Hakikat Hasil Belajar LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

a. Learning to know Belajar untuk mengetahui learning to know, berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetahui menurut UNESCO dipahami sebagai cara dan tujuan dari eksistensi manusia. Belajar untuk mengetahui berimplikasi terhadap diakomodasikannya konsep belajar tentang bagaimana belajar learning how to learn dengan mengembangkan seluruh potensi konsentrasi pembelajar, ketrampilan meningat dan kecakapan untuk berpikir. b. Learning to do Belajar untuk berkerja learning to do, adalah belajar atau berlatih menguasai ketrampilan dan kompetensi kerja. Jadi menurut konsep UNESCO belajar jenis ini berkaitan dengan pendidikan vokasional. c. Learning to live together Belajar untuk hidup bersama learning to live together, mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. d. Learning to be Belajar untuk menjadi manusia yang utuh mengharuskan tujuan belajar dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa, sehingga pembelajar menjadi manusia yang utuh, paripurna. Manusia yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketakwaan terhadap Tuhan, intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. 2. Hasil belajar Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari segi hasil. “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya ”. 7 Hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan 7 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Bandung: PT. Rosdakarya, 2005 h.22 hasil yang sama. 8 Jadi, hasil belajar adalah akibat yang diperoleh oleh siswa setelah memperoleh suatu pengetahuan. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. 9 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Sedangkan ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. 10 Ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual. 11 Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 enam kelas atau tingkat yakni: 12 a. Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari. b. Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. Dalam pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. 8 Sumiati dan Asra, Op. cit., h.38 9 Nana Sudjana, Op. cit., h.22 10 Ibid., h.22-23 11 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, h.202 12 Ibid., h.202-204 c. Penggunaan atau penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret danatau situasi baru. Untuk penggunaanpenerapan, siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisaiabstraksi tertentu konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar. d. Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian- bagian yang menjadi unsur pokok. Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar. e. Sintesis, merupakan kemampuan mengabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta melakukan generalisasi. f. Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi, siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus. Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh 2 faktor inti, yaitu faktor internal dari dalam diri dan faktor eksternal. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar 13 : a. Faktor internal 1. Faktor fisiologis Secara umum, kondisi fisiologi seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah, tidak dalam keadaan cacat jasmani, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Bahkan menurut Aminuddin Rasyad dalam Yudhi, pancaindera merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan. Artinya, kondisi panca indera tersebut akan memberikan pengaruh pada proses dan hasil belajar. Dengan memahami kelebihan dan kelemahan panca indera dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman akan mempermudah dalam memilih dan menentukan jenis rangsangan atau stimuli dalam proses belajar. 13 Yudhi Munadi, Op. cit., h.24-35 2. Faktor psikologis Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis antara lain, intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan motivasi, dan kognitif dan daya nalar. b. Faktor eksternal 1. Faktor lingkungan Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula lingkungan sosial. 2. Faktor instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor-faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. faktor- faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan- tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru. Adapun tujuan penilaian hasil belajar adalah: 14 1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan. 2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat, dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran. 3. Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. 4. Untuk mendiagonsis keunggulan dan kelamahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keunggulan peserta didik dapat 14 Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, h.15 dijadikan dasar bagi guru untuk memberikan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut, sedangkan kelemahannya dapat dijadikan acuan untuk memberikan bantuan atau bimbingan. 5. Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu. 6. Untuk menentukan kenaikan kelas. 7. Untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. “Informasi hasil belajar siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang telah ditetapkan dan dikumpulkan dengan berbagai bentuk penilaian, misalnya tes tertulis paper and pencil test serta penilaian unjuk kerja performance ”. 15 Tes tertulis yang sering digunakan adalah tes objektif dan tes uraian. Sedangkan unjuk kerja siswa sering dinilai dengan cara pemberian tugas atau portofolio.

B. Konstruktivisme

“Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, lalu selalu bergulat dengan ide-ide ”. 16 “Menurut pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pembelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari ”. 17 Selain itu menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. “Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan 15 Adi Suryanto, Evaluasi Pembelajaran di SD, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009, h.4.3 16 Endang Widi Winarni, Mengajar IPA Secara Bermakna, Bengkulu: UNIB Press, 2009, h.46 17 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005, h.58 merevisinya apabila aturan- aturan itu tidak lagi sesuai” 18 . Bagi memahami dan dapat menerapkan pengetahuan mereka harus berkerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. 19 “Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembentukan pengetahu an”. 20 Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik sendiri. Maka peserta didik harus aktif berfikir, melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan member makna sesuatu yang dipelajarinya. 21 “Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar ”. 22 Pada dasarnya, pengetahuan dibentuk pada diri manusia berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya dan hasil interaksinya dengan lingkungan sosial di sekelilingnya. Belajar adalah perubahan proses mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya yang dialami para siswa sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang mereka peroleh itu adalah hasil interpretasi pengalaman tersebut yang disusun dalam pikiranotaknya. Jadi siswa bukan berasal dari ada yang diberikan guru, melainkan merupakan hasil usahanya sendiri berdasarkan hubungannya dengan dunia sekitar. Mengajar adalah suatu upaya yang berusaha membantu siswa dalam merekonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengalamannya masing-masing. Jadi mengajar bukan menyampaikan sejumlah informasi secara utuh kepada siswa. Dengan demikian, konstruktivis ini merupakan suatu preposisi yang sederhana yaitu siswa mengkosntruk pengertiannya terhadap dunia tempatnya hidup. 23 Konstruksitivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, 18 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2007, h.13 19 Ibid. 20 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h.78 21 Ibid. 22 Nuryani Rustaman dkk, Materi dan Pembelajaran IPA SD, Jakarta: Universitas Terbuka,2010, h.2.6 23 Lukmanul Hakim, Op. cit., h.46