Pengaruh penggunaan LKS eksperimen berbasis lingkungan terhadap hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh

Dzakirin

NIM 107016200802

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

iii

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan LKS Eksperimen berbasis lingkungan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian non equivalent control group design. Sampel adalah siswa kelas XI MA Nurul Ummah Ciampea semester ganjil Tahun Ajaran 2013/2014 yang diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui instrumen tes yang kemudian hasilnya dianalisis menggunakan uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa thitung sebesar 5,18 lebih besar dari ttabel yaitu 1,684 dengan taraf signifikansi 5%, maka hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh penggunaan LKS Eksperimen berbasis lingkungan terhadap hasil belajar siswa diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran yang menggunakan LKS Eksperimen berbasis lingkungan terhadap hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi.


(5)

iv

The purpose of this study was to determine influence the use of LKS based experimental environment of student learning outcomes in the concept of reaction rate. The method used in the study was quasi experimental research design with non equivalent control group design. Samples were high school students in grade XI Nurul Ummah Campeat year 2013/2014. taken by purposive sampling technique. Data collection techniques obtained through the test instrument and

than analysis of test results using t test. The results using t test found that tcount of

5.18 is greater than 1.684 with the ttable the significance level of 5%, then the

research hypothesis states that there is the influence of LKS based experimental environment. The results showed that there was a significant effect learning using LKS based experimental environment of student learning outcomes .


(6)

v

karunianya kepada hamba-hambanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Pengaruh LKS Eksperimen Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Laju Reaksi dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’I, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc sebagai Ketua Jurusan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si sebagai Ketua Prodi Pendidikan Kimia

4. Bapak Tonih Feronika, M.Pd sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Nanda Saridewi, M.Si sebagai pembimbing II yang juga telah memberikan arahan dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Orang tua tercinta yaitu H. Hasan Sayuti dan Hj. Resih dan seluruh keluargaku yang selalu sabar, memberi motivasi dan dukungan moril maupun materil.

7. Pebi, Ridad, Nazar, Ncek, Usep, Dede, Frankly, Zaki, Taslim, Faris, Desman, Fajar dan Teman-teman kost yang lain yang selalu memberi semangat dan keceriaan.

8. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu


(7)

vi

Jakarta, 22 Agustus 2014 Peneliti


(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Pembatasan Masalah... 4

D. Rumusan Masalah... 4

E. Tujuan Penelitian... 5

F. Manfaat Penelitian... 5

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretis... 6

1. Pengertian LKS……... 6

2. Fungsi LKS………... 6

3. Tujuan Penyusunan LKS.... 7

4. LKS Eksperimen…... 7

5. Langkah Penyusunan LKS……... 9

6. Prosedur Pengembangan LKS…... 12

7. Menentukan Desain Pengembangan LKS…... 12

8. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan LKS…… 19 9. Variabel Pemeriksaan dan Penyempurnaan Pengembangan 20


(9)

viii

12.Faktor-faktor Kesulitan Belajar……… 23

13.Diagnosis Kesulitan Belajar………. 23

14.Pembelajaran ……… 24

15.Hasil Belajar………. 25

16.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar……… 28

17.Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar……….. 29

18.Laju Reaksi……….. 30

B. Penelitian yang Relevan... 33

C. Kerangka Pikir... 34

D. Pengajuan Hipotesis... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 36

B. Metode dan Desain Penelitian... 36

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel... 37

D. Variabel Penelitian... 38

E. Teknik Pengumpulan Data 39 F. Instrumen Penelitian... 40

1. Tes Hasil Belajar... 40

2. Non Tes……... 41

G. Teknik Analisis Data... 42

1. Validitas Butir Soal………... 42

2. Uji Reliabilitas... 43

3. Perhitungan Analisis Butir Instrumen... 43

H. Uji Prasyarat... 45

1. Uji Normalitas………... 45

2. Uji Homogenitas... 45


(10)

ix

1. Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol………. 49

2. Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol……… 50

B. Pengujian Prasyarat Pengambilan Sampel……… 51

1. Uji Normalitas……… 51

2. Uji Homogenitas……… 52

3. Uji-t Prasyarat Sampel……… 53

C. Pengujian Prasyarat Analisis……… 54

1. Uji Normalitas……… 54

2. Uji Homogenitas……… 56

3. Uji Hipotesis……….. 57

D. Pembahasan……….. 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………... 63

B. Saran………. 64

DAFTAR PUSTAKA... 65


(11)

x

Tabel 3.2 : Definisi Konsep dan Operasional Variabel X dan Y ... 38

Tabel 3.3 : Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 45

Tabel 3.4 : Kriteria Korelasi Koefisien ... 42

Tabel 3.5 : Klasifikasi Daya Pembeda ... 45

Tabel 4.1 : Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50

Tabel 4.2 : Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 50

Tabel 4.3 : Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52

Tabel 4.4 : Uji Homogenitas Pretest Kelas Ekperimen dan Kontrol ... 53

Tabel 4.5 : Uji-t Sampel Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.6 : Data Uji Normalitas Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52

Tabel 4.7 : Data Uji Homogenitas Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 53

Tabel 4.8 : Uji Hipotesis Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54


(12)

xii

Lampiran 2 : Lembar Kerja Siswa ( Kelas Eksperimen ) ... 83

Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa ( Kelas Kontrol ) ...83

Lampiran 4 : Kisi-Kisi Instrumen ...99

Lampiran 5 : Instrumen Sebelum Validasi ...117

Lampiran 6 : Instrumen Pretest Setelah Validasi………... 127

Lampiran 7 : Instrumen Posttest Setelah Validasi……….. 132

Lampiran 8 : Nilai Pretest dan Posttest ...137

Lampiran 9 : Hasil Perhitungan Anates ...139

Lampiran 10 : Distribusi Frekuensi ... 160

Lampiran 11 : Uji Normalitas (Liliefors) ...166

Lampiran 12 : Uji Homogenitas (Uji Fisher) ...170

Lampiran 13 : Uji Hipotesis Pretest dan Posttest ...172

Lampiran 14 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ...173

Lampiran 15 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... 174


(13)

Gambar 2.3 Penomoran LKS ... 14

Gambar 2.4 Outline LKS ... 16

Gambar 2.5 Contoh Rincian Yang Harus Dikerjakan Peserta Didik ... 17


(14)

1

Pendidikan merupakan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Usaha tersebut dilakukan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai satuan pendidikan.

Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Pendidik dalam hal ini adalah sebagai pemeran utama, seorang pendidik dapat menjalankan tugasnya sebagai fasilisator, mediator, motivator bagi peserta didik yang akan menghadapi arus globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga demi tercapainya tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia. Tugas pendidik tersebut dilakukan dalam proses pembelajaran khususnya di lingkungan lembaga pendidikan atau sekolah. Pembelajaran IPA (Biologi, Fisikia, Kimia) di sekolah-sekolah masih dirasakan cenderung dominan mengarah pada pengajaran kognitif, sehingga yang terjadi adalah sekadar penyampaian materi pelajaran

(transfer of knowledge) dan mengakibatkan pembelajaran yang

kurus-kering dari nilai-nilai pendidikan keseluruhan, karena siswa tidak memperoleh proses pendidikan yang relevan dengan kenyataan hidupnya.2 Ada kecenderungan kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik apabila lingkungan yang diciptakan bersifat alami. Artinya,

1

U nd a n g - U nd a n g S i s t e m P e nd i d i ka n N a s i o na l y a i t u U U N o . 2 0 t a h u n 2 0 0 3

2

Ahmad Sofyan, tonih feronika, burhanudin milama, evaluasi pembelajaran IPA


(15)

belajar akan lebih bermakna apabila anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahui apa yang dipelajarinya.3

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. 4 Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. maka dari itu dalam proses pembelajaran IPA, pendidik tidak hanya menyajikan fakta-fakta, konsep, teori, dan sebagainya, proses pembelajaran kimia harus menekankan pada metode eksperimen atau pemberian pengalaman secara langsung, untuk mendapatkan konsep yang matang. Akan tetapi, masih banyak sekolah-sekolah yang tidak memiliki fasilitas untuk melakukan eksperimen sehingga pembelajaran IPA di fokuskan di kelas.

Pembelajaran IPA bukan hanya sekedar produk tetapi juga merupakan proses. Tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran kimia di kelas XI semester I adalah Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi melalui eksperimen. Eksperimen ini dapat memanfaatkan daya dukung lingkungan, yaitu dengan menggunakan peralatan dan bahan-bahan yang dapat diperoleh dengan mudah dari lingkungan sehari-hari. Sehingga, eksperimen dapat diterapkan di sekolah yang masih memiliki keterbatasan alat dan bahan eksperimen. Metode pembelajaran yang digunakan harus mampu membimbing siswa agar mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Dengan metode eksperimen diharapkan siswa dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah. Untuk membantu siswa dalam melakukan eksperimen maka diperlukan suatu LKS eksperimen. LKS merupakan merupakan materi ajar yang

3

Gelar Dwirahayu, Munasprianto Ramli, Pendekatan Baru dalam Proses pembelajaran

Matematika dan Sains Dasar, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), cet. 1, h. 121

4

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. 1, h. 46.


(16)

sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri.5

LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.6 Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari LKS, diperlukan persiapan yang matang dalam perencanaan materi (isi) dan tampilan (desain). Materi LKS harus diturunkan dari standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sementara itu desain dikembangkan untuk memudahkan siswa berinteraksi dengan materi yang diberikan. Akan tetapi, ada sekolah yang masih terbatas fasilitasnya, dan LKS yang beredar kurang memberikan pengalaman pada siswa khususnya yang terkait dengan bidang kimia. LKS pada umumnya dibeli dan bukan dibuat sendiri oleh guru. Padahal LKS sebenarnya bisa dibuat sendiri oleh guru yang bersangkutan. Sehingga LKS dapat lebih menarik serta lebih kontekstual dengan situasi dan kondisi sekolah ataupun lingkungan sosial budaya peserta didik.7 Oleh sebab itu, dalam penelitian ini digunakan LKS eksperimen berbasis lingkungan yaitu LKS yang berisi prosedur eksperimen kimia dengan bahan dan alat yang mudah diperoleh di lingkungan sehari-hari siswa yang bertujuan agar siswa dapat lebih mudah memahami konsep laju reaksi melalui LKS tersebut.

Dengan memanfaatkan peralatan dan bahan sederhana dari lingkungan berarti pembelajaran kimia lebih didasarkan pada lingkungan sehingga sesuai dengan keadaan siswa sehari-hari, maka diharapkan pembelajaran menjadi lebih efektif, menarik dan memotivasi siswa sehingga siswa mampu lebih cepat dan mudah memahami pesan yang terkandung dalam LKS dan mampu melaksanakan eksperimen sesuai dengan isi LKS yang

5

Tian Belawati, dkk, Pengembangan Bahan Ajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan Nasional, 2003), Cet. 1, h. 3.22.

6

Poppy Kamalia Devi, Renny Sofiraeni, dan Khairuddin, Pengembangan Perangkat

Pembelajaran untuk Guru SMP, (Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik

dan Tenaga Kependidikan IPA, 2009), h. 32.

7

Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), Cet. 1, h. 203.


(17)

pada akhirnya diharapkan akan berdampak positif pada pemahaman konsep siswa itu sendiri.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh LKS Eksperimen Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Laju Reaksi”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Masih ada sekolah yang tidak melakukan eksperimen pada mata pelajaran IPA sehingga konsep yang didapatkan siswa kurang matang. 2. Masih ada sekolah yang memiliki keterbatasan alat dan bahan untuk

melakukan eksperimen.

3. LKS yang digunakan kurang memberikan pengalaman pada siswa khususnya pada pelajaran kimia.

4. LKS yang beredar kurang kontekstual dan tidak sesuai dengan kondisi sekolah ataupun lingkungan sosial budaya peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini tidak meluas dari judul penelitian, maka masalah yang akan diteliti hanya dibatasi pada pengaruh LKS eksperimen berbasis lingkungan pada konsep laju reaksi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pengaruh LKS eksperimen berbasis lingkungan pada konsep laju reaksi terhadap hasil belajar ?”.


(18)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh LKS eksperimen berbasis lingkungan pada konsep laju reaksi.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi semua pihak, antara lain:

1. Bagi siswa, memberikan pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah bersumber pada LKS eksperimen berbasis lingkungan melalui metode eksperimen terhadap konsep kimia, sehingga mereka dapat memahami konsep dengan mudah karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, menyenangi pelajaran kimia, kreatif, dan senantiasa meningkatkan pengetahuannya tentang alat-alat yang berguna untuk bekal ketika ujian praktik.

2. Bagi guru, memberikan informasi kepada guru tentang pengembangan LKS eksperimen berbasis lingkungan sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam proses belajar mengajar, sehingga guru senantiasa meningkatkan kualitas pembelajaran kimia.

3. Bagi sekolah, diperoleh LKS yang dapat digunakan untuk eksperimen dalam mata pelajaran kimia.


(19)

6

A. Deskripsi Teoretik

1. LKS (Lembar Kerja Ssiwa)

a. Pengertian LKS (Lembar Kerja Siswa)

Salah satu bentuk bahan ajar cetak yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Menurut Andi Prastowo, LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. 1

Sementara menurut tian belawati, LKS merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri.2 Lembar Kegiatan Siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik.3

Dari beberapa penjelasan mengenai pengertian LKS, dapat dipahami bahwa LKS merupakan lembaran-lembaran yang didalamnya berisi ringkasan materi, tugas siswa, dan informasi-informasi yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dan aktif.

b. Fungsi LKS

Berdasarkan pengertian dan penjelasan awal mengenai LKS pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa LKS memiliki

1

Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), Cet. 1, h. 203,

2

Tian Belawati, dkk, Pengembangan Bahan Ajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan Nasional, 2003), Cet. 1, h. 3.22.

3

Poppy Kamalia Devi, Renny Sofiraeni, dan Khairuddin,

Pengembangan Perangkat Pembelajaran..., (Bandung: Pusat

Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA, 2009), h. 32.


(20)

setidaknya empat fungsi sebagai berikut:

1) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik;

2) Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan;

3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta .

4) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

c. Tujuan Penyusunan LKS

Ada empat hal yang menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu:4 1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik

untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan;

2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan;

3) Melatih kemandirian peserta didik; dan

4) Memudahkan pendidik dalam memnerikan tugas kepada peserta didik.

d. LKS Eksperimen Berbasis Lingkungan (Bahan Sehari-hari)

Dalam proses pembelajaran menggunakan metode eksperimen dibutuhkan alat dan bahan yang dapat menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut, namun kenyataan menunjukkan bahwa alat dan bahan yang dibutuhkan tidak tersedia di laboratorium. Untuk mengatasi hal tersebut seorang pendidik harus menunjukkan kreaktifitasnya dalam proses pembelajaran, misalnya dengan memanfaatkan bahan sehari-hari yang dapat diperoleh dari lingkungan

4

Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), Cet. 1, h. 206


(21)

sebagai sumber belajar agar alat dan bahan yang dibutuhkan dalam eksperimen dapat terlaksana.

Proses pembelajaran berbasis bahan sehari-hari merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan unsur lingkungan dalam proses pembelajaran yang bertujuan membantu siswa mendapatkan makna dari pembelajaran, sehingga membentuk siswa menuju perilaku yang sadar lingkungan, tanggap terhadap perubahan yang terjadi dan dapat memecahkan masalah dalam lingkungan. Lingkungan atau alam sekitar mencakup segala hal yang ada disekitar manusia yang mempengaruhinya.

Lingkungan belajar ini terbagi menjadi tiga jenis:5 1) Lingkungan Sosial

2) Lingkungan Buatan 3) Lingkungan Alam

Jenis lingkungan yang akan dimanfaatkan sebagai sumber belajar dalam penelitian ini yaitu jenis lingkungan alam sekitar. Metode eksperimen berbasis bahan sehari-hari memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran yang akan menjadikan proses belajar lebih bermakna karena para siswa dihadapkan pada bahan-bahan yang nyata yang berada disekitar mereka sehingga mereka termotivasi dalam belajar. Dari lingkungan seorang guru bisa memanfaatkan alat dan bahan yang sudah ada atau bisa dengan cara memodifikasinya. Alat dan bahan sehari-hari dapat diperoleh di rumah, di sekolah, atau di lingkungan tempat tinggal siswa.6

Kelebihan yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar mengajar antara lain:7

5

Uus Ruswandi, Badrudin, Media Pembelajaran, (Bandung: CV. Insan Mandiri), hal. 131

6

Noehi Nasution, Pendidikan IPA di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), hal. 2.1

7


(22)

1) Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga motivasi belajar siswa semakin tinggi.

2) Hakikat belajar akan lebih bermakna, sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya dan bersifat alami.

3) Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual, sehingga kebenarannya lebih akurat.

4) Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif, sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara.

5) Sumber belajar menjadi lebih kaya, sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam.

6) Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek yang ada di lingkungannya.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa eksperimen berbasis lingkungan atau bahan sehari-hari yaitu suatu proses kegiatan eksperimen (praktikum) dimana alat dan bahan yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar siswa dan murah harganya, dan eksperimen berbasis bahan sehari-hari ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap ilmu kimia khususnya pada konsep Laju Reaksi.

Implementasi pembelajaran kimia menggunakan penerapan metode eksperimen berbasis bahan sehari-hari ini berupa langkah-langkah pembelajaran disertai lembar kerja siswa (LKS) yang bertujuan untuk memandu siswa menemukan konsep melalui kegiatan pengamatan dan eksperimen.

LKS merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri.8 Definisi lain mengatakan LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar

8

Denny setiawan, dkk. Pengembangan Bahan Ajar (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), edisi ketiga, hal. 2.25


(23)

kegiatan biasanya berupa petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Lembar kegiatan untuk mata pelajaran IPA harus disesuaikan dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran IPA.9 LKS terbagi menjadi dua yaitu LKS eksperimen dan LKS non-eksperimen, namun LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan LKS eksperimen berbasis lingkungan yaitu LKS yang berisi prosedur praktikum IPA khususnya kimia di laboratorium dengan bahan dan alat yang mudah diperoleh di lingkungan sehari-hari siswa. Dilihat dari strukturnya bahan ajar LKS lebih sederhana dari modul, namun lebih kompleks daripada buku. Sistimatika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat dan bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, pertanyaan.

Urutan masing-masing komponen LKS adalah sebagai berikut:10 1) Pengantar, pengantar LKS berisi uraian singkat yang

mengetengahkan bahan pelajaran yang dicakup dalam kegiatan praktikum.

2) Tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar.

3) Alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan. 4) Langkah kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan

kegiatan. Untuk memudahkan siswa dalam melakukan praktikum, langkah kerja ini dibuat secara sistimatis. Bila perlu menggunakan nomor urut dan menambah tampilankan sketsa gambar.

5) Tabel pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum.

9

Poppy Kamalia Devi, dkk. Pengembangan Perangkat Pembelajaran (Bandung: PPPPTK IPA, 2009), hal. 32

10

Poppy Kamalia Devi, Renny Sofiraeni, dan Khairuddin,

Pengembangan Bahan...,(Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan


(24)

6) Pertanyaan berupa pertanyaan yang jawabannya dapat membantu siswa untuk mendapatkan konsep yang dikembangkan atau untuk mendapatkan kesimpulan.

Dengan memahami struktur maupun format LKS, tidak cukup untuk bias membua bahan ajar yang disebut LKS. Seorang pendidik membutuhkan pengetahuan lainnya terutama tentang langkah-langkah penyusunannya.

e. Langkah Penyusunan LKS

Keberadaan LKS yang inovatif dan kreatif akan menciptakan proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Maka dari itu, sebuah keharusan bahwa setiap pendidik ataupun calon pendidik agar mampu menyiapkan dan membuat bahan ajars endiri yang inovatif. Dalam menyiapkannya guru harus cerma dan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, karena sebuah lembar kerja harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai atau tidaknya sebuah kompetensi dasar yang dikuasai oleh peserta didik. Untuk bisa membuat LKS sendiri, maka perlu memahami langkah-langkah penyusunannya. Berikut langkah-langkah penyusunan LKS:11

1) Melakukan Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum merupakan langkah pertama dalam penyusunan LKS. Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada umumnya, dalam menentukan materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan Selanjutnya, harus mencermati kompetensi yang mesti dimiliki oleh peserta didik. Jika semua langkah tersebut telah dilakukan, maka dapat

11

Andi Prastowo, Panduan Kreatif..., (Jogjakarta: Diva Press, 2011), Cet. 1, h. 212-215.


(25)

bersiap untuk memasuki langkah berikutnya yaitu menyusun peta kebutuhan LKS.

2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat urutan LKS-nya. Urutan LKS sangat dibutuhkan dalam menentukan prioritas penulisan. Langkah ini biasanya diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

3) Menetukan judul-judul LKS

Perlu diketahui bahwa judul LKS ditentukan atas kompetensi- kompetensi dasar, materi-materi pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Jika judul-judul LKS telah ditentukan, maka langkah selanjutnya yaitu mulai melakukan penulisan.

4) Penulisan LKS

Untuk menulis LKS, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama, merumuskan kompetensi dasar. Untuk merumuskan

kompetensi dasar, dapat dilakukan dengan menurunkan rumusannya langsung dari kurikulum yang berlaku. Contohnya, kompetensi dasar yang diturunkan dari KTSP 2006.

Kedua, menentukan alat penilaian, dimana penilaiannya

didasarkan pada penguasaan kompetensi.

Ketiga, menyusun materi. Untuk menyusun materi LKS, ada

beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Berkaitan dengan isi atau materi LKS, perlu diketahui bahwa materi LKS sangat tergantung pada kompetensi dasar yang akan dicapainya. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung seperti gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber


(26)

seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian, dan sebagainya.

Keempat, memperhatikan struktur LKS. Ini adalah langkah

terakhir dalam penyusunan sebuah LKS. Ibarat akan membangun sebuah rumah, maka harus paham benar tentang struktur rumah. Ada fondasi dibagian dasarnya, kemudian di atasnya ada tembok dan beton, dan di bagian paling atas adalah atap. Jika sampai bagian-bagian itu salah satunya tidak ada atau terbalik dalam penyusunannya, maka bangunan rumah tidak mungkin terbentuk. Hal yang sama juga terjadi dalam penyusunan LKS. Mesti dimahami bahwa struktur LKS terdiri atas enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, serta penilaian. Ketika menulis LKS, maka paling tidak keenam komponen tersebut harus ada.

Untuk lebih memperjelas mengenai langkah-langkah penyusunan LKS yang telah diuaraikan sebelumnya, dapat dilihat dalam bentuk bagan alir sebagai berikut:


(27)

f. Prosedur Pengembangan LKS

Untuk membuat sebuah LKS yang kaya manfaat, maka LKS harus dijadikan sebagai bahan ajar yang menarik bagi peserta didik. Sehingga, dengan keberadaan LKS tersebut, peserta didik menjadi tertarik untuk belajar. Dalam rangka mengembangkan LKS, maka kita perlu memperhatikan desain pengembangan dan langkah-langkah pengembangan LKS sebagai berikut:

1) Menentukan Desain Pengembangan LKS

Seperti halnya bahan ajar yang menggunakan media cetak, desain LKS pada dasarnya tidak mengenal pembatasan. Batas yang ada hanyalah imajinasi sebagai guru. Meskipun demikian ada dua faktor yang perlu mendapat perhatian pada saat

mendesain LKS, yaitu: (1) tingkat kemampuan membaca dan (2) pengetahuan siswa secara mandiri. Artinya, guru hanya berperan sebagai fasilitator; siswa yang diharapkan berperan aktif dalam mempelajari materi yang ada dalam LKS. LKS didesain untuk digunakan peserta didik secara mandiri. Pendidik hanya berperan sebagai fasilitator; dan peserta didiklah yang diharapkan berperan secara aktif dalam mempelajari materi yang terdapat dalam LKS. Apabila desain yang dibuat terlalu rumit bagi peserta didik, maka mereka akan kesulitan dalam memahami materi.

Berikut ini batasan umum yang dapat dijadikan pedoman pada saat menentukan desain LKS:12

a) Ukuran

Gunakanlah ukuran yang dapat mengakomodasi kebutuhan pembelajaran yang telah ditetapkan. Contohnya, kita menginginkan peserta didik untuk mampu membuat

12

Andi Prastowo, Panduan Kreatif..., (Jogjakarta: Diva Press, 2011), Cet. 1, h. 217-220.


(28)

bagan alur (sebagai salah satu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan). Maka, ukuran LKS yang mampu mengakomodasi hal ini adalah A4 karena dengan A4 peserta didik akan mempunyai cukup ruang untuk membuat bagan. Apabila kita menentukan ukuran LKS adalah A5, peserta didik akan kesulitan membuat bagan, karena ruangan yang tersedia sangat terbatas.

b) Kepadatan Halaman

Dalam hal ini, usahakan agar halaman tidak terlalu dipadati dengan tulisan. Halaman yang terlalu padat akan mengakibatkan siswa sulit memfokuskan perhatian. Berikut ini adalah perbandingan contoh desain LKS:

Gambar 2.2 Perbandingan Contoh Desain LKS

c) Penomoran

Penomoran materi juga tidak boleh dilupakan dalam mendesain LKS. Sebab, dengan adanya penomoran, bisa


(29)

membantu peserta didik, terutama bagi yang kesulitan untuk menentukan mana judul, mana subjudul dan mana anak subjudul dari materi yang kita berikan dalam LKS. Hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi peserta didik untuk memahami materi secara keseluruhan. Oleh karena itu, kita dapat menggunakan huruf kapital atau penomoran. Lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut:

Gambar 2.3 Penomoran LKS

d) Kejelasan

Pastikan bahwa materi dan instruksi yang kita berikan dalam LKS dapat dengan jelas dibaca oleh peserta didik. Sesempurna apa pun materi yang kita siapkan, tetapi jika peserta didik tidak mampu membacanya dengan jelas, maka LKS tidak akan memberi hasil yang maksimal. Misalkan saja hasil cetakan LKS yang kita buat tembus sampai halaman sebaliknya. Hal ini tentu saja mengganggu kenyamanan saat membacanya. Oleh karena itu, pastikan bahwa cetakan di halaman yang satu tidak menembus ke halaman sebaliknya.

2) Langkah-langkah Pengembangan LKS


(30)

digunakan secara maksimal oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, ada 4 langkah yang ditempuh dalam mengembangkan LKS, yaitu penentuan tujuan pembelajaran, pengumpulan materi, penyusunan elemen, serta pemeriksaan dan penyempurnaan.

Berikut ini rincian dari setiap langkah pengembangan LKS:13 (1) Menentukan tujuan pembelajaran yang akan di-breakdown

dalam LKS Pada langkah pertama ini, kita harus menentukan desain menurut tujuan pembelajaran yang kita acu. Perhatikan variabel ukuran, kepadatan halaman, penomoran halaman dan kejelasan. Sebagai contoh tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah “Mahasiswa dapat melakukan penyusunan teknik instrumen penilaian pembelajaran X”. Sebagai simulasi, mari kita tentukan bahwa berdasarkan tujuan tersebut, ukuran LKS adalah A4 (karena dalam rencana penelitian, diperlukan bagan). Untuk memaksimalkan penggunaan halaman, maka desain LKS akan dibuat dengan outline sebagai berikut:

Gambar 2.4 Outline LKS

(2) Pengumpulan materi

Dalam pengumpulan materi ini, hal yang perlu dilakukan adalah mentukan materi dan tugas yang akan dimasukkan ke dalam LKS. Oleh karena itu, pastikan bahwa materi dan tugas yang ditentukan sejalan dengan

13

Andi Prastowo, Panduan Kreatif..., (Jogjakarta: Diva Press, 2011), Cet. 1, h. 221-224.


(31)

tujuan pembelajaran. Kumpulkan bahan atau materi dan buat perincian tugas yang harus dilaksanakan oleh peserta didik. Bahan yang akan dimuat dalam LKS dapat kita kembangkan sendiri atau kita dapat memanfaatkan materi yang sudah ada. Dari materi tersebut, tentukan rincian tugas yang harus dilakukan siswa. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal- hal yang seharusnya siswa dapat melakukannya. Selain itu, tambahkan ilustrasi atau bagan yang dapat memperjelas penjelasan naratif yang disajikan.

Contoh konkretnya sebagai berikut. Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan pada langkah pertama, akan dimasukkan materi

“Konsep Dasar Penilaian” dalam LKS. Dari materi tersebut, tentukan rincian yang harus dikerjakan peserta didik, contohnya seperti berikut ini:

Gambar 2.5 Contoh rincian yang harus dikerjakan peserta didik

(3) Penyusunan Elemen

Pada bagian inilah, saatnya mengintegrasikan desain (hasil dari langkah pertama) dengan materi dan tugas (sebagai hasil dari langkah kedua). Hasilnya adalah sebagai berikut:


(32)

(33)

Gambar 2.6 Hasil integrasi desain dari langkah pertama dan langkah kedua


(34)

(4) Pemeriksaan dan Penyempurnaan

Apabila telah berhasil menyelesaikan langkah ketiga, tidak berarti dapat langsung memberikan LKS tersebut kepada peserta didik. Sebelum memberikannya kepada peserta didik, perlu dilakukan pengecekan terhadap LKS yang sudah dikembangkan tersebut.

g. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan LKS

Dalam mengembangkan LKS,ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam pembuatan LKS diantaranya sebagai berikut:14

a) Dari segi penyajian materi yaitu:

 Judul LKS harus sesuai dengan materinya

 Materi sesuai dengan perkembangan anak

 Materi disajikan secara sistimatis dan logis

 Materi disajikan secara sederhana dan jelas

 Menunjang keterlibatan dan kemauan siswa untuk ikut aktif

b) Dari segi tampilan yaitu:

 Penyajian sederhana, jelas dan mudah dipahami

 Gambar dan grafik sesuai dengan konsepnya

 Tata letak gambar, tabel dan pertanyaan harus tepat

 Judul, keterangan, instruksi, pertanyaan harus jelas

 Mengembangkan minat dan mengajak siswa untuk berpikir.

14

Poppy Kamalia Devi, Renny Sofiraeni, dan Khairuddin, Pengembangan Bahan..., (Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan Nasional, 2003), Cet. 1, h. 35 – 36.


(35)

h. Variabel Pemeriksaan dan Penyempurnaan Pengembangan LKS

Apabila telah berhasil melakukan langkah ketiga dalam tahap pengembangan LKS, tidak berarti dapat langsung memberikan LKS tersebut kepada peserta didik. Sebelum memberikannya kepada peserta didik, perlu melakukan pengecekan kembali terhadap LKS yang sudah dikembangkan tersebut.

Ada empat variabel yang harus kita cermati sebelum LKS dapat dibagikan ke peserta didik. Keempat variabel itu adalah sebagai berikut:15

a) Kesesuaian desain dengan tujuan pembelajaran yang berangkat dari kompetensi dasar.

Pastikan bahwa desain yang kita tentukan dapat mengakomodasi pencapaian tujuan pembelajaran.

b) Kesesuaian materi dan tujuan pembelajaran

Pastikan bahwa materi yang dimasukkan dalam LKS (baik materi yang kita kembangkan sendiri maupun materi yang kita dapatkan dari bahan yang sudah ada) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan.

c) Kesesuaian elemen dengan tujuan pembelajaran.

Pastikan bahwa tugas dan latihan yang kita berikan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.

d) Kejelasan penyampaian

Pastikan apakah LKS mudah dibaca dan tersedia cukup ruang untuk mengerjakan tugas yang diminta.

Memang sudah semestinya dan kita melakukan evaluasi terhadap LKS yang sudah kita kembangkan, yang telah kita bagikan kepada peserta didik. Adapun caranya adalah dengan

15

Andi Prastowo, Panduan Kreatif..., (Jogjakarta: Diva Press, 2011), Cet. 1, h. 224-225.


(36)

mengevaluasi komentar peserta didik setelah menggunakan LKS.

2. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

a. Definisi Belajar

Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau, lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.16

Menurut Slameto Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan nya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.17 Wittig dalam bukunya psychology of learning mendefinisikan belajar sebagai : any relatively permanent

change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of

experience. belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi

dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.18 Biggs dalam pendahuluan teaching for learning mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu : rumusan kuantitatif; rumusan institusional; rumusan kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui seusai proses mengajar. Secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan

16

A. Tabrani, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Rosda Karya, 1994), Cet. 3, h. 8

17

Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), Cet. 1, h. 78.

18


(37)

pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa.

Hintzman berpendapat belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.19Hilgard mengungkapkan “Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the labolatory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not

atributable to training”. Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan di dalam labolatorium maupun dalam lingkungan alamiah.20Dan menurut peneliti belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil pengalaman dari ingteraksi dirinya dengan lingkungan sekitarnya yang dinyatakan dalam bentuk perubahan kognitif, psikomotor, dan afektif seseorang dari hasil pengalamannya

a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:21

1) faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa

2) faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa

3) faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

19

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya), h. 89

20

Zurinal, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : UIN Jakarta Press), h. 117 21


(38)

b. Faktor-faktor Kesulitan Belajar

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam.22

1) Faktor intern siswa

Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psikofisik siswa, yakni; yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti kapasitas intelektual/intelegensi siswa; yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap; yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).

2) Faktor Ekstern Siswa

Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Yang termasuk faktor ini ialah lingkungan keluarga, lingkungan perkampungan/ masyarakat, dan lingkungan sekolah.

c. Diagnosis Kesulitan Belajar

Banyak langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf sebagai berikut:23

a. melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran

b. memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar

c. mewawancarai orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.

d. memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.

22

ibid., h. 170-171 23

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya), h. 171-172


(39)

e. memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

b. Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.24Kegiatan pembelajaran adalah satu usaha dan proses yang dilakukan secara sadar dengan mengacu pada tujuan (pembentukan kompetensi), yang dengan sistematik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.25

a. Ciri-ciri Pembelajaran

Ada 3 ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran ialah :26

1) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.

2) Kesalingtergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.

3) Tujuan, sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Unsur minimal dalam sistem pembelajaran adalah siswa, tujuan, dan prosedur, sedangkan fungsi guru dapat dialihkan kepada media pengganti. Unsur pembelajaran konkruen dengan unsur belajar meliputi : motivasi

24

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara), Cet. 12, h. 57

25

Zurinal, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : UIN Jakarta Press), h. 117 26

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara), Cet. 12, h. 65-66


(40)

belajar, sumber bahan ajar, alat bantu belajar, suasana belajar, subjek yang belajar.27

1. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.28 Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni ; keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan penegrtian, sikap dan cita-cita. Sedangkan menurut Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni ; informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan, keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari benyamin bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Dalam penelitian ini, yang digunakan hanya hasil belajar siswa secara kognitif untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek, yakni ; pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni ; penerimaan, jawaban atau refleksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni ; gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.29

27

ibid., h. 71 28

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 14, h. 22

29

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 14, h. 22-23


(41)

a. Ranah Kognitif

1) Tipe hasil belajar : Pengetahuan

Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi bloom. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah, namun. Tipe hasil belajar ini menjadi prasayarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.30 Rumusan TIK yang mengukur jenjang penguasaan yang bersifat ingatan biasanya menggunakan kata kerja operasional, antara lain : menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali, mendefinisikan.31

2) Tipe hasil belajar : Pemahaman

Tipe hasil belajar yang paling tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya misalnya dari bahasa inggris ke dalam bahasa indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, dan lain-lain. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga yakni tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.32

Kata kerja operasional yang biasa dipakai dalam rumusan TIK untuk jenang pemahaman, diantaranya: membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menjelaskan, mendemonstasikan, memperkirakan, dan lain-lain.33

30

ibid., h. 23 31

Ngalim Purwanto, Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 15, h. 44

32

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 14, h. 24

33

Ngalim Purwanto, Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 15, h. 44-45


(42)

3) Tipe hasil belajar : Aplikasi

Aplikasi (penerapan) adalah abilitet untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi baru yang nyata, meliputi : aturan, metode, konsep, prinsip, hukum, teori.34 Kata operasional untuk rumusan TIK tingkat penguasaan aplikasi, antara lain : menggunakan, menerapkan, menggeneralisasikan, menghubungkan, memilih, mengembangkan, mengorganisasi, menyusun dan lain-lain.35

4) Tipe hasil belajar : Analisis

Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian- bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.36 Kata kerja operasional untuk merumuskan TIK jenjang analsis adalah, anata lain: membedakan, menemukan, mengklasifikasikan, menganalisi, membandingkan, mengadakan pemisahan.37

5) Tipe hasil belajar : Sintesis

Sintesis ialah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu bentuk menyeluruh. Untuk merumuskan TIK tingkat penguasaan sintesis digunakan kata kerja operasional antara lain: menggabungkan, menyintesis, mengklasifikasikan, mengkhususkan, meyimpulkan, menghasilkan, menguhubungkan, mengorganisasi. Kemampuan berpikir sintesis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu : (a) kemampuan menemukan hubungan yang unik, (b) kemampuan menyusun suatu rencana atau langkah-langkah operasional dari suatu tugas atau masalah yang diketengahkan, (c) kemampuan mengabstraksi sejumlah besar fenomena, data, atau hasil observasi, menjadi teori, proporsi, hipotesis, skema, model, atau bentuk-bentuk lainnya.38

6) Tipe hasil belajar : Evaluasi

34

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara), Cet. 12, h. 80

35

Ngalim Purwanto, Op.cit., h. 45 36

Nana Sudjana, Op.cit., h. 27 37

Ngalim Purwanto, Op.cit.,h. 46 38

Ngalim Purwanto, Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 15,h. 46


(43)

Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekera, pemecahan, metode materil dan lain-lain.39 Kata kerja operasional yang biasanya dipakai untuk merumuskan TIK jenjang evalusi, diantaranya adalah menafsirkan, menilai, menentukan, mempertimbangkan, membandingkan, melakukan, memutuskan, mengargumentasikan, menaksir.40

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dapat digolongkan ke dalam empat kelompok :

a. Bahan atau hal yang harus dipelajari. Bahan yang harus dipelajari akan menentukan strategi belajar mengajarnya. Taraf kesulitan bahan pelajaran dan kemampuan peserta didik akan mempengaruhi kecepatan belajarnya.41 b. Faktor-faktor Lingkungan

Faktor lingkungan eksternal dapat berupa lingkungan alam, lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

c. Masukan Instrumental (Insrumental Input) Faktor Instrumental merupakan masukkan pada proses belajar. Bentuknya bergantung pada strategi belajar mengajar dan pada hasil belajar yang diharapkan. Wujudnya berupa perangkat keras (gedung, perlengkapan, dsb.) dan perangkat lunak (kurikulum, program, dan pedoman belajar, dsb.).

d. Kondisi individu peserta didik : dapat dibedakan atas kondisi fisiologis dan psikologis. Yang termasuk ke dalam kondisi fisiologis adalah keadaan pancaindra dan kondisi kesehatan. Yang termasuk ke dalam kondisi

39

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 14, h. 28

40

Ngalim Purwanto, Op.cit., h. 47 41

A. Tabrani, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Rosda Karya, 1994), Cet. 3, h. 63


(44)

psikologis adalah keadaan dan fungsi psikologis seperti perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, dan lain-lain.42

3. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar

Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku, tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikmotoris.43 Pada penelitian ini, untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa hanya diberikan tes dari aspek kognitifnya saja. Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes dan bukan tes (nontes). Tes ini ada yang diberikan secara lisan, ada secara tulisan, dan ada tes tindakan. Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif, ada juga yang dalam bentuk esai atau uraian. Sedangkan bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus, dll.44

Sistem penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan ke dalam dua cara atau dua sistem, yakni penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP). Penilaian acuan norma adalah penilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa.45

42

A. Tabrani, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Rosda Karya, 1994), Cet. 3, h. 63

43

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 14, h. 3

44

ibid., h. 5 45

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2009), Cet. 14, h. 7-8


(45)

3. LAJU REAKSI

Pengertian laju reaksi sebenarnya sama dengan laju pada kendaraan yang bergerak. Misalnya, seseorang mengendarai sepeda motor sejauh 100 km ditempuh dalam waktu 2 jam. Orang tersebut mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 50 km/jam. Kecepatan tersebut dapat diartikan bahwa setiap orang tersebut mengendarai kendaraannya selama 1 jam, maka jarak yang ditempuh bertambah 50 km. pernyataan tersebut juga dapat diartikan bahwa bila orang tersebut mengendarai sepeda motornya selama 1 jam, maka jarak yang harus ditempuh berkurang sejauh 50 km. Reaksi kimia menyangkut perubahan dari suatu pereaksi (reaktan) menjadi hasil reaksi (produk), yang dinyatakan dengan persamaan reaksi. Pereaksi (reaktan) Hasil Reaksi (produk)

Seperti halnya pada contoh diatas, maka laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya jumlah pereaksi untuk setiap satuan waktu dan bertambahnya jumlah hasil reaksi untuk setiap satuan waktu.

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi

Faktor-faktor yang bias mempengaruhi laju reaksi diantaranya adalah: 1. Konsentrasi

Secara umum konsentrasi pereaksi akan mempengaruhi laju reaksi. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi adalah khas untuk setiap reaksi. Pada reaksi orde nol perubahan konsentrasi pereaksi tidak berpengaruh terhadap laju reaksi.

Reaksi orde satu setiap kenaikan konsentrasi dua kali akan mempercepat laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat.

Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi ini dapat dijelaskan dengan model teori tumbukan. Semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin banyak molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, dengan demikian tumbukan antar molekul semakin sering terjadi. Semakin banyak tumbukan yang terjadi berarti kemungkingan untuk menghasilkan tumbukan efektif akan semakin besar, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.


(46)

2. Luas permukaan sentuhan

Untuk reaksi heterogen (wujud tidak sama), misalnya logam zink dengan larutan asam klorida, laju reaksi selain dipengaruhi oleh konsentrasi asam klorida juga dipengaruhi oleh kondisi logam zink. Dalam jumlah (massa) yang sama butiran logam zink akan bereaksi lebih lambat daripada serbuk zink.

Reaksi terjadi antara molekul-molekul asam klorida dalam larutan denga atom-atom zink yang bersentuhan langsung dengan asam klorida. Pada butiran zink, atom-atom zink yang bersentuhan langsung dengan asam klorida lebih sedikit daripada serbuk zink, sebab atom-atom zink yang bersentuhan hanya atom-atom zink yang ada dipermukaan butiran. Akan tetapi, bila butiran zink tersebut dipecah menjadi butiran-butiran yang lebih kecil, atau menjadi serbuk, maka atom-atom zink yang semula didalam akan berada dipermukaan dan terdapat lebih banyak atom zink yang secara bersamaan bereaksi dengan larutan asam klorida. Dengan menggunakan teori tumbukan dapat dijelaskan bahwa semakin luas permukaan zat padat maka semakin banyak tempat terjadinya tumbukan antar pertikel yang bereaksi.

3. Suhu

Harga tetapan laju reaksi akan berubah bila suhunya berubah. Bagi kebanyakan reaksi kimia, kenaikan sekitar 10oC akan menyebabkan harga tetpan laju reaksi menjadi dua kali semula. Dengan naiknya harga tetapan laju reaksi, maka reaksi akan menjadi lebih cepat. Jadi, kenaikan suhu akan menyebabkan reaksi akan semakin cepat.

Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tumbukan, yaitu bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang bereaksi akan bergerak lebh cepat, sehingga energi kinetiknya tinggi. Oleh karena energi kinetiknya tinggi, maka energi yang dihasilkan pada tumbukan antar molekul akan menghasilkan energi yang besar dan cukup untuk melangsungkan reaksi.


(47)

4. Katalis

Beberapa reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan menambahkan suatu zat ke dalamnya, tetapi zat tersebut setelah reaksi selesai ternyata tidak berubah. Misalnya, pada penguraian kalium klorat untuk menghasilkan gas oksigen.

2KClO3 (s) 2KCl (s) + 3O2 (g)

Reaksi berlangsung pada suhu tinggi dan berjalan lambat, tetapi dengan penambahan Kristal MnO2 ke dalamnya ternyata reaksi akan dapat berlangsung dengan lebih cepat pada suhu yang lebih rendah. Setelah semua KClO3 terurai, ternyata MnO2 masih tetap ada dan tidak berubah. Dalam reaksi tersebut MnO2 bertindak sebagai katalis. Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa dirinya mengalami perubahan yang kekal. Suatu katalis mungkin dapat terlibat dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka akan diperoleh kembali dalam jumlah yang sama.


(48)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Ima Ruhmawati dkk, Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi

Fotosintesis Kelas Viii Smp Negeri 4 Malang, menyimpulkan bahwa:

tedapat perbedaan yang bermakna antara prestasi belajar kimia siswa kelas XI yang mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan media LKS berbasis life skill tahun ajaran 2006/2007, bila pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik.

2. Sugeng Handayani (2006) dengan judul Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif dan Lembar Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menemukan Hubungan antara Kuat Arus dengan Beda Potensial dan Hambatan menyimpulkan bahwa: dengan perbaikan rencana pembelajaran model pembelajaran kooperatif dan perbaikan lembar kerja siswa dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam materi pelajaran fisika khususnya menemukan hubungan kuat arus dengan beda potensial dan hambatan.

3. Devy Retnosaridewi, Pengembangan Lembar Kerja Siswa Untuk Pembelajaran Permutasi dan Kombinasi dengan Pendekatan

Kontekstual untuk Siswa SMA Kelas XI, menyimpulkan bahwa:

dengan pengembangan LKS dapat mengkonstruksi pengatahuan siswa sehingga kompetensi dasar yang ditetapkan dapat tercapai.


(49)

C. Kerangka Berpikir

Dalam pembelajaran kimia sebagian materi yang dibahas merupakan materi-materi yang membutuhkan eksperimen untuk mendapatkan konsep yang matang. Akan tetapi, masih banyak sekolah-sekolah yang tidak memiliki fasilitas untuk melakukan eksperimen sehingga pembelajaran kimia hanya sebatas pada teori.

Untuk membantu siswa dalam melakukan eksperimen, salah satu bahan ajar yang dipakai adalah LKS Eksperimen. LKS merupakan merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Akan tetapi, LKS yang digunakan di sekolah-sekolah adalah LKS yang dibeli bukan dibuat sendiri oleh guru. Sehingga LKS yang ada kurang memberikan pengalaman pada siswa khususnya yang terkait dengan bidang kimia serta kurang kontekstual dan kurang cocok dengan situasu dan kondisi lingkungan sekolah.

Salah satu cara yang membantu siswa dalam melakukan eksperimen yaitu dengan menggunakan LKS eksperimen berbasis lingkungan yaitu LKS yang berisi prosedur eksperimen kimia dengan bahan dan alat yang mudah diperoleh di lingkungan sehari-hari siswa yang bertujuan agar siswa dapat lebih mudah memahami konsep dalam eksperimen tersebut. Dengan memanfaatkan peralatan dan bahan sederhana dari lingkungan berarti pembelajaran kimia lebih didasarkan pada lingkungan sehingga sesuai dengan keadaan siswa sehari-hari, maka diharapkan pembelajaran menjadi lebih efektif, menarik dan memotivasi siswa sehingga siswa mampu lebih cepat dan mudah memahami pesan yang terkandung dalam LKS dan mampu melaksanakan eksperimen sesuai dengan isi LKS yang pada akhirnya diharapkan akan berdampak positif pada pemahaman konsep siswa itu sendiri.

Jadi penggunaan LKS eksperimen berbasis lingkungan diharapkan dapat membantu siswa dalam melakukan eksperimen, memahami konsep, dan meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian diduga


(50)

penggunaan LKS eksperimen berbasis lingkungan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu:

Hipotesis alternatif (Ha): LKS Eksperimen berbasis alat dan bahan dari lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi.

Hipotesis nol (Ho): LKS Eksperimen berbasis lingkungan tidak dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi.


(51)

38

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian pengaruh LKS Eksperimen lingkungan terhadap hasil belajar dengan materi laju reaksi dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Adapun tempat penelitian dilakukan di MA Nurul Ummah Ciampea Bogor.

B. Metodelogi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan diguanakan pada penelitian ini adalah metode quasi eksperimen atau disebut juga eksperimental semu. Penelitian yang mendekati percobaan sesungguhnya di mana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel yang relevan.1

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

Nonequivalent Control Group Design. Desain ini hampir sama dengan

pretest-postest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.2 Desain ini akan menggunakan dua kelas subjek yaitu kelas kontrol (tidak diberikan perlakuan, menggunakan metode konvensional) dan kelas eksperimen (diberikan perlakuan, menggunakan LKS eksperimen berbasis lingkungan). Dua kelas dianggap sama dalam semua aspek yang relevan dan perbedaan hanya terdapat dalam perlakuan. Berikut ini tabel desain Penelitian

Nonequivalent Control Group Design sebagai berikut :

1

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), h. 73

2


(52)

Tabel 3.1 Pretest dan Posttest Nonequivalent Control Group Design

Group Pretest Variabel Terikat Posttest Eksperimen Y1 X Y2 Kontrol Y1 - Y2

Keterangan :

Y1 : Sebelum dilakukan treatment/pretest Y2 : Sesudah dilakukan treatment/postest

X : Perlakuan dengan penggunaan pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen berbasis lingkungan.

C.Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.3 Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.4

Populasi penelitian adalah seluruh siswa MA Nurul Ummah Ciampea dan populasi target adalah siswa kelas XI MA Nurul Ummah Ciampea tahun ajaran 2013/2014. Adapun sampel yang diambil adalah siswa kelas XI IPA MA Nurul Ummah Ciampea.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Sampling Purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.5 Maka, diperoleh kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen, karena memiliki kemampuan yang sama sebagai sampel penelitian.

3

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2012), Cet, 15, h. 11

4

Ibid., h. 118

5


(53)

D.Variabel Penelitian

Kerlinger menyatakan bahwa variabel adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Selanjutnya Kidder menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Jadi Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.6

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yakni:

a. Variabel independen (Bebas) adalah pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen berbasis alat dan bahan dari lingkungan yang disimbolkan dengan huruf X

b. Variabel dependent (terikat) adalah berupa skor hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia yang terdiri dari nilai sebelum dan sesudah diberlakukan pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen berbasis alat dan bahan dari lingkungan. Variabel ini disimbolkan dengan huruf Y.

Tabel 3.2 Definisi Konsep dan Operasional Variabel X dan Y

Variabel Konseptual Operasional X LKS Eksperimen berbasis

lingkungan adalah Lembar Kerja Siswa yang di dasarkan pada pemanfaatan berupa barang-barang yang ada dilingkungan sekitar untuk di gunakan sebagai alat dan bahan praktikum.

Pembelajaran dengan menggunakan LKS ini

dilakukan dengan cara mengisi setiap pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS secara berkelompok

Y Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni ; informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan, keterampilan motoris.

Merupakan kemampuan kognitif siswa yang diperoleh dengan memberikan tes objektif berupa pilihan ganda

6


(54)

E.Teknik Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti terlibat langsung dalam mengolah maupun menarik kesimpulan dari data yang diperoleh. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa test.

Test adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Test yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar yaitu tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu.7Test yang digunakan adalah berbentuk tes objektif yakni pilihan ganda dan tes objektif tersebut digunakan sebagai pretest-posttest pada proses pembelajaran.

Sebelum diberikan perlakuan siswa diberikan pretest pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal dari kedua kelas tersebut, sehingga kelas eksperimen dan kelas kontrol layak atau tidak untuk dijadikan sampel penelitian. Setelah itu diberikan perlakuan atau treatment bagi kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen berbasis lingkungan, sedangkan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional dengan menggunakan LKS yang sudah jadi. Selanjutnya diberi

posttest pada kedua kelas tersebut, posttest untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh pembelajaran berbasis menggunakan LKS Eksperimen berbasis lingkungan pada kelas eksperimen dan pembelajaran menggunakan LKS yang sudah jadi pada kelas kontrol. Data tersebut digunakan, untuk mengukur keberhasilan belajar siswa secara kognitif.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur dalam penelitian, atau suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.8 Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar.

7

Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Jakarta : Rosda Karya, 2009), cet, 15, h. 33

8


(55)

Tes hasil belajar yaitu tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu. Tes hasil belajar yang digunakan berbentuk tes objektif yaitu pilihan ganda (PG) pada materi laju reaksi. Adapun Kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian

No. Indikator Jenjang Kemampuan Jumla h C1 C2 C3 C4 C5

1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi, luas permukaanm suhu dan katalis terhadap laju reaksi melalui perobaan

4*,11, 12 1*,2, 3 5,6, 16* 7,8*,9 10*,13,1 4*

15 16

2. Menggambarkan grafik pengaruh konsentrasi, luas permukaan, suhu dan katalis terhadap waktu

23* 17,18,1 9*,20,2 1*,22,

7

3. Menggambarkan langkah kerja eksperimen ke dalam bentuk sketsa gambar sederhana

26 27* 24*,25

*,28

5

4. Menganalisis data hasil eksperimen

29*, 30*, 31,32*,

4

5. Menyimpulkan pengaruh konsentrasi, luas permukaan, suhu dan katalis terhadap laju reaksi berdasarkan eksperimen serta memberikan alasanya

36,37 *,38* ,39 33*,34,3 5* 7

*Digunakan sebagai pretest dan posttest

Pada tabel 3.3 menunjukkan bahwa instrumen yang divalidasi sebanyak 40 soal pilihan ganda, dengan 5 indikator. Dari 40 soal yang divalidasi didapat 20 soal yang valid dan invalid 20 soal dengan reliabilitas sebesar. 20 soal yang valid tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian yaitu digunakan pada pretest dan posttest.


(56)

G.Teknik Analisis Data 1. Validitas Butir Soal

Validitas adalah kualitas yang menunjukkan hubungan antara suatu pengukuran dengan arti atau tujuan kriteria belajar atau tingkah laku.9 Dalam penelitian ini uji validitas menggunkan rumus korelasi product moment pearson10

r

XY

=

Keterangan :

= Koefisien korelasi antar variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan

Validitas suatu tes dinyatakan dengan angka korelasi koefisien (r). Kriteria korelasi koefisien dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.4 Kriteria Korelasi Koefisien

Skor (r) Keterangan 0,00 – 0,20 Sangat rendah 0,20 – 0,40 Korelasi rendah 0,40 – 0,70 Korelasi cukup 0,70 – 0,90 Korelasi tinggi

0,90 – 1,00 Korelasi sangat tinggi (sempurna)

9

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Jakarta : Rosda Karya, 2009), cet, 15, h. 137

10

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), Cet, 6, h. 72


(57)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Tes hasil belajar dikatatkan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang sama.11 Suatu instrumen penelitian dikatakan memiliki nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat memiliki hasil yang ajeg/konsisten dalam pengukuran. Pengujian reliabilitas ini menggunakan rumus berikut :12

r

11

= (

)

)

Keterangan :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan.

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes

3. Perhitungan Analisis Butir Instrumen

a. Tingkat Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,0 sampai dengan 1,0. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0

11

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Rosda Karya, 2009), h. 16

12

Suharismi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), Cet. 6, h. 100-101


(58)

menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Untuk mengetahui tingkat kesukaran butir soal digunakan rumus berikut ini :13

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya Siswa yang menjawab soal yang benar JS = Jumlah Seluruh siswa peserta tes.

Kriteria tingkat kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut : 0,00 < p < 0,25 = soal sukar

0,26 < p < 0,75 = soal sedang 0,76 < p < 1,00 = soal mudah. a. Daya pembeda

Daya pembeda suatu soal tes ialah bagaimana kemampuan soal itu untuk membedakan siswa-siswa yang termasuk kelompok pandai

(upper group) dengan siswa-siswa yang termasuk kurang (lower goup).

Cara perhitungannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :14

Keterangan :

DP = Daya pembeda

U = Jumlah siswa yang termasuk kelompok pandai L = Jumlah siswa yang termasuk kelompok kurang T = Jumlah siswa dari kelompok pandai dan kurang

13

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), Cet.6, h. 207-208

14

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, (Bandung : Rosda Karya, 2009), Cet. 15, h. 120


(59)

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda

Nilai (D) Kategori 0,00  0,20 Jelek 0,21  0,40 Cukup 0,41  0,70 Baik 0,71  1,00 Baik sekali

4. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data. Normalitas data atau data berdistribusi normal adalah bila jumlah data di atas atau di bawah rata-rata adalah sama, demikian juga simpangan bakunya.15 Dalam penelitian ini uji normalitas yang akan digunakan adalah uji liliefors. Kelebihan dari uji ini adalah penggunaan dan perhitungannya yang sederhana dan cukup kuat sekalipun dengan ukuran sampel yang kecil. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Lo = F(Zi) – S(Zi) Keterangan :

Lo = Harga mutlak terbesar F(Zi) = Peluang angka baku S(Zi) = Proporsi angka baku Kriteria pengujian normalitas yaitu :

Lhitung < Ltabel, maka data berdistribusi normal Lhitung > Ltabel, maka data tidak berdistribusi Normal b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas atau analisis variance hanya memberikan indikasi tentang ada tidaknya beda antara mean-mean populasi.16 Uji

15

Ali Mauludi, Statistik 1, (Jakarta ; Prima Heza Lestari, 2006), h. 167

16


(60)

homogenitas yang akan digunakan dalam penelitian adalah uji Fisher, dengan rumus sebagai berikut :17

F =

Keterangan : F = Uji Fisher

Kriteria pengujiannya yaitu :

Jika Fhitung Ftabel, maka Ho diterima, yang berarti varians kedua populasi homogen.

Jika Fhitung Ftabel, maka Ho ditolak, yang berarti varians kedua populasi tidak homogen.

5. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan setelah dilakukan uji prasyarat dan jika data dinyatakan berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji t. Uji “t” adalah salah satu tes statistik yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah mean sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama, tidak terdapat perbedaan yang signifikan.18 Rumus untuk uji t yaitu :19

Keterangan : to = t hitung

M1 = Mean kelompok 1 M2 = Mean kelompok 2

SEM1 = Standar Error Mean kelompok 1 SEM2 = Standar Error Mean Kelompok 2

17

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 276

18

Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), h. 278

19


(61)

Namun, jika data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka dilakukan uji hipotesis dengan rumus sebagai berikut :

Dengan kriteria pengujian yaitu tolak H0 jika:

= rata-rata kelompok 1

= rata-rata kelompok 2 = variansi kelompok 1

= variansi kelompok 2

= jumlah siswa kelompok 1 =

=

= t(1- ), (n1-1)

= t(1- ), (n2-1)

H. Hipotesis Statistik

Pengujian penelitian ini, merupakan pengujian hipotesis komparatif. Uji hipotesis komparatif merupakan uji parameter populasi yang berbentuk perbandingan melalui ukuran sampel yang juga berbentuk perbandingan. Dengan demikian dapat menguji kemampuan generalisasi yang berupa perbandingan keadaan variabel dari dua sampel atau lebih. Bila HO atau H1 dalam pengujian diterima, berarti nilai perbandingan dua sampel atau lebih tersebut dapat digeneralisasikan untuk seluruh populasi. Rumusan hipotesis komparasi satu pihak dapat dilihat di bawah ini:


(62)

HO : µ1 µ2 H1 : µ1 > µ2

Ho : Hasil belajar siswa pada materi laju reaksi dengan pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen lingkungan kurang baik atau sama dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional

H1 : Hasil belajar siswa pada materi laju reaksi dengan pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen lingkungan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.

Dengan :

µ1 = Rata-rata nilai hasil belajar kimia siswa menggunakan pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen lingkungan pada proses pembelajaran

µ2 = Rata-rata hasil belajar kimia siswa tanpa menggunakan pembelajaran menggunakan LKS Eksperimen lingkungan pada proses pembelajaran yaitu dengan pembelajaran konvensio.


(63)

50

A.Hasil Penelitian

Penelitian Pengaruh LKS Eksperimen Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Laju Reaksi ini dilakukan di MA Nurul Umman Ciampea Bogor pada kelas XI IPA dengan mengambil 2 sampel, dan tiap sampel berjumlah 25 siswa. Sampel pertama sebagai kelas eksperimen diberi perlakuan dengan penggunaan LKS Eksperimen berbasis lingkungan sementara sampel yang lain sebagai kelas kontrol diberi perlakuan dengan penggunaan LKS yang sudah jadi. Data yang diperlukan pada penelitian ini adalah hasil pretest dan posttest dari kedua kelas tersebut.

Sebelum melakukan eksperimen dengan LKS Eksperimen berbasis lingkungan, kedua kelas masing-masing diberikan pretest. Pretest ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal siswa mengenai materi laju reaksi. Masing-masing kelas melakukan proses pembelajaran dengan perlakuan yang berbeda, kemudian pada masing-masing kelas dilakukan

posttest yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan hasil

belajar siswa. Pretest dan posttest keduanya berjumlah 20 soal dan hasil

pretest dan posttest pada kelas ekesperimen dan kelas kontrol akan dianalisis

dengan uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis.

1. Hasil Pretest Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Sebelum melakukan penelitian terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan pretest terlebih dahulu, untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Pretest berbentuk pilihan ganda dengan materi laju reaksi dengan jumlah 20 soal yang sudah tervalidasi. Data hasil Nilai


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)