oleh motivasi instrinsik. Nilai-nilai instrinsik dari motivasi mengacu kepada ketika seseorang secara internal termotivasi untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan atau penting bagi mereka. Hal ini terkait dengan diri pribadi atau dari kegiatan itu sendiri Sellgren, et al., 2009. Faktor ini meliputi kategori seperti pengakuan, partisipasi, isi pekerjaan dan pengembangan kompetensi Sellgren, et al., 2009. Menurut Scott, Sochalski, Aiken 1999; Kramer dan Schmalenberg 2004, kurangnya perasaan dihargai bisa berhubungan dengan kurangnya otonomi dalam praktek keperawatan. Jika manajer mendukung, menghormati dan mengakui prestasi perawat, hal ini dapat meningkatkan semangat perawat yang menyebabkan peningkatan kepuasan kerja dan motivasi Lephalala, 2006. Beban kerja . Beban kerja bisa berbentuk beban kerja berlebihterlalu sedikit secara kuantitatif yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyaksedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebihterlalu sedikit secara kualitatif yang timbul jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan danatau potensi dari tenaga kerja. Beban kerja bisa berupa persepsi individu intrinsik, tetapi bisa juga berupa akibat dari kekurangan Universitas Sumatera Utara yang nyata ekstrinsik. Beban kerja berlebih secara kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kelelahan dan stres yang bisa mempengaruhi turnover McCarthy, Turrell, Cronin, 2002. Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari- hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja Manuaba, 2000 dalam Prihatini, 2007. Pengelolaan tenaga kerja yang tidak direncanakan dengan baik dapat menyebabkan keluhan yang subyektif, beban kerja semakin berat, tidak efektif dan tidak efisien yang memungkinkan ketidakpuasan bekerja yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya kinerja dan produktivitas serta mutu pelayanan yang merosot Gillies, 1989. Beban kerja berlebihan secara konsisten meningkatkan ketegangan kerja dan mengurangi kepuasan kerja, yang pada gilirannya, meningkatkan kemungkinan turnover Davidson et al., 1997; Tai et al., 1998; Hemingway Smith, 1999; Strachota et al., 2003 dalam Hayes, et al., 2006. Hal ini didukung oleh penelitian Siagian 2009; Hayajneh, et al. 2009; O Brien-Pallas, et al. 2010; dan Cho, et al. 2012 dimana salah satu faktor yang mempengaruhi turnover yaitu ketidakpuasan kerja. Ukuran unit . Hasil penelitian Sellgren, et al. 2009 menunjukkan bahwa turnover lebih rendah pada unit-unit kecil dengan sejumlah staf maksimal Universitas Sumatera Utara sebanyak 25 orang. Dalam unit-unit besar, anggota staf sebagian besar diatur dalam tim kerja yang dipimpin oleh seorang pemimpin tim. Laporan dalam focus group discussion FGD menunjukkan bahwa akan lebih mudah untuk mendapatkan pengakuan, untuk berpartisipasi, untuk lebih dekat dengan manajer dan untuk mengembangkan penghargaan dalam kelompok kerja dalam unit kecil atau tim kerja yang lebih kecil. Kepemimpinan. Perilaku manajer perawat memiliki dampak yang besar pada iklim kerja, kepuasan dan niat untuk meninggalkan atau tetap bekerja bagi staf perawat. Selain itu, manajer harus jujur, jelas dan mampu mendorong unit ke depan. Manajer harus mampu menerapkan struktur dan menetapkan tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan, sambil mendukung dan mendengarkan staf Sellgren, et al., 2009. Gullatte dan Jirasakhiran 2005 juga menyatakan bahwa perilaku perawat manajer adalah penting untuk mempertahankan staf perawat di rumah sakit, manajer adalah kunci nyata untuk mencapai tujuan ini. Strachota, et al. 2003 dalam Maboko, 2011 menunjukkan bahwa 37 dari perawat meninggalkan pekerjaannya karena tidak mendapatkan dukungan dari manajernya. Perawat juga berpendapat bahwa ketika manajer mengharapkan perawat untuk bekerja ekstra, manajer sendiri tidak melakukannya. Gaya kepemimpinan manajer berpengaruh terhadap sikap perawat. Menurut Koukkanen dan Katajisto 2003 dalam Maboko, 2011, kepemimpinan otoriter merupakan hambatan untuk pemberdayaan keperawatan. Kepemimpinan otoriter tidak meningkatkan fungsi penting dari manajemen perawat seperti mendengarkan, memberdayakan, manajemen konflik, memperjuangkan perawat, kerja sama tim, Universitas Sumatera Utara komunikasi dan kepemimpinan atau menjadi agen perubahan. Banyak perawat yang dipimpin oleh para pemimpin otokratik dan tidak diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Faktor lain yang mempengaruhi turnover yaitu lokasi rumah sakit Hayajneh, et al., 2009, karakteristik rumah sakit, hubungan interpersonal, lingkungan kerja fisik Cho, et al., 2012, dukungan tim, efektivitas profesional O Brien-Pallas, et al., 2010. Lokasi rumah sakit mempengaruhi tingkat turnover perawat. Tingkat turnover di kalangan RNS di rumah sakit perkotaan lebih tinggi dibandingkan di rumah sakit pedesaan Hayajneh, et al., 2009. Hal ini terkait dengan sedikitnya rumah sakit yang terdapat di pedesaan, sehingga RNS yang tidak mendapatkan pekerjaan di rumah sakit pedesaan akan mencari peluang ke rumah sakit perkotaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hayajneh, et al. 2009 bahwa faktor yang menentukan rendahnya turnover di pedesaan karena sebagian besar RNS adalah penduduk daerah tersebut dan rumah sakit mereka adalah satu-satunya di wilayah tersebut. Sebaliknya, rumah sakit di perkotaan memiliki tingkat turnover tinggi, karena perawat di sana memiliki lebih banyak pilihan dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Hasil penelitian Hayajneh, et al. 2009 menunjukkan bahwa hubungan interpersonal mempunyai dampak yang besar terhadap turnover. Membangun hubungan interpersonal yang baik sangat penting untuk perawat lulusan baru untuk tetap bertahan pada pekerjaan pertamanya. Manajer perawat perlu Universitas Sumatera Utara memainkan peran kunci untuk mendukung lulusan baru untuk mengembangkan hubungan interpersonal antara staf perawat dan petugas rumah sakit lainnya. Penelitian AbuAlRub 2004 menunjukkan bahwa hubungan dengan rekan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan niat untuk tetap bekerja. Juga didukung oleh penelitian McNeese-Smith 1999 dimana sikap negatif dari rekan kerja dan kritik dari rekan kerja dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hasil penelitian menunjukkan tiga alasan utama perawat meninggalkan keperawatan yaitu jam kerja yang lebih nyaman 46, pekerjaan yang lebih menguntungkan secara profesional 47,2 , dan gaji yang lebih baik 35,0 di tempat kerja baru sehingga menjadi alasan untuk meninggalkan pekerjaannya. Keamanan kerja juga menjadi faktor penentu ketidakpuasan kerja yang menyebabkan perawat meninggalkan pekerjaan mereka. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Toni 2007 dimana karyawan yang merasakan tingkat rendah keamanan kerja dalam pekerjaan mereka saat ini dapat termotivasi untuk mencari pekerjaan dalam organisasi di mana mereka percaya tingkat keamanan yang lebih besar dari pekerjaan mereka saat ini. Hunt 2009 mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan turnover adalah merasa kewalahan, tidak mampu mengelola beban kerja; kurangnya kejelasan peran dan kontrol rendah atas kinerja, merasa tidak dihormati dan dihargai atas kontribusi dan kemampuannya; komunikasi yang buruk dengan manajemen seputar isu-isu penting yang mempengaruhi pekerjaan; tidak menerima pengakuan atau penghargaan untuk prestasi; kurangnya peluang karir dan dukungan untuk pengembangan karir; kurangnya kepercayaan dan kolaborasi Universitas Sumatera Utara yang efektif dengan rekan kerja; jadwal kerja tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau harapan, serta pekerjaan yang terlalu menuntut fisik.

2.1.3 Dampak turnover