Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

0,05 yaitu 0,00 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti Ada perbedaan rataan tingkat keterampilan berbicara antara kelompok anak yang diberi perlakuan dengan metode bermain peran makro dan kelompok anak yang diberi perlakuan dengan metode bermain peran mikro.

4.4 Pembahasan

Penelitian mengenai tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran menunjukkan rata-rata hasil keterampilan berbicara anak pada kedua kelompok tersebut berbeda. Nilai t hitung sebesar 4.243 t tabel sebesar 2,002. Nilai sig 2-tailed 0,05 yaitu 0,00 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti Ada perbedaan rataan tingkat keterampilan berbicara antara kelompok anak yang diberi perlakuan dengan metode bermain peran makro dan kelompok anak yang diberi perlakuan dengan metode bermain peran mikro. Tingkat keterampilan berbicara kelompok anak yang diberi perlakuan dengan metode bermain peran makro lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok anak yang diberi perlakuan dengan metode bermain peran mikro. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil posttest keterampilan berbicara kelompok eksperimen memiliki skor minimum 133; skor maksimum 167; nilai rata-rata 149,57; dan standar deviasi 8,406; sedangkan hasil posttest keterampilan berbicara kelompok kontrol memiliki skor minimum 95; skor maksimum 158; nilai rata-rata 137,7; dan standar deviasi 12,804. Eksperimen mengenai tingkat keterampilan berbcara ditinjau dari metode bermain peran ini dilakukan pada anak yang berusia lima sampai enam tahun di Taman Kanak-kanak Negeri Pembina Kota Pekalongan. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan bahasa anak dimana menurut Syaodih 2005:48 anak adalah makhluk peniru imitator dengan mencontoh orang lain di sepanjang kehidupannya. Hal ini disebabkan anak memiliki dorongan yang kuat untuk meniru orang lain, sehingga kemampuan imitasi anak ini menjadi modal penting dalam perkembangan bahasanya. Pemberian perlakuan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara yang berbeda. Kelas B1 TK Negeri Pembina Kecamatan Pekalongan Utara diberikan perlakuan berupa penerapan metode bermain peran mikro, sedangkan kelas B1 TK Negeri Pembina Kecamatan Pekalongan Barat diberikan perlakuan berupa penerapan metode bermain peran makro. Metode bermain peran makro dan mikro merupakan dua jenis metode bermain peran yang berbeda dalam pelaksanaannya. Metode bermain peran makro adalah bermain yang sifatnya kerjasama lebih dari dua orang sehingga komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi dua arah dengan menggunakan alat-alat main berukuran sesungguhnya, sedangkan dalam bermain peran mikro, anak menggunakan alat-alat main yang berukuran kecil yang dilakukan oleh dua orang bahkan sendiri sehingga komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah. Menurut Gunarti, dkk 2010:10.18-10.19 perbedaan antara bermain peran makro dan mikro dapat ditinjau dari beberapa sudut, diantaranya sudut alur cerita dimana bermain peran makro memiliki alur cerita yang mengandung konflik yang harus dipecahkan sehingga menuntut adanya kerja sama yang sinergis untuk menemukan solusi. Hal ini menyebabkan bermain peran makro memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada bermain peran mikro. Ditinjau dari sudut peran anak dalam bermain, anak berperan sebagai tokoh dari cerita dengan alur cerita yang telah ditentukan oleh guru, sedangkan pada bermain peran mikro alur cerita diciptakan oleh anak sendiri sehingga dalam bermain peran mikro anak berperan sebagai sutradara. Dari perbedaan-perbedaan antara metode bermain peran makro dan mikro, dapat disimpulkan tingkat keterampilan berbicara anak akan berbeda ditinjau dari metode bermain peran yang dilakukan. Perbedaan tingkat keterampilan berbicara anak tersebut akan diuraikan berdasarkan penjelasan mengenai bermain peran yang diberikan sebagai perlakuan. Adapun bermain peran yang diberikan dalam penelitian ini yaitu bermain peran dengan judul permainan: Rumahku Banjir, Restoran, Pergi ke dokter, Pemadam Kebakaran, Bawang merah Bawang putih, “Si Unyil” Bekerja sama yuk, Pesta Ulang Tahun, dan Bermain Bersama untuk bermain peran makro. Sedangkan untuk bermain peran mikro, permainan yang bisa digunakan dalam meningkatkan keterampilan berbicara untuk anak usia 5-6 tahun adalah bermain peran dengan judul permainan: Mengasuh Bayi, Fun Cooking, Kedai Es Krim, Aktivitasku, Barbie, Pesawatku, Bermain perang-perangan, serta Robot. Pada bermain peran makro dengan judul “Rumahku Banjir” keterampilan berbicara anak dapat terlatih melalui komunikasi dengan teman mainnya dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan peran yang dimainkan. Peran yang berbeda-beda dapat melatih daya khayal anak. Dalam permainan ini terdapat permasalahan yaitu rumah yang banjir yang membutuhkan adanya kerjasama dalam memecahkan masalah tersebut. Dengan adanya kerjasama yang terjadi akan meningkatkan keterampilan berbicara pada anak serta keterampilan sosial anak. Bermain peran “Restoran” dapat menstimulus keterampilan berbicara anak karena dalam permainan ini dibutuhkan adanya percakapan antar pemain. Misalnya: seorang pelayan harus bertanya pada pembeli mengenai makanan yang akan dipesan. Begitu pula dengan pembeli membutuhkan adanya percakapan ketika akan membayar makanan yang telah dipesannya. Dalam bermain peran “Pergi ke dokter” membutuhkan banyak percakapan terutama anak yang berperan sebagai dokter dimana anak harus memiliki kosakata yang cukup mengenai kesehatan. Untuk bermain peran “Pemadam Kebakaran” sangat membutuhkan adanya kerjasama yang akan menstimulus keterampilan berbicara anak serta kemampuan pemecahan masalah pada anak. Hal ini dikarenakan, dalam permainan ini, anak dihadapkan pada situasi yang berbahaya. Dalam keadaan tersebut, percakapan anak dengan ekspresi akan terlihat. Hal yang sama dengan bermain peran “Pemadam kebakaran”, ketika anak bermain peran “Bawang merah dan Bawang putih”, anak dihadapkan pada permasalahan yang harus dipecahkan. Melalui permainan tersebut, anak dapat membedakan perbuatan yang baik dan yang tidak baik. Hal tersebut akan menstimulus anak dalam menggunakan kosakata yang baik untuk diucapkan. Intonasi percakapan yang berbeda akan terlihat pada kedua peran yang dimainkan. Berbeda dengan bermain peran “Bawang merah dan Bawang putih”, bermain peran “Si Unyil” Bekerja sama yuk anak mengembangkan keterampilan berbicara melalui kerjasama dalam membersihkan lingkungan. Dalam kerjasama tersebut, komunikasi dua arah akan terjadi. Hal yang sama terjadi saat anak bermain peran “Pesta Ulang Tahun” dimana anak bekerjasama dalam mempersiapkan pesta. Melalui permainan ini dapat melatih anak untuk mengucapkan kata “terimakasih”. Sedangkan ketika anak bermain peran “Bermain Bersama ” dapat melatih anak untuk mengucapkan kata “maaf” dan kata yang menunjukkan ekspresi memaafkan. Uraian mengenai bermain peran makro yang diberikan sebagai perlakuan menjelaskan bagaimana bermain peran makro yang diberikan dalam penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada anak, yaitu meningkatkan kemampuan komunikasi pada anak, meningkatkan kemampuan kerjasama pada anak dalam memecahkan masalah, serta menambah kosakata yang dimiliki anak. Hal yang berbeda akan dijelaskan bagaimana tingkat keterampilan berbicara anak melalui metode bermain peran mikro. Dalam bermain peran “Mengasuh Bayi” percakapan yang terjadi hanya antara anak dengan boneka bayi yang dimainkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi adalah komunikasi searah. Hal yang sama terjadi ketika anak bermain peran “Barbie” dimana percakapan yang terjadi hanya antara anak dengan boneka barbie yang dimainkan. Ketika bermain peran “Fun Cooking ”, anak cenderung hanya mengucapkan kosakata mengenai masakan dan proses memasak sehingga permainan ini kurang dapat memperluas kosakata yang dimiliki anak. Bermain peran“Fun Cooking” ini sama dengan bermain peran “Bermain perang-perangan” yang kurang dapat memperluas kosakata yang dimiliki anak. Dalam bermain peran “Kedai Es Krim”, percakapan yang terjadi hanya antara penjual dan pembeli. Kemudian pada bermain peran “Aktivitasku”, anak lebih cenderung bermain dengan mainannya. Hal ini dikarenakan setiap anak memiliki aktivitas yang berbeda-beda sehingga anak bermain sesuai dengan alur cerita yang dibuat sendiri dan berbeda antara anak satu dengan anak yang lainnya. Karena anak bermain sendiri, tidak terjadi pertukaran kosakata sehingga anak hanya menggunakan kosakata yang dimilikinya. Bermain peran mikro yang lainnya adalah bermain peran “Pesawatku”, melalui permainan ini daya khayal anak dapat meningkat, namun peningkatan kosakata yang dimiliki anak kurang. Hal ini disebabkan anak lebih cenderung bermain dengan mainannya. Hal ini juga terjadi ketika anak bermain peran “Robot”. Berdasarkan uraian mengenai bermian peran mikro yang diberikan sebagai perlakuan dapat disimpulkan bahwa dalam bermain mikro komunikasi yang terjadi yaitu komunikasi satu arah. Hal ini dikarenakan dalam bermain peran mikro anak cenderung bermain dengan mainannya sehingga tidak terjadi pertukaran kosakata. Tidak adanya pertukaran kosakata tersebut kurang memperluas kosakata pada anak. Dilihat dari perbedaan antara bermain peran makro dan bermain peran mikro yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa bermain peran mikro dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada anak, namun tingkat keterampilan berbicara anak dengan bermain peran makro lebih tinggi, terutama dalam hal luasnya kosakata yang dimiliki anak. Hal ini diperkuat dengan hasil pretest dan posttest yang akan diuraikan dalam paragraf selanjutnya. Hasil pretest menunjukkan bahwa terdapat anak yang memiliki keterampilan berbicara yang kurang. Misalnya, pada gambar seorang koki, sebagian besar anak belum me ngetahui bahwa itu gambar “Koki”. Selain itu ketika peneliti bertanya dimana tempat bekerja koki?, anak belum mengetahuinya. Kemudian item pengamatan “anak dapat menyebutkan nama orangtua” belum terlihat pada saat pretest. Dilihat dari segi pengucapan anak masih kurang jelas terutama pada kata “Es krim”. Ekspresi anak pun belum begitu terlihat, seperti saat anak melihat gambar rumah yang terbakar pada cerita, ekspresi kaget pada anak belum terlihat. Bermain peran di sekolah merupakan kegiatan yang sangat menarik bagi anak. Namun, pelaksanaan bermain peran dalam penelitian ini mengalami hambatan terutama pada bermain peran mikro. Menurut Gunarti, dkk 2010:10.18 dalam bermain peran mikro, anak menjadi sutradaradalang dan benda-benda menjadi pemainnya, seperti boneka tangan, boneka jari, wayang, tanpa skenario. Hal ini menunjukkan bahwa dalam bermain peran mikro anak merancang skenario sendiri. Namun, yang terlihat di lapangan sebagian anak merasa kesulitan dalam merancang skenario sendiri sehingga jalan cerita pada bermain peran mikro berlangsung cukup singkat. Selain hambatan dalam bermain peran mikro, dalam bermain peran makro, hambatan yang terjadi yaitu anak berebut peran. Hal ini dikarenakan menurut Syaodih 2005:13 bahwa pada masa kanak-kanak, anak bersifat egosentris sehingga dalam bermain makro ini setiap anak menginginkan peran yang mereka sukai. Seperti ketika bermain peran “Pergi ke dokter”, sebagian besar anak menginginkan peran seorang dokter dan perawat. Hasil posttest pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa sebagian besar keterampilan berbicara anak meningkat. Seperti anak yang pada saat pretest belum mengetahui bahwa itu adalah gambar koki, melalui bermain peran ”Restoran”, anak mengetahui bahwa itu merupakan gambar koki, serta melalui bermain peran tersebut, anak mengetahui bahwa tempat bekerja koki adalah di restoran. Selain itu, ketika anak bermain peran ”Rumahku Banjir”, dan ”Pemadam kebakaran”, anak dapat menunjukkan ekspresi panik maupun kaget. Hal tersebut menunjukkan bahwa melalui bermain peran makro yang dilakukan, anak dapat mengekspresikan apa yang ia rasakan. Penggunaan kata ganti yang jarang digunakan anak dalam kehidupan sehari-hari, dapat terlihat ketika anak bermain peran makro. Misalnya, ketika anak bermain peran ”Pergi ke dok ter”, anak mengucapkan kata ganti ”Anda” dalam konteks kalimat ”Anak anda sakit apa?”. Penggunaan kata tanya juga sering muncul ketika anak bermain peran makro. Hasil posttest kelompok anak yang diberikan perlakuan berupa penerapan metode bermain peran mikro, anak yang semula belum mampu melanjutkan cerita yang telah diperdengarkan, setelah bermain peran mikro, anak mampu melanjutkan cerita tersebut. Selain anak mampu melanjutkan cerita, kemampuan berkomunikasi secara lisan pada anak meningkat terutama komunikasi dengan guru sebagai peneliti. Rasa ketertarikan anak pada bermain peran membuat anak sangat senang ketika bermain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tedjasaputra 2001: 43 yang menyatakan bahwa pengenalan konsep pada anak usia prasekolah dilakukan sambil bermain, maka anak akan merasa senang dan tanpa dia sadari ternyata dia sudah banyak belajar. Dalam hal ini, pada saat bermain peran, tanpa disadari keterampilan berbicara pada anak meningkat terutama melalui bermain peran makro. Peningkatan keterampilan berbicara melalui metode bermain peran makro tersebut dapat terlihat dengan tercapainya indikator berkomunikasi secara lisan dan memiliki perbendaharaan kata, panjang kalimat yang diucapkan anak terdiri dari 6-8 kata perkalimat, menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap pokok kalimat-predikat-keterangan, melanjutkan sebagian ceritadongeng yang telah diperdengarkan, isi pembicaraan berpusat pada orang lain Sosialisasi, mengajukan pertanyaan sesuai dengan topik, berbicara lancar dengan kalimat sederhana, serta mengekspresikan diri melalui dramatisasi. Sedangkan melalui metode bermain mikro, peningkatan keterampilan berbicara yang terlihat yaitu tercapainya indikator berkomunikasi secara lisan, panjang kalimat yang diucapkan anak terdiri dari 6-8 kata perkalimat, isi pembicaraan berpusat pada diri sendiri Egosentrik, serta melanjutkan sebagian ceritadongeng yang telah diperdengarkan. Perbedaan tingkat keterampilan anak ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun di atas, diperkuat dengan perbedaan peningkatan skor antara kelompok anak yang diberikan perlakuan dengan metode bermain peran makro dan kelompok anak yang diberikan perlakuan dengan metode bermain peran mikro sebelum dan sesudah diberikannya perlakuan. Peningkatan skor yang lebih tinggi terlihat pada hasil sebelum dan sesudah diberikannya perlakuan pada kelompok anak yang diberikan perlakuan dengan metode bermain peran makro. Penelitian mengenai tingkat keterampilan anak ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun ini terbatas. namun ada beberapa penelitian yang sesuai dengan hasil penelitian ini. Levy, et.all 1992 dalam Shim 2007 mengungkapkan adanya hubungan positif antara bermain pura-pura dengan peningkatan kemampuan bahasa pada anak usia taman kanak-kanak. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan Fitriani 2010: 89 di TK Lab.ScHool UPI bahwa “Terdapat perbedaan secara signifikan antara kosakata bahasa Indonesia pada anak kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diterapkannya metode bermain peran role play makro.” Hasil penelitian yang dilakukan Fitriani, sejalan dengan hasil penelitian Halida 2011 bahwa bermain peran makro merupakan metode yang tepat dalam menjembatani anak untuk lebih leluasa dalam berbicara. Hal ini disebabkan dalam melakonkan tokoh dari sebuah cerita, anak dituntut untuk melakukan percakapan dengan lawan mainnya. Hal yang sama diungkapkan oleh Yulia Siska 2011 yang membuktikan bahwa penerapan metode bermain peran makro cukup berhasil dilaksanakan karena bagi guru dan anak metode ini belum pernah digunakan dan sangat menarik. Dalam bermain peran makro ini, anak dapat terlibat aktif untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak melalui tokoh yang dipilih untuk diperankan. Hasil penelitian lain diungkapkan oleh Andresen 2005 bahwa bermain peran makro sebagai bentuk tindakan pada ZPD, termasuk perkembangan bahasa dimana bahasa memegang peranan penting sebagai sarana pembentukan daya khayal anak. Dengan adanya komunikasi yang terjadi secara verbal dalam bermain, anak dapat bertukar ide mengenai maksud dari permainan. Sejalan dengan pendapat Andresen 2005, hasil penelitian yang dilakukan oleh Bergen 2002 menunjukkan hubungan yang jelas antara keterampilan sosial dan kompetensi bahasa dengan tingginya kualitas daya khayal anak, sehingga bermain peran makro dimana anak bermain dengan teman sebaya dapat membantu perkembangan bahasa anak. Hal yang sama diungkapkan oleh Anderson, dkk 2010 bahwa bermain peran makro dapat memperluas daya imajinasi anak dimana anak menggunakan kosakata baru untuk mengekspresikan cerita yang dimainkan. Anak dapat meningkatkan keterampilan berbicara dengan meniru anak yang lain maupun orang dewasa sebagai modelnya. Berbeda dengan hasil penelitian mengenai bermain peran makro, hasil penelitian tentang metode bermain peran mikro dalam meningkatkan perkembangan bahasa sangat terbatas. Hasil penelitian yang relevan hanya hasil penelitian dari Li 2012 yang menunjukkan bahwa perkembangan bahasa anak dapat dikembangkan melalui pendekatan bermain peran di rumah dimana daya khayal anak secara individual dapat terlihat melalui bermain peran mikro. Perbedaan tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun dikemukakan oleh Pane dalam UNIMED-Master-130074 2013 mengenai pengaruh metode bermain peran dan konsep diri terhadap keterampilan berbicara anak usia dini di kelompok bermain kota Medan menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak yang mengikuti pembelajaran bermain peran makro lebih tinggi daripada anak yang mengikuti pembelajaran bermain peran mikro. Berdasarkan uraian mengenai hasil penelitian yang relevan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat keterampilan berbicara ditinjau dari metode bermain peran pada anak usia 5-6 tahun dimana tingkat keterampilan berbicara dengan metode bermain peran makro memiliki lebih tinggi daripada tingkat keterampilan berbicara dengan metode bermain peran mikro. Peningkatan keterampilan berbicara pada anak usia 5-6 tahun melalui metode bermain peran makro yang terjadi diantaranya dalam hal peningkatan kosakata, penggunaan kata ganti, serta ekspresi anak. Sedangkan metode bermain peran mikro kurang dapat memperluas kosakata anak. Metode bermain peran mikro ini lebih dapat meningkatkan kemampuan daya khayal anak.

4.5 Keterbatasan Penelitian