BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terus berkembangnya industri manufaktur di era globalisasi ini, perusahaan dituntut untuk melakukan peningkatan kuantitas dan kualitas produk
yang dihasilkannya. Untuk mengembangkan hasil industri secara terus meningkat diperlukan dukungan dari seluruh departemen, terutama di lini produksi. Di dalam
lini produksi terdapat berbagai hal yang harus selalu ditingkatkan produktifitasnya, termasuk peralatan dan mesin yang mendukung proses produksi.
Mesin merupakan faktor penting dalam dunia industri untuk menghasilkan suatu produk di suatu perusahaan, sehingga apabila mesin mengalami gangguan atau
kerusakan, maka hal tersebut dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi, kefektifan mesin menurun, membengkaknya biaya perawatan, menurunkan
kualitas dari produk yang dihasilkan dan dapat mengganggu kinerja karyawan. PT Indonesia Asahan Aluminium INALUM merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang industri aluminium yang memproduksi aluminium Ingot. Produk yang dihasilkan oleh PT INALUM adalah 70 untuk ekspor, sehingga
benar-benar harus memperhatikan mutu untuk dapat bersaing dengan perusahaan sejenis. Dalam proses produksinya, perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium
INALUM menggunakan mesin-mesin dan peralatan-peralatan. Mesin yang digunakan dalam proses produksi pada bagian penuangan adalah furnace, mesin
casting dan mesin penyusun stacking. Namun pada kenyataannya proses
Universitas Sumatera Utara
produksi pada ketiga mesin ini sering terhambat akibat terjadinya kerusakan breakdown pada mesin. Besarnya kerusakan breakdown untuk ketiga mesin
dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Data Waktu Kerusakan Breakdown Mesin
No Mesin
Breakdown jam
1 Furnace
542 2
Mesin pencetak casting 1142,3
3 Mesin penyusun stacking
648,9
Sumber : PT. Inalum
Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada mesin casting mengalami waktu kerusakan breakdown paling besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi dan umur
mesin yang sudah tua sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kecepatan produksi mesin dan menghasilkan produk cacat. Mesin Casting merupakan mesin
yang digunakan untuk membuat aluminium cair menjadi aluminium batangan ingot yang memiliki 7 unit mesin. Berikut waktu breakdown dari 7 unit casting
machine dapat dilihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2 Data Waktu Kerusakan Breakdown Casting Machine Periode
April 2013 – Maret 2014 No
Mesin Breakdown
jam
1 Mesin pencetak casting no.1
142 2
Mesin pencetak casting no.2 367,5
3 Mesin pencetak casting no.3
108 4
Mesin pencetak casting no.4 112
5 Mesin pencetak casting no.5
90,5 6
Mesin pencetak casting no.6 124,9
7 Mesin pencetak casting no.7
197,4
Sumber : PT. Inalum
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mesin casting no.2 mengalami waktu kerusakan terbesar. Besarnya kerusakan breakdown untuk mesin casting no.2
dapat dilihat pada tabel 1.3
Tabel 1.3 Data Waktu Kerusakan Breakdown Casting Machine no.2 Periode
April 2013 – Maret 2014 Tahun
Bulan breakdown
jam breakdown
loss
availability
2013 April
36 7.00
89.88 Mei
34.18 6.86
89.56 Juni
31.5 6.51
89.57 Juli
34.95 7.02
89.26 Agustus
29.69 6.32
90.06 September
35 6.99
90.02 Oktober
31.48 6.50
89.86 November
35.73 6.95
89.40 Desember
33.19 6.97
89.81 2014
Januari 29
6.28 90.13
Februari 32.5
6.83 89.39
Maret 34.29
6.84 90.02
Sumber : PT. Inalum
Pada Tabel 1.3. diatas dapat dilihat bahwa pada casting machine no.2 pada periode juli 2013 memiliki breakdown paling besar yaitu sebesar 7,02 dimana
ini akan berdampak terhadap availability yang juga menurun dan menyebabkan penggunaan mesin menjadi tidak efektif dan menimbulkan kerugian bagi
perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas
mesinperalatan serta menghitung besarnya masing-masing faktor yang
memberikan kontribusi terbesar yang terdapat dalam six big losses dan melakukan analisis terhadap faktor yang menjadi prioritas utama dari masalah yang terjadi
dan tindakan perbaikan dalam usaha peningkatan dan efisiensi produksi. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu , untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah – langkah yang tepat dalam pemeliharaan mesin yang salah satunya dengan melakukan penerapan Total
Productive Maintenance sehingga akan meningkatkan efisiensi produksi pada
perusahaan. Agil 2012 pernah melakukan penelitian tentang pengukuran nilai Overall
Equipment Effectiveness OEE sebagai pedoman efektivitas mesin cnc cutting di
PT ALSTOM. Penelitian tersebut dilakukan karena bentuk komponen attachment yang diproduksi oleh mesin cnc cutting cukup bervariasi baik bentuk dan
ukurannya sehingga hasil ini berpotensi memunculkan permasalahan terkait dengan faktor availability mesin yang menyebabkan waktu set up menjadi lama
dan ketersediaan waktu produksi berkurang. Pada faktor performancy mesin cnc cutting
menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam pengaturan kecepatan potong mesin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar nilai availability,
performancy dan OEE dari mesin tersebut belum efektif yaitu sebesar 85,1,
73 dan 61,8.
1
Penelitian yang hampir sama juga pernah dilakukan oleh Agus, dkk 2013 yang menganalisis efektivitas mesin penggiling tebu dengan
penerapan Total Productive Maintenance TPM di PG.Jatitujuh. Penelitian ini dilakukan terkait dengan kerusakan peralatan pada proses penggilingan. Hal ini
mengakibatkan jam berhenti downtime giling tinggi sehingga kinerja mesin kurang efektif. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai OEE mesin penggilingan
sudah memenuhi standar dengan nilai sebesar 92,36.
2
1
Agil, Septian. 2012. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness OEE sebagai Pedoman Efektivitas Mesin CNC Cutting.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember ITS : Surabaya
2
Agus, Jiwantoro.,dkk. 2013. Analisis Efektivitas Mesin Penggiling Tebu dengan Penerapan Total Productive Maintenance TPM
. Universitas Brawijaya : Malang
Universitas Sumatera Utara
Dalam penerapan Total Productive Maintenance ini akan memberikan metrik kuantitatif yang disebut Overall Equipment Effectiveness OEE untuk
mengukur produktivitas mesin dan meningkatkan efektifitas peralatan lini produksi sehingga tercapai volume lebih besar dengan hasil yang baik sehingga
biaya produksi yang dikeluarkan lebih rendah. Metode ini dipilih karena perhitungannya didasarkan tidak hanya pada faktor ketersediaan Avaibility tetapi
juga faktor untuk kerja Performance efficiency dan kualitas Quality Rate.
1.2 Rumusan Masalah