Ekonomi Analisis Lingkungan Eksternal

59 pajak terhadap produk pertanian akan menurunkan kesejahteraan peternak yang pada akhirnya akan menurunkan keinginan untuk beternak. Sedangkan kebijakan pemerintah di sektor moneter yang erat kaitannya dengan upaya-upaya pengembangan usaha kecil pada umumnya, khususnya yang berkaitan pula dengan pengembangan usaha kecil dibidang budidaya ayam ras pedaging, salah satu diantaranya adalah berupa kebijakan yang dikembangkan secara berkesinambungan dalam bidang perkreditan yang sesuai dan cocok dengan kebutuhan masyarakat usaha kecil. Sedangkan kebijakan pemerintah di sektor riil salah satu diantaranya adalah berupa pelaksanaan Program Kemitraan Terpadu PKT. Melalui bentuk hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha besar ini, maka bilamana ditinjau dari sisi perbankan, tingkat kelayakan bisnis usaha kecil budidaya ayam ras pedaging dapat ditingkatkan. Dengan demikian untuk mendapatkan bantuan kredit semakin terjamin. Bagi pemiliki modal inti program kemitraan terpadu dapat memberikan keuntungan, dengan mengalihkan sebagian dari kegiatan produksi ayam ras pedaging kepada anggota mitra melalui PKT justru menyebabkan inti cenderung dapat lebih mengkonsentrasikan kepada penyediaan pasokan dan juga dalam hal pembelian, pengolahan dan penjualan produk. Bilamana inti yang telah berpengalaman kuat dalam usaha peternakan ayam ras pedaging bermitra secara vertikal dengan mitranya, maka kemitraan usaha ini juga akan berdampak positif kepada kedua belah pihak. Khususnya bagi inti, dalam kondisi bermitra dengan para mitra, pada gilirannya inti mampu menekan biaya-biaya. Dengan dikembangkannya dasar-dasar keunggulan bisnis melalui PKT, maka keseluruhan industri peternakan ayam ras pedaging akan memiliki kemampuan untuk bersaing dengan ayam ras pedaging beku yang mungkin akan masuk dari luar negeri.

6.1.2.2. Ekonomi

Kondisi perekonomian mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi jalannya suatu usaha, baik usaha yang berskala besar maupun usaha skala kecil. Dalam sektor perunggasan kondisi perekonomian yang sangat tidak menunjang akan membuat peternak-peternak mandiri kesulitan, yang masih 60 bertahan hanya peternak yang bermodal besar atau yang mengikuti pola kemitraan dengan perusahaan besar. Variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi usaha perunggasan antara lain: inflasi dan kurs rupiah. Kondisi perekonomian yang lesu akan mengakibatkan inflasi. Inflasi inflation adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus. Didasarkan pada faktor-faktor penyebab inflasi maka ada tiga jenis inflasi yaitu: 1 inflasi tarikan permintaan demand-pull inflation, 2 inflasi desakan biaya cost-push inflation dan 3 inflasi karena pengaruh impor imported inflation. Inflasi tarikan permintaan demand-pull inflation atau inflasi dari sisi permintaan demand side inflation adalah inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada barang yang ditawarkan maka terjadi kenaikan harga. Inflasi desakan biaya cost-push inflation atau inflasi dari sisi penawaran supply side inflation adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa. Peningkatan biaya produksi akan mendorong perusahaan menaikkan harga barang dan jasa, meskipun mereka harus menerima resiko akan menghadapi penurunan permintaan terhadap barang dan jasa yang mereka produksi. Sedangkan inflasi karena pengaruh impor adalah inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam negeri Amir 2010. Inflasi yang terjadi dalam dunia perunggasan Indonesia adalah inflasi desakan biaya dan inflasi karena pengaruh impor. Input-input produksi dalam usaha peternakan ayam bersifat fluktuatif terhadap harga, kondisi yang demikian membuat iklim usaha yang tidak kondusif bagi peternak kecil. Perubahan harga pada DOC terjadi pada selang waktu yang pendek yaitu harian, sedangkan perubahan harga pada pakan terjadi mingguan. Harga DOC dalam peternakan ayam mengambil porsi sebesar 33 persen dari biaya produksi sedangkan pakan 60 persen dari biaya produksi. Kenaikan harga DOC dan pakan akan membuat peternak kesulitan karena akan meningkatkan biaya produksi. Pada kondisi inflasi 61 tidak hanya barang dan jasa tertentu yang mengalami kenaikan tetapi secara umum barang dan jasa mengalami kenaikan. Inflasi yang tidak diiringi dengan perbaikan pendapatan masyarakat akan membuat sulit peternak. Pada kondisi inflasi peternak harus menaikan harga ayam sebagai konsekuensi logis dari kenaikan biaya produksi, dengan naiknya harga ayam permintaan akan menurun karena masyarakat menghadapi hal serupa yaitu kenaikan secara serentak pada barang-barang kebutuhan rumah tangga. Dengan demikian ada dua kemungkinan yang dihadapi oleh peternak, ayam yang tidak laku atau ayam dijual dengan harga di bawah BEP break even point, keduanya mengakibatkan kerugian bagi peternak. Inflasi yang terjadi karena pengaruh impor adalah kenaikan harga bahan baku pakan yaitu jagung dan kedelai. Jagung dan kedelai saat ini diimpor dari Amerika Serikat, dengan naiknya harga pakan yang disebabkan naiknya bahan baku dari negara asal pengimpor dan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar akan menyebabkan naiknya biaya produksi peternak yang pada akhirnya akan berdampak secara langsung pada naiknya harga ayam di pasaran, dengan naiknya harga ayam di pasaran akan menyebabkan turunya permintaan yang akan mengakibatkan kerugian di pihak peternak. Krisis moneter tahun 1997 yang melanda Indonesia yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika membawa dampak negatif terhadap dunia perunggasan di tanah air. Dua hal yang menyebabkan terpuruknya industri perunggasan di saat krisis, yakni: pertama, menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk unggas yang tidak hanya ditandai menurunnya pendapatan masyarakat, akan tetapi juga disebabkan karena meningkatnya harga produk unggas, dan kedua, meningkatnya biaya produksi yang disebabkan meningkatnya harga pakan yang merupakan 70 persen dari biaya produksi. Akibatnya, perunggasan rakyat berskala kecil terpuruk dikarenakan ketidakmampuannya untuk berproduksi lagi Sjaf 2010. Menurut Dirjen Peternakan krisis yang berkepanjangan di Indonesia telah mengakibatkan industri perunggasan, khususnya ayam ras terpuruk. Dari produksi 15 juta ekor per minggu sebelum krisis moneter menjadi 4 juta ekor per minggu saat krisis, demikian pun dengan jumlah peternak yang semula 15.938 peternak sebelum 62 krisis menjadi 3.312 peternak saat krisis yang masih melakukan usaha budidaya, terdapat ± 12.626 peternak yang tidak dapat melanjutkan usahanya. Salah satu penyebabnya adalah tingginya harga pakan dan sapronak ayam ras saat itu Ditjennak 1998. Variabel lain yang mempengaruhi peternakan ayam antara lain pendapatan. Pendapatan masyarakat DI Yogyakarta dalam rentang waktu 2009- 2010 mengalami peningkatan sebesar tiga persen BPS 2010. Peningkatan pendapatan secara langsung akan mempengaruhi pola konsumsi, produk-produk unggas terutama telur dan daging ayam masih merupakan sumber protein hewani daging yang utama, dan terlihat adanya tren kenaikan konsumsi daging dan telur ayam seiring terjadinya perbaikan pendapatan. Tetapi di sisi lain, rata-rata konsumsi daging ayam nasional tahun 2005-2009 masih kecil yakni 0,075 kg per minggu. masyarakat Indonesia mengalokasikan pendapatannya untuk membeli rokok tiga kali lebih besar dibandingkan dengan anggaran untuk membeli susu, telur dan daging. Kampanye sadar gizi yang dilakukan secara konsisten, terarah, dan melibatkan semua pemangku kepentingan di sektor peternakan diharapkan mampu memicu adanya perubahan dari lebih banyak rokok ke lebih banyak protein hewani. Kesuksesan kampanye sadar gizi ini berpotensi untuk meningkatkan konsumsi daging ayam perkapita masyarakat Indonesia.

6.1.2.3. Sosial