b. Kejadian pemutihan karang
Kejadian pemutihan karang telah terjadi berulang-ulang tahun 1983, 1987, 1991, 1995, yang melanda 60 negara pada kawasan tropis di Samudra
Pasifik dan India, serta di Laut Karibia Wesmascot et al. 2000. Diperkirakan pada tahun 2010, akan terjadi kerusakan karang sebesar 40 dan apabila kenaikan
suhu terus berlanjut maka 58 terumbu karang akan hilang Wilkinson 2008. Pemutihan karang telah mengakibatkan kematian karang 70–99 di
kawasan timur Afrika, Arab kecuali Laut Merah bagian utara, Kep. Komoros, sebagian Madagaskar, Kep. Seychelles, selatan India, Sri Langka, Kep. Maldiva
dan Kepulauan Chagos Linden Sporrong 1999. Pemutihan karang juga menyerang TN Biscayne, Florida 89, Puerto Rico 50 - 75, Kep.Virgin,
Kuba Wilkinson et al. 1999, dan Great Barrier Reef dengan kematian karang mencapai 70–80 Goreau et al. 2000.
Kawasan Asia, seperti Filipina, Papua Nugini dan Indonesia juga mengalami pemutihan. Arus hangat yang berasal dari Laut China Selatan yang
mengalir menuju Laut Jawa, Kepulauan Riau hingga Lombok pada tahun 19971998, menyebabkan terjadinya pemutihan karang pada kawasan timur
Sumatera Kep. Riau, Jawa Kep. Seribu dan Karimunjawa, Bali Menjangan, Tulamben, Amed, dan Lombok. Tercatat pula pemutihan karang di Karimunjawa
mencapai 43 pada kedalaman 3 m khususnya jenis Acropora dan Galaxea, sedangkan jenis Pachyseries, Hydnopora dan Galaxea tingkat kerusakannya 1 –
25 Manuputty Budiyono 2000. Tercatat pula, terumbu pada kawasan Indonesia bagian tengah selamat karena naiknya air dingin dari bawah laut.
c. Adaptasi karang terhadap perubahan iklim
Penelitian menunjukkan adanya perbedaan kepekaan terhadap perubahan suhu, karang dengan pertumbuhan cepat Acropora dan Pocillopora lebih
banyak mengalami gangguan, apabila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan lambat Poritid dan Faviid Marshall Baird 2000. Daya tahan koral ditentukan
oleh bentuk fisiologisnya misalnya Scleractinian corals lebih fleksibel dibandingkan dengan Octocorals Baker Romanski 2007 termasuk dengan
simbionnya zooxanthellae Obura 2009 dan Baird et al.2007.
Pemutihan karang yang ekstensif dan masif, pada umumnya bertepatan dengan kehadiran udara panas dan anomali iklim seperti El Nino 198283 dan
199798, namun ada pula fenomena pemutihan karang terjadi tanpa kehadiran anomali tersebut. Hasil rekonstruksi Hadile Ridd 2002 di salah satu gugus
karang Great Barrier Reef menunjukkan bahwa fenomena pemutihan karang terjadi apabila suhu laut pada tahun tertentu lebih tinggi 0.37 ºC dari suhu laut
tahun sebelumnya dan untuk menghindari terjadinya pemutihan, karang melakukan mekanisme aklimatisasi sebagai bentuk proses penyesuaian diri
terhadap lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Jos C Mieog et al. 2009, dimana simbiosis antara karang dan alga berfilogenik
merupakan kombinasi dengan toleransi suhu yang besar. Ketika terjadi peningkatan suhu laut, alga yang tidak tahan terhadap perubahan suhu tinggi akan
pergi meninggalkan karang dan selanjutnya akan pulih kembali ketika penghuninya yang secara alami digantikan simbion alga yang lebih toleran.
Hal menarik, daerah yang telah terkena pemutihan karang tahun 1983, 1987, 1992, dan 1993, selamat dari peristiwa pemutihan karang tahun 1997, sementara
daerah yang tidak pernah terkena sebelumnya mengalami kerusakan Goreau et al
. 2000. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Obura 2004, yang merumuskan suatu hipotesis kerangka hubungan antara
perubahan iklim dan ketahanan spasial dari pemutihan karang Gambar 5.
Gambar 5 Hipotesis kerangka ketahanan spasial hubungan perubahan iklim dan terumbu karang Obura 2004
e. Identifikasi pemutihan karang