Kedua, faktor lingkungan non keluarga yaitu masyarakat dan lingkungan penduduk, kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan
perkembangan fisik dan mental anak dan melatih anak untuk mengerti keadaan orang lain. Pergaulan dengan teman sebaya, guru, dan masyarakat
luas.
19
Dari penjelasan di atas, maka penulis simpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan keluarga saja, tetapi yang tidak kalah pentingnya juga yaitu faktor lingkungan non keluarga. Lingkungan keluarga di dapat dari orang
tua sedangkan non keluarga di dapat dari masyarakat dan lingkungan penduduk. Jadi kecerdasan emosional itu bukan sekedar bawaan lahir tetapi
di dapat dari proses pembelajaran yang didapat dari kedua faktor tersebut.
2. Altruisme
a. Definisi altruisme
Secara umum altruisme diartikan sebagai aktifitas menolong orang lain, yang dikelompokan ke dalam perilaku prososial. Dikatakan perilaku
prososial karena memiliki dampak positif terhadap orang lain atau masyarakat luas. Altruisme berasal dari kata alter yang artinya orang lain.
Secara bahasa altruisme adalah perbuatan yang berorientasi pada kebaikan orang lain.
20
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “altruisme adalah sikap yang
ada pada manusia, yang mungkin bersifat naluri berupa dorongan untuk berbuat jasa kepada manusia lain
”.
21
Sedangkan pendapat Walster dan Piliavin dalam buku Empati pendekatan psikologi sosial menjelaskan bahwa
perilaku altruisme adalah perilaku menolong yang muncul bukan adanya tekanan atau kewajiban, melainkan bersifat sukarela dan tidak berdasarkan
norma-norma tertentu, tindakan tersebut adakalanya merugikan penolong,
19
Daniel Goleman, op. cit., h. 61.
20
Taufik, Empati Pendekatan Psikologi Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, h. 131.
21
KBBI, “altruism”, 25 September 2014, 16.13 wib. http:kbbi.web.idaltruisme.
karena meminta pengorbanan darinya, seperti waktu, usaha, uang dan tidak ada imbalan dari semua pengorbanannya itu.
22
Menurut Batson tahun 2008 “altruisme yaitu sebagai motivasi dasar den
gan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain”.
23
Sedangkan Myers dalam buku Sarwono tahun 2002 mengartikan altruisme sebagai hasrat untuk menolong orang lain tanpa harus memikirkan
kepentingan sendiri.
24
Baron dan Byrne tahun 2005 dalam buku psikologi sosial mengidentifikasikan altruisme sebagai tingkah laku yang merefleksikan
pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Sedangkan menurut Schroeder, Penner, Dovidio, dan Piliavin dalam
buku yang sama, “altruisme dimaknai sebagai sejenis perilaku menolong
dalam hal ini sipenolong memberikan bantuan pada orang lain tanpa mengharapkan keuntungan”.
25
Beberapa ahli psikologi memberikan arti yang sama mengenai perilaku altruisme dalam kaitannya dengan perilaku prososial sehingga
dalam penjelesan kedua istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Ada beberapa ahli psikologi yang secara tegas membedakan antara perilaku
altruisme dengan perilaku prososial. Menurut Reven dan Rubin dalam Hafni, terdapat dua hal yang membedakan pengertian perilaku altruisme
dengan perilaku prososial. Pertama, perilaku altruisme merupakan bagaian dari perilaku
prososial. Kedua ada tujuan tertentu dari si pelaku pada perilaku prososial sedangakan perilaku altruisme dilakukan tanpa mengharapakan keuntungan
peribadi atau imbalan jasa. Menurut David O. Sears “altruisme adalah
22
Taufik, op. cit., h.133.
23
Sarlito W, Sarwono. Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2014, h.125.
24
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarrta: Balai Pustaka, 2002, h. 328.
25
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013, h. 220.
tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan apapun balasan kecuali mungkin
perasaan melakukan kebaikan”.
26
Selanjutnya Aronson, Wilson, dan Akert mengatakan altruisme adalah pertolongan yang diberikan secara murni, tulus, tanpa mengharapkan
balasan manfaat apa pun dari orang lain dan tidak memberikan manfaat apa pun untuk dirinya.
27
Tingkah laku menolong adalah tindakan individu yang ditunjukan untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si
penolong. Contoh menolong yang murni adalah altruisme, yaitu menolong untuk kesejahteraan orang lain semata selfless, tanpa motivasi untuk
kepentingan diri sendiri selfish.
28
Sedangkan menurut Batson, “altruisme
adalah ketika seseorang melihat penderitaan orang lain, maka akan muncul perasaan empati sehingga tergerak untuk meberikan pertolongan”.
29
Dalam istilah Islam perilaku altruisme dikenal dengan perbuatan yang akan dilihat oleh Allah adalah perbuatan yang dilakukan secara ikhlas dan
tidak menyisihi syariat. Begitu pula dengan motivasi pemberian pertolongan harus diniatkan semata-mata memperoleh oleh ridho Allah, bukan
didasarkan pada tujuan-tujuan jangka pendek, seperti mengharapkan sesuatu dari yang ditolong. Oleh karenanya dalam bahasa sehari-hari altruisme sama
dengan pertolongan yang diberikan secara ikhlas. Ikhlas adalah perilaku yang berorientasi kepada Allah SWT.
30
Bahkan dalam al- Qur’an sendiri ada satu surat yang diberi nama Al-
Ikhlas. Di dalam surat ini tidak ada kata tersurat tentang apa yang dimaksud dengan keihklasan. Namun surat ini memiliki makna yang dalam yang
mengajarkan tentang prinsip ikhlas bagi orang yang membacanya, sehingga
26
Fuad Nashori, Psikologi Sosial Islami, Jakarta: PT Refika Aditama, 2008, h. 45.
27
Taufik, op. cit., h.132.
28
Sarlito W. Sarwono. Eko A. Meinarno, op. cit., h. 141.
29
Ibid., h. 128.
30
Taufik, M. Si, op.cit., h.134.